titik-titik dalam kehidupan akan aku ingat dan coba aku maknai kembali dalam sebuah tulisan
Selasa, 21 Oktober 2008
Biografi Singkat Pemenang Sastra Nobel 2000-2007
Tahun 2000: Gao Xingjian
Gao Xingjian (pinyin: Gāo Xíngjiàn, 4 Januari 1940), ialah penulis seorang novelis, dramawan, dan kritikus Tionghoa seberang lautan. Ia juga seorang penerjemah, sutradara, dan pelukis terkenal.
Gao Xingjian lahir di Ganzhou, provinsi Jiangxi di Tiong Koq, namun kemudian pindah ke Perancis, lalu menjadi warga negara Perancis.
Pada tahun 2000 Gao memenangkan Penghargaan Nobel dalam Sastra. Sebelumnya, pada tahun 1992 ia dianugerahi Chevalier de l'Ordre des Arts et des Lettres oleh pemerintah Perancis.
Gao terkenal di China sebagai pembangkang terhadap pemerintahan di negerinya. Karya-karyanya dilarang di China.
Buku terkenal Gao adalah Gunung Roh (1990).
Tahun 2001: Vidiadhar Surajprasad Naipaul
Vidiadhar Surajprasad Naipaul TC, (lahir 17 Agustus 1932), adalah seorang penulis Britania kelahiran Hindia Barat. Lahir di Trinidad dan Tobago dan tinggal di Britania Raya sejak 1950.
Vidiadhar Surajprasad Naipaul lebih sering dikenal sebagai V. S. Naipaul.
Pada 1990 ia dianugerahi gelar kebangsawanan oleh Ratu Elisabeth. Menerima Penghargaan Nobel dalam Sastra pada 2001. Dalam beberapa buku ia memusatkan diri pada peran agama, seperti Islam, dan ia menuai kritikan karena bertumpu dari sudut negatif, seperti nihilisme di antara fundamentalis. Ia tetap menjadi tokoh yang dicaci di Pakistan. Selain itu, nasionalisme dan kolonialisme juga menjadi tema dalam buku-bukunya.
Karya pilihan
Magic Seeds, 2004
A House for Mr. Biswas, 1961
Among the Believers: An Islamic Journey, 1981
Tahun 2002: Imre Kertész
Imre Kertész (lahir 1929) adalah sastrawan Yahudi Hongaria.
Lahir di Budapest dari keluarga Yahudi, Kertész dideportasi ke Auschwitz pada 1944 dan kemudian ke Buchenwald. Ia dibebaskan dari kamp pada 1945. Setelah perang, ia bekerja di surat kabar Budapest, Vilagossag, namun pada 1951 ia dipaksa mundur karena pengambilalihan oleh komunis. Kertész bergabung dengan militer selama 2 tahun dan sejak itu membuat terjemahan tulisan berbahasa Jerman ke dalam bahasa Hongaria.
Di antara karyanya adalah novel tahun 1975 berjudul Sortanslanság, berdasarkan pengalamannya di kamp konsentrasi Nazi. Novel itu tak disambut baik saat pertama kali diterbitkan. Disusul Fiasco pada 1988. Jilid ke-3 dari Kaddis a meg nem született gyermekért, dicetak pada 1997. (Kaddish adalah doa Yudaisme yang diucapkan untuk mengingat orang mati). Tokoh utama novel itu, Gyorge Koves, tak berkenan memiliki anak di dunia yang mengakui keberadaan Auschwitz.
Karya lain termasuk A nyomkereső (1977), Az angol lobogó (1991), dan Gályanapló (1992). Ia juga memberi kuliah setelah jatuhnya komunisme di Eropa Timur pada 1989, dan kuliah-kuliahnya telah dikumpulkan dan diterbitkan. Kertész memenangkan Penghargaan Nobel dalam Sastra pada 2002. Sebagian besar novelnya bercerita seputar 'Holocaust'. Di samping Hadiah Nobel, ia telah memenangkan sejumlah hadiah lain termasuk Brandenburger Literaturpreis pada 1995 dan Leipziger Buchpreis zur Europaischen Verstandigung pada 1997.
Atas darah Yahudinya, Kertész menjelaskan dalam sebuah wawancara dengan El Pais, sebuah harian Spanyol: "Saya bukan orang Yahudi yang beriman. Namun karena sebagai orang Yahudi saya dibawa ke Auschwitz, sebagai Yahudi saya berada di kamp kematian dan sebagai Yahudi saya di lingkungan yang membenci Yahudi, dengan besarnya anti-Semitisme. Saya selalu merasa bahwa saya wajib menjadi Yahudi. Saya Yahudi, saya menerimanya, namun di tingkat yang lebih luas juga benar bahwa hal itu dipaksakan pada saya." (The Jerusalem Report, 4 November 200.
Tahun 2003: John Maxwell Coetzee
John Maxwell Coetzee (lahir 9 Februari 1940) adalah penulis Afrika Selatan. Pada tanggal 2 Oktober 2003 ia memperoleh Penghargaan Nobel dalam Sastra sebagai penulis ke-4 dari benua Afrika yang menerimanya.
Ia lahir di Cape Town sebagai John Michael Coetzee (ia kemudian mengubah nama tengahnya), dan masa mudanya dihabiskan antara kota pelabuhan itu dan Worcester. Ia belajar di Universitas Cape Town, di mana ia mendapatkan gelar dalam matematika dan bahasa Inggris.
Pada awal tahun 1960-an ia pindah ke Inggris, untuk bekerja sebagai programer komputer. Setelah itu ia belajar sastra di Universitas Texas, setelah itu mengajar bahasa Inggris dan sastra di Universitas Negeri New York, Buffalo hingga 1983.
Pada 1984 ia kembali ke Afsel untuk menjadi profesor sastra Inggris di University of Cape Town. Saat pensiun pada tahun 2002, ia pindah ke Adelaide, Australia di mana ia diterima di Universitas Adelaide.
Ia adalah penulis pertama yang dianugerahi Booker Prize 2 kali: The Life and Times of Michael K pada tahun 1983 dan Disgrace pada tahun 1999. Namun ia sendiri tidak mengkoleksi salah satu dari 2 bukunya yang memenangkan penghargaan itu. Di samping Hadiah Nobel maupun Booker Prize, ia juga menerima sejumlah penghargaan lain.
Tahun 2004: Elfriede Jelinek
Elfriede Jelinek (lahir 20 Oktober 1946 di Mürzzuschlag, Steiermark) ialah wanita pengarang asal Austria, pemenang Hadiah Nobel Sastra pada 2004.
Elfriede Jelinek, yang ibunya (Olga Jelinek/Olga Buchner) ialah manager personel di sebuah perusahaan terkenal dan ayahnya (Dr. Friedrich Jelinek) ialah kimiawan dengan latar belakang kelas pekerja, besar di Wina. Ia menggambarkan tahun-tahunnya di sebuah taman kanak-kanak Katolik dan kemudian sekolah biara sungguh amat membatasi. Saat masih di sekolah ia kursus organ dan piano di Sekolah Musik Wina. Ia belajar sejarah seni dan seni teater di Universitas Wina dan menyelesaikan pelajaran organnya pada 1971.
Sejak 1966 ia telah bekerja sebagai penulis, hidup mondar-mandir di Wien dan Muenchen. Pada 1974 Jelinek menikah dengan Gottfried Hüngsberg, yang saat itu menggubah musik film untuk Rainer Werner Fassbinder namun sejak pertengahan 1970-an telah bekerja di Munchen dalam bidang teknologi informasi.
Karya Jelinek dapat dikelompokkan dalam 3 tahap. Karyanya yang paling awal mengkritik kapitalisme dan masyarakat konsumtif. "Pada 1980-an ia bertujuan menyerang kritik pada masyarakat partiarkhal . Dalam Oh Wildnis, oh Schutz vor ihr (Oh Hutan Belantara, Oh Perlindungan Darinya, 1985), Die Klavierspielerin (Guru Piano, 1988), Lust (Birahi, 1989), Die Kinder der Toten (Anak-Anak Orang Mati, 1995), drama-drama Was geschah, nachdem Nora ihren Mann verlassen hatte oder Stützen der Gesellschaft (Apa yang Terjadi Setelah Nora Meninggalkan Suaminya atau Pilar Masyarakat, 1979), Clara S. (1982) dan Krankheit oder Moderne Frauen (Penyakit atau Wanita-Wanita Modern, 1984) Jelinek menggambarkan jerat mematikan di mana tokoh wanita dipikat" (D. von Hoff) – tanpa menciptakan pahlawan wanita positif. Sejak akhir 1980-an ia telah menyerang fasisme di masa lalu dan anti-Semit di masa kini di Austria dan Jerman. Pada 1998 Jelinek dianugerahi Hadiah Georg Büchner.
Elfriede Jelinek ialah pemenang Penghargaan Nobel dalam Sastra pada 2004. Dalam pengumuman resminya pada 7 Oktober komite Nobel mengutip "aliran suara dan kontra-suara musik" dalam karyanya, bahwa "dengan semangat linguistik luar biasa mengungkap kemustahilan kata klise masyarakat dan kekuasaan yang menaklukkan."
Jelinek ialah wanita ke-10 yang menerima Hadiah Nobel dalam bidang sastra.
Tahun 2005: Harold Pinter
Harold Pinter CH, CBE (lahir pada 10 Oktober 1930 di Hackney, London) adalah seorang dramawan Inggris yang meraih Hadiah Nobel bidang Kesusasteraan pada tahun 2005.
Putra seorang pembuat busana keturunan Yahudi, Pinter selain telah menulis 30 naskah drama, juga penulis banyak puisi dan skenario film. Ia juga sering menyutradarai pementasan drama maupun sutradara film dan bahkan pernah menjadi aktor.
Naskah drama paling terkenal yang dia tulis adalah The Dumb Waiter (1957) dan The Caretaker (1959) yang disebut-sebut merupakan pengamatan tajam atas persoalan sosial dan linguistik, dengan alur cerita dan percakapan yang sangat mendalam. Film terbaik yang pernah ia sutradarai adalah The French Lieutenant’ Woman, yang diangkat dari novel karya John Fowles.
Selain penulis, Pinter juga adalah aktivis HAM dan politik. Naskah drama yang ia tulis terkadang mengandung unsur politik tidak secara langsung.
Atas jasa-jasanya, Pinter mendapat gelar Commanders of the British Empire (CBE) dari pemerintah Britania Raya pada tahun 1966 dan kemudian diberi gelar tambahan Companion of Honour pada tahun 2002. Ia sebelumnya pernah menolak diberi gelar ksatria (knighthood).
Pada tanggal 13 Oktober 2005, Pinter dianugerahi Hadiah Nobel dalam bidang Kesusasteraan karena merupakan ‘tokoh terdepan yang mewakili dunia drama Inggris pascaperang’.
Tahun 2006: Orhan Pamuk
Ferit Orhan Pamuk (lahir 7 Juni 1952 di Istanbul, Turki) adalah seorang novelis Turki terkemuka dalam sastra pasca-modernis. Ia sangat populer di dalam negeri, dan pembacanya di seluruh dunia juga bertambah terus. Sebagai salah seorang novelis Eurasia paling terkemuka, karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa. Ia telah mendapatkan banyak penghargaan di dalam negeri maupun internasional.
Pada 2005, pemerintah Turki mengenakan tuduhan kriminal terhadap Pamuk setelah ia membuat pernyataan-pernyataan mengenai pembunuhan lebih dari 1 juta orang Armenia dan 30.000 orang Kurdi di Anatolia. Jika terbukti bersalah, Pamuk dapat dipenjara hingga tiga tahun. Pengadilannya dimulai pada 16 Desember 2005, tetapi segera ditunda karena menunggu persetujuan dari Departemen Kehakiman Turki. [1] Tuduhan terhadapnya akhirnya dibatalkan pada 22 Januari 2006.
Tahun 2007: Doris Lessing
Doris Lessing (lahir sebagai Doris May Tayler di Kermanshah, Persia (sekarang Iran), pada 22 Oktober 1919) adalah seorang penulis Inggris. Ia mendapatkan Penghargaan Nobel dalam Sastra pada tahun 2007. Salah satu karya Lessing yang terkenal dan awal adalah The Grass is Singing terbitan tahun 1950.
Semasa muda ia pernah tinggal di Rodesia Selatan (sekarang Zimbabwe).
Doris dikenal sebagai penulis beraliran kiri, komunis, dan antiapartheid. Dia adalah ateis namun mendalami bidang mistisisme Islam.
Nobel Sastra 2008 untuk Novelis Perancis Le Clezio
Literature Festival Internazionale di Roma
Jean-Marie Gustave Le Clezio, novelis Perancis penerima Nobel Sastra 2008
/
Kamis, 9 Oktober 2008 | 20:22 WIB
STOCKHOLM, KAMIS - Novelis Perancis Jean-Marie Gustave Le Clezio terpilih menjadi penerima hadiah Nobel untuk bidang sastra tahun 2008 yang diumumkan di Stockholm, Swedia, Kamis (8/10). Ia diganjar penghargaan atas novel-novel, esai, dan cerita anak yang penuh petualangan.
Akademi Swedia yang mendapat hak memilih peraih Nobel Sastra 2008 menyebutnya sebagai seorang penulis dengan gaya-gaya baru, petualangan yang puitis, dan "sensual ecstasy", penjelajah kemanusiaan di atas dan di bawah batas peradaban. Di awal debutnya sebagai novelis, ia sangat lihai bermain kata dan menggunakan kata-kata kiasan, namun beralih ke bahasa yang lebih membumi untuk mengangkat kehidupan nyata hingga cerita bertema anak-anak.
Le Clezio menjadi sangat terkenal saat menulis novel berjudul Desert pada tahun 1980. Novel tersebut juga mendapat penghargaan dari Akademi Perancis sebagai penulis terbaik Perancis. Komite penilai Nobel menilai karya tersebut mengandung gambaran yang sempurna sekali mengenai suku terasing di kawasan gurun Afrika Utara yang kontras dengan gambaran dari sudut pandang orang Eropa, imigran yang tidak diinginkan.
Sebagai nobelis, Le Clezio berhak mendapat hadiah sebesar 10 juta kronor atau sekitar Rp13,7 miliar. Hadiah tersebut akan diberikan saat penganugerahan pada bulan Desember.
Sumber: http://id.wikipedia.org dan kompas. com
Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia
Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia atau biasa disingkat SBKRI adalah kartu identitas yang menyatakan bahwa pemiliknya adalah warganegara Republik Indonesia. Walaupun demikian, SBKRI hanya diberikan kepada warganegara Indonesia keturunan, terutama keturunan Tionghoa. Kepemilikan SBKRI adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk mengurus berbagai keperluan, seperti kartu tanda penduduk (KTP), memasuki dunia pendidikan, permohonan paspor, pendaftaran Pemilihan Umum, sampai menikah dan meninggal dunia dan lain-lain. Hal ini dianggap oleh banyak pihak sebagai perlakuan diskriminatif dan sejak Orde Reformasi telah dihapuskan, walaupun dalam praktiknya masih diterapkan di berbagai daerah.Daftar isi
1 Sejarah
2 Kronologi
3 Perkembangan terakhir
4 Lihat pula
5 Pranala luar
Sejarah
Dasar hukum SBKRI adalah Undang-Undang no. 62 tahun 1958 tentang "Kewarga-negaraan Republik Indonesia" yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman G.A. Maengkom dan disahkan oleh Presiden Soekarno.
Salah satu alasan utama yang selalu dikemukakan adalah bahwa kebijakan SBKRI merupakan konsekuensi dari klaim politik pemerintahan Mao Zedong bahwa semua orang Tionghoa di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah warga negara Republik Rakyat Cina karena asas ius sanguinis (keturunan darah). Kebijaksanaan itu kemudian ditindaklanjuti dengan Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan RI-RRT antara Chou En Lai dan Mr. Soenario pada 1955.
Dalam Pasal 12 Bab II Peraturan Pemerintah No 20/1959 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok disebutkan bahwa ada berbagai kelompok WNI yang dikelompokkan sebagai WNI tunggal atau mereka yang tidak diperkenankan untuk memilih kewarganegaraan RI-RRT dan tetap menjadi WNI, yaitu untuk mereka yang berstatus misalnya tentara, veteran, pegawai pemerintah, yang pernah membela nama Republik Indonesia di dunia Internasional, petani atau bahkan secara implisit mereka yang sudah pernah ikut Pemilu 1955. Tapi peraturan ini tidak dilaksanakan dan tetap saja perjanjian dwikewarganegaraan dengan kewajiban memilih kewarganegaraan RI atau RRT diterapkan kepada mereka.
Perjanjian Dwikewarganegaraan RI-RRT ini yang dituangkan dalam UU No 2/1958 pada tanggal 11 Januari 1958 dan diimplementasikan dengan PP No 20/1959 dengan masa opsi 20 Januari 1960 hingga 20 Januari 1962, sudah menyelesaikan permasalahan dwikewarganegaraan RI-RRT. Dengan demikian, setelah perjanjian dwikewarganegaraan tersebut dibatalkan pada 10 April 1969 dengan UU No 4/1969, permasalahan status WNI Tionghoa sudah terselesaikan dan anak-anak WNI Tionghoa yang lahir setelah tanggal 20 Januari 1962 sudah menjadi WNI tunggal, yang setelah dewasa tidak diperbolehkan lagi untuk memilih kewarganegaraan lain-selain kewarganegaraan Indonesia (Penjelasan Umum UU No 4/1969) dan tidak perlu lagi membuktikan kewarganegaraan dengan SBKRI.
Kronologi
1946 - Indonesia pada tahun 1946 telah jelas mengundangkan bahwa Indonesia menganut azas [[ius soli]. Siapa saja yang lahir di Indonesia adalah warga negara Indonesia. Dengan demikian, secara otomatis, orang Tionghoa yang ada di Indonesia sejak Proklamasi 1945 adalah WNI suku Tionghoa.
1949 - Belanda mengharuskan Indonesia mendasarkan peraturan kewarganegaraannya ke zaman kolonial bila ingin mendapat pengakuan kedaulatan dari Belanda. Orang Tionghoa di Indonesia kembali diharuskan memilih ingin jadi WNI atau tidak.
1955 - Perjanjian Dwi Kewarganegaraan antara RRC dan Indonesia ditandatangani. Karena ada klaim dari Mao Zedong bahwa RRC menganut azas ius sanguinis, siapa yang lahir membawa marga Tionghoa (keturunan dari laki-laki Tionghoa) maka ia otomatis menjadi warga negara Tiongkok. (Hal ini merupakan alasan politik untuk menggalang dukungan dari kalangan Tionghoa perantauan seperti yang dilakukan oleh ROC Taiwan (nasionalis)). Di KAA Bandung, Zhou Enlai menyatakan bahwa keturunan Tionghoa di Indonesia berutang kesetiaan pada negara leluhur. Mao di satu pihak meluncurkan kebijakan ini, namun di lain pihak merasa keturunan Tionghoa di luar negeri adalah masih memihak kepada ROC yang nasionalis.
1958 - Perjanjian dituangkan dalam UU, menegaskan bahwa orang Tionghoa di Indonesia kembali diperbolehkan memilih kewarganegaraan Tiongkok atau Indonesia. Batas waktu pemilihan sampai pada tahun 1962. Yang memilih menjadi WNI tunggal harus menyatakan diri melepaskan kewarganegaraan Tiongkok.
1969 - Perjanjian Dwi Kewarganegaraan dibatalkan. Yang memegang surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan menjadi stateless (tidak memiliki kewarganegaraan) bila tidak menyatakan keinginan menjadi WNI.
1978 - Peraturan Menteri Kehakiman mewajibkan SBKRI bagi warga Tionghoa.
1983 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa SBKRI hanya wajib bagi mereka yang mengambil surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan lalu menyatakan keinginan menjadi WNI. Jadi bagi WNI tunggal dan keturunannya (yang telah menyatakan menjadi WNI tunggal sebelum tahun 1962 dan yang keturunan mereka, serta semua orang Tionghoa yang lahir setelah tahun 1962) tidak diperlukan SBKRI.
1992 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa anak2 keturunan dari orang Tionghoa pemegang SBKRI cukup menyertakan SBKRI orang tua sebagai bukti mereka adalah WNI.
1996 - Penyertaan SBKRI tidak diberlakukan lagi atas Keputusan Presiden. Namun tidak banyak yang tahu karena kurangnya sosialisasi.
1999 - Keputusan Presiden tahun 1996 itu diperkuat sekali lagi dengan Instruksi Presiden tahun 1999.
Perkembangan terakhir
Pada tanggal 8 Juli 1996, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 56 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Di pasal 4 butir 2 berbunyi, "Bagi warga negara Republik Indoensia yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Kartu Keluarga (KK), atau Akte Kelahiran, pemenuhan kebutuhan persyaratan untuk kepentingan tertentu tersebut cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga (KK), atau Akte Kelahiran tersebut."
Sedangkan pasal 5 berbunyi, "Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka segala peraturan perundang-undangan yang untuk kepentingan tertentu mempersyaratkan SBKRI, dinyatakan tidak berlaku lagi."
Pada 1999, dikeluarkan Instruksi Presiden No 4/1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No 56/1996 yang menginstruksikan tidak berlakunya SBKRI bagi etnis Tionghoa yang sudah menjadi WNI.
Namun sebenarnya, praktek persyaratan SBKRI masih tetap ada di birokrasi pemerintahan karena kurangnya sosialisasi pemberlakuan Keppres ini dan juga karena lemahnya sistem hukum Indonesia yang menyebabkan peraturan perundang-undangan dapat begitu saja diabaikan.
1 Sejarah
2 Kronologi
3 Perkembangan terakhir
4 Lihat pula
5 Pranala luar
Sejarah
Dasar hukum SBKRI adalah Undang-Undang no. 62 tahun 1958 tentang "Kewarga-negaraan Republik Indonesia" yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman G.A. Maengkom dan disahkan oleh Presiden Soekarno.
Salah satu alasan utama yang selalu dikemukakan adalah bahwa kebijakan SBKRI merupakan konsekuensi dari klaim politik pemerintahan Mao Zedong bahwa semua orang Tionghoa di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah warga negara Republik Rakyat Cina karena asas ius sanguinis (keturunan darah). Kebijaksanaan itu kemudian ditindaklanjuti dengan Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan RI-RRT antara Chou En Lai dan Mr. Soenario pada 1955.
Dalam Pasal 12 Bab II Peraturan Pemerintah No 20/1959 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok disebutkan bahwa ada berbagai kelompok WNI yang dikelompokkan sebagai WNI tunggal atau mereka yang tidak diperkenankan untuk memilih kewarganegaraan RI-RRT dan tetap menjadi WNI, yaitu untuk mereka yang berstatus misalnya tentara, veteran, pegawai pemerintah, yang pernah membela nama Republik Indonesia di dunia Internasional, petani atau bahkan secara implisit mereka yang sudah pernah ikut Pemilu 1955. Tapi peraturan ini tidak dilaksanakan dan tetap saja perjanjian dwikewarganegaraan dengan kewajiban memilih kewarganegaraan RI atau RRT diterapkan kepada mereka.
Perjanjian Dwikewarganegaraan RI-RRT ini yang dituangkan dalam UU No 2/1958 pada tanggal 11 Januari 1958 dan diimplementasikan dengan PP No 20/1959 dengan masa opsi 20 Januari 1960 hingga 20 Januari 1962, sudah menyelesaikan permasalahan dwikewarganegaraan RI-RRT. Dengan demikian, setelah perjanjian dwikewarganegaraan tersebut dibatalkan pada 10 April 1969 dengan UU No 4/1969, permasalahan status WNI Tionghoa sudah terselesaikan dan anak-anak WNI Tionghoa yang lahir setelah tanggal 20 Januari 1962 sudah menjadi WNI tunggal, yang setelah dewasa tidak diperbolehkan lagi untuk memilih kewarganegaraan lain-selain kewarganegaraan Indonesia (Penjelasan Umum UU No 4/1969) dan tidak perlu lagi membuktikan kewarganegaraan dengan SBKRI.
Kronologi
1946 - Indonesia pada tahun 1946 telah jelas mengundangkan bahwa Indonesia menganut azas [[ius soli]. Siapa saja yang lahir di Indonesia adalah warga negara Indonesia. Dengan demikian, secara otomatis, orang Tionghoa yang ada di Indonesia sejak Proklamasi 1945 adalah WNI suku Tionghoa.
1949 - Belanda mengharuskan Indonesia mendasarkan peraturan kewarganegaraannya ke zaman kolonial bila ingin mendapat pengakuan kedaulatan dari Belanda. Orang Tionghoa di Indonesia kembali diharuskan memilih ingin jadi WNI atau tidak.
1955 - Perjanjian Dwi Kewarganegaraan antara RRC dan Indonesia ditandatangani. Karena ada klaim dari Mao Zedong bahwa RRC menganut azas ius sanguinis, siapa yang lahir membawa marga Tionghoa (keturunan dari laki-laki Tionghoa) maka ia otomatis menjadi warga negara Tiongkok. (Hal ini merupakan alasan politik untuk menggalang dukungan dari kalangan Tionghoa perantauan seperti yang dilakukan oleh ROC Taiwan (nasionalis)). Di KAA Bandung, Zhou Enlai menyatakan bahwa keturunan Tionghoa di Indonesia berutang kesetiaan pada negara leluhur. Mao di satu pihak meluncurkan kebijakan ini, namun di lain pihak merasa keturunan Tionghoa di luar negeri adalah masih memihak kepada ROC yang nasionalis.
1958 - Perjanjian dituangkan dalam UU, menegaskan bahwa orang Tionghoa di Indonesia kembali diperbolehkan memilih kewarganegaraan Tiongkok atau Indonesia. Batas waktu pemilihan sampai pada tahun 1962. Yang memilih menjadi WNI tunggal harus menyatakan diri melepaskan kewarganegaraan Tiongkok.
1969 - Perjanjian Dwi Kewarganegaraan dibatalkan. Yang memegang surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan menjadi stateless (tidak memiliki kewarganegaraan) bila tidak menyatakan keinginan menjadi WNI.
1978 - Peraturan Menteri Kehakiman mewajibkan SBKRI bagi warga Tionghoa.
1983 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa SBKRI hanya wajib bagi mereka yang mengambil surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan lalu menyatakan keinginan menjadi WNI. Jadi bagi WNI tunggal dan keturunannya (yang telah menyatakan menjadi WNI tunggal sebelum tahun 1962 dan yang keturunan mereka, serta semua orang Tionghoa yang lahir setelah tahun 1962) tidak diperlukan SBKRI.
1992 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa anak2 keturunan dari orang Tionghoa pemegang SBKRI cukup menyertakan SBKRI orang tua sebagai bukti mereka adalah WNI.
1996 - Penyertaan SBKRI tidak diberlakukan lagi atas Keputusan Presiden. Namun tidak banyak yang tahu karena kurangnya sosialisasi.
1999 - Keputusan Presiden tahun 1996 itu diperkuat sekali lagi dengan Instruksi Presiden tahun 1999.
Perkembangan terakhir
Pada tanggal 8 Juli 1996, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 56 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Di pasal 4 butir 2 berbunyi, "Bagi warga negara Republik Indoensia yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Kartu Keluarga (KK), atau Akte Kelahiran, pemenuhan kebutuhan persyaratan untuk kepentingan tertentu tersebut cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga (KK), atau Akte Kelahiran tersebut."
Sedangkan pasal 5 berbunyi, "Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka segala peraturan perundang-undangan yang untuk kepentingan tertentu mempersyaratkan SBKRI, dinyatakan tidak berlaku lagi."
Pada 1999, dikeluarkan Instruksi Presiden No 4/1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No 56/1996 yang menginstruksikan tidak berlakunya SBKRI bagi etnis Tionghoa yang sudah menjadi WNI.
Namun sebenarnya, praktek persyaratan SBKRI masih tetap ada di birokrasi pemerintahan karena kurangnya sosialisasi pemberlakuan Keppres ini dan juga karena lemahnya sistem hukum Indonesia yang menyebabkan peraturan perundang-undangan dapat begitu saja diabaikan.
Sastra Melayu; Sejarah Awal
201).Istilah sastra Melayu rendah atau sastra Melayu Tionghoa digunakan untuk menyebutkan karya sastra dalam bahasa melayu yang ditulis oleh peranakan Tionghoa. Kosakatanya banyak dipengarui oleh bahasa dalam kehidupan sehari-hari atau bahasa pasar, khususnya unsur-unsur bahasa Tionghoa. Oleh karena itulah pada zamanya sering disebut bahasa gado-gado atau capcai. 202) istilah Melayu Tionghoa juga sering disebut sastra Melayu Tionghoa peranakan. Mereka adalah golongan peranakan yang sudah lahir di Indonesia yang ikut menghasilkan, mendukung, dan menikmati karya sastra Melayu. Mereka adalah masyarakat yang mengalami keterputusan budaya dan belum ada adaptasi budaya dan bahasa yang memadai.
Di samping itu sampai akhir abad 19, pemerintah kolonial melarang bangsa Tionghoa untuk sekolah di sekolah Belanda. Bahasa Melayu rendah dilawankan dengan bahasa Melayu Tinggi, yaitu bahasa melayu yang digunakan di Semenanjung Melayu, yang digunakan dalam karya sastra Balai Pustaka. Bahasa Melayu Tinggi dengan demikian(203) identik dengan bahasa sastra tinggi. Pemerintah kolonial memang antipati terhadap etnis Cina, dan dengan demian terhadap bahasa dan sastra Tionghoa, dengan alasan bahwa masyarakat Tionghoa menganut paham Marxis, berakiran kiri, agresif, lebih banyak menolak kebijakan pemerintah kolonial. Masyarakat Tionghoa juga ditempatkan pada daerah tertentu dan sastranya dianggap sebagai bacaan liar.
Perdebatan tentang Melayu Tionghoa belum banyak. Pada umumnya pembicaraan ini muncul dalam kaitanya dengan masalah angkatan. Seperti diketahui, angkatan dalam sastra Indonesia modern dimulai dengan Balai Pustaka, Pujangga Baru, dan seterusnya. Seolah ada keenganan para sarjana untuk menghindari karena;
1. Sastra Melayu Tionghoa adalah adalah karya-karya yang secara khusus diapresiasikan di kalangan masyarakat Tionghoa peranakan, jadi bukan merupakan bagian sastra Indonesia.
2. Tidak adanya data yang untuk dibicarakan.
(205) Sejak awal Alisjahbana(1957:58) telah menyatakan Bahwa bahasa Melayu Tionghoa adalah Varian bahasa Melayu yan sudah tersebar luas di kepulauan Nusantara dan telah mempengarui perkembangan Bahasa Indonesia. Kita ketahui bahasa Indonesia mendapatkan pengaruh Bahasa yang sangat banyak dan hal ini justru menguntungkan karena derajat bahasa Indonesia bertambah tingggi.
Seperti yang diketahui, khazanah sastra Indonesia memiliki ciri khas yang unik yang tidak mungkin dimiliki oleh bangsa lain. Dengan mengutip pendapat Ajib Rosidi ( 1964:5-6) Pengertian modern dalam sastra Indonesia adalah semangat politis, bukan semata-mata Zaman, era, periode, dan perkembangan historis lainya. Oleh karena itu sastra Indonesia modern pada dasarnya tidak mengenal istilah dan tidak bisa (206) dilawankan dengan sastra Indonesia lama sebab pengertian yang terakhir ini digantikan dengan sastra-sastra daerah, yaitu keseluruhan sastra yang ada di wilayah Nusantara. Termasuk sastra melayu itu sendiri. oleh karena itu hubungan pergertian modern meliputi tiga aspek;
1. Ditulis dengan huruf latin dan di sebarkan secara luas dengan teknologi modern
2. Mengunakan bahasa Indonseia atau pada masa kolonialisme melayu.
3. Mengunakan bentuk baru, karena pengaruh sastra Barat seperti: cerpen, novel, drama, dan puisi.
Sastra yang lahir sebelum abad ke-20 diangap sebagai sastra daerah. Sastra Melayu Tinggi dengan demikian mengalami keterputusan historis, terpecah menjadi dua kelompok baik secara liteler amaupun secara kultural. Sebaliknya, sastra Melayu Tionghoa sejak awal pertumbuhanya hinggga abad ke-20 tetap eksis. Bila dikaitkan dengan penulsnya sastra sebelum abad ke-20 dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Karya sastra yang ditulis oleh orang-orang non Tionghoa seperti penulis pribumi dan belanda. Pada umumnya penulis tesebut adalah wartawan. Seperti F.D.J. Pangemanan, H.F.R. Kommer, F. Winger, G. Francis dan Mas Marco Kartodikromo, R.M. Tirto Ardisoeryo.
2. Karya sastra yang ditulis oleh orang Tionghoa, diawali oleh Thio Tjien Boen (Oey se,1903), Gouw Peng Liang (LO Fen Koei,1903), dan Oei Soei (Njai Alimah, 1904). Sejak penerbitan ini terjadi perkembangan pesat dalam bidang sastra Melayu Rendah.
Sastra Melayu Tionghoa sangat kaya, hampir selama satu abad 1870-1960-an rentang waktu yang yang sama bahkan melebihi seluruh periode Balai Pustaka hingga tahun 2000-an. Jumalah buku yang dihasilkan sebanyak 2.757 judul buku. Yang terdiri dari anonim 248 judul, sehingga jumlah keseluruhan sekitar 3.005 judul. Dengan rincian 1398 novel dan cerpen alsi, 73 sandiwara, 183 syair, 233 terjemahan sastra Barat, 759 terjemahan karya sastra dari bahasa Cina.
208) kekayaan dan keberagaman sastra Melayu Tionghoa ini jauh melebihi Khazanah Balai Pustaka. Demikian juga kekayaan yang terkandng didalamnya. Sastra Balai Pustaka misalnya terbatas hanya menampilkan masalah kawin paksa. Sebaliknya sastra Melayu Tionghoa tema-temanya sangat beragam. Seperti politik, Kritik sosial, nasionalisme, dan yang paling penting antikolonial. Berbeda dengan sastra Balai Pustaka yang terbatas bicara seperti hanya berbicara dalam kerangka regional saja, yang sesuai politik orientalisme sedangkan sastra Melayu Tionghoa menampilkan hubungan antarbangsa. Dari hal in kita dapat melhat sebenarnya apakah peran Balai Pustaka dalam perkembangan sastra kita, kita selalu dibuat untuk menjauhi hal yang berhubungan dengan yang bersifat Tionghoa dan dituntut untuk selalu memarginalkan mereka.
(209) Meskipun sebagian besar masyarakat Indonesia mengangap Balai Pustaka sebagai suatu angkatan dalam periodesasi sastra yang diploklamasikan oleh H.B Jassin secara umum. Tetapi yang mendominasi pengarang pada Balai Pustaka adalah para pengarang Suematralah. Seperti pendapat Sykorsky, pakar sastra Indonesia dari institut Kesustraan Asia Timur, Moskow dalam ceramahnya di Pusat Pengkajian Kebudayaan UGM, Yogyakarta (Jumat, 8 Maret 1991). Menurutnya karya sastra tidak akan lahir melalui penerbitan(Balai Pustaka), dan dengan sendirinya tidak lahir melalui lembaga kolonialisme. Dalam litelatur sastra Rusia misalnya novel Siti Nurbaya tidak perna disebut justru yang muncul karya-karya Marco Kartodikromo dan Semaun.
211) Peranan bahasa Belanda
Bahasa Belanda masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-16 bersamaan dengan kedatangan Belanda. Hal yang sama juga terjadi pada India dalam kasus bahasa Inggris pertama kali masuk juga saat Inggris datang. Dibandingkan dengan bahasa penjaja lain yang perna datang ke Indonesia perkembanganya sangatlah lambat bahkan hanya orang tertentu atau sebagian kecil orang Indonesia yang menguasai bahasa Belanda. Karena penyebaranya hanya di sekolah-sekolah yang bertujuan khusus untuk membuat tenaga adminitrasi yang murah. Sebelum perang Dunia II hanya 2% penduduk Pribumi (Hindia Belanda) yang dapat bahasa Belanda. Selain itu juga bahasa Belanda sebagai gengsi pemimpin dibandingkan fungsinya sebagai bahasa pergaulan. Sejarah perkembangan bahasa Belanda dibagi menjadi tiga periode: a) periode VOC (abad ke-17 hingga abadke-18), b) periode politik etis hingga abad ke-20, c) periode sekolah swasta(liar) 1920-1942.
Periode (217)politik etis berkaitan dengan kesadaran pemerintah kolonial, bangsa Belanda terhadap Hindia Belanda. Seperti yang diketahui politik etis atau yang disebut politik balas budi bertujuan untuk memajukan Bangsa Indonesia(Hindia Belanda). Baik di bidang pendidikan maupun kesejahteraan, politik yang dimaksud sering dikaitkan dengan tulisan Van Deventer yang berjudul ”Een Eereschuld” utang kehormatan yang dimuat dalam majalah DE GIDS (November, No.63,1899). Menuerutnya semenjak dilakukan sistem tanam paksa 1830 da sistem liberal tahun 1870 pemerintahan kolonial Belanda telah melakukan eksploitasi.
Dalam rangka memajukan bahasa Belanda, tahun 1901 Direktur Pendidikan Abendemon, kemudian penasihat Urusan Pribumi. Snouck Hurgronje membuka kursus-kursus bahasa Belanda untuk pribumi. Meskipun usaha dilakukan secara formal dan implisit tetapi hasilnya sangat lambat. Sebaliknya bahasa Melayu walaupun tersebar hanya secara implisit tetapi berkembang pesat. Lebih lagi disahkanya penulisan bahasa melayu dengan tulisan latin. Dengan ejaan yang disusun oleh Ch. Van Ophuijsen (1901). Bahkan tahun 1902 direktur pendidkan Abendomen mewajibkan semua sekolah mengunakan ejaan Van Ophuijsen. Suatu aturan yang memperkuat bahasa Melayu. Berdirinya Balai Pustaka tahun 1908 menyediakan bacaan yang murah dengan bahasa Jawa, Sunda, Madura, juga Melayu.
Balai Pustaka
Pembicaraan mengenai Balai Pustaka sangat banyak yang bisa dibahas. Pada dasarnya pembicaraan mengenai manfaat Balai Pustaka terbagi menjadi dua yaitu; Pertama: kelompok yang memberikan penilaian positif, peranya sebagai lembaga pendidikan, sesuai dengan amanat politik etis. Umumnya kelompok pertama adalah bagian dari orientalisme atau ilmuwan Barat seperti A. Teuw. Karena pendapat mereka lahir lebih dahul dan diangap dikemukakan oleh pakar yang memiliki wibawa terhadap keberadaan sastra Indonesia. Maka pendapat ini yang lebih banyak dimuat dibuku-buku dan digunakan mahasiswa, demikian juga masyarakat umumnya. Kedua: kelompok yang memberikan penilaian negatif, ini lahir dari pemikiran kritis karena justru sastra Indonesia harus dikaitkan dengan sastra daerah dan sastra Melayu dan Tionghoa.
Secara historis Balai Pustaka di tompang oleh dua surat keputusan yaitu: a) Undang-undang Agaran belanja tahun 1848, b) Politik Etis tahun 1901. Dalam SK yang pertama dalam kaitanya dengan pengembangan dunia pendidikan di tanah jajahan. Melalui gagasan yang diajukan oleh Van Deventer pemerintah kolonial mengeluarkan dana sebanyak 25.000,00 gulden setiap tahun. Empat tahun kemudian ditingkatkan 250.000,00 gulden. Dalam SK yang kedua dengan didahului pidato Ratu Wilhemia, sebagai salah satu bagian dari trilogi politik etis, yaitu: irigasi, edukasi, dan emigrasi. Belanda mengeluarkan dana sebesar empat puluh juta gulden.(224) surat keputusan yang kedua memnadang pribumi sebagai objek yang gampang diatur.
Dengan memahami pengalaman Inggris di tanah kolonialisme di India maka Belanda membuat batasan bacaan rahyat yang bisa membuat kesadaran Nasional bangkit.(225) Sesuai dengan tugas lembaga yaitu untuk mengotrol bacaan yang masuk maka tahun 1908 didirikan Komisi Bacaan Rakyat dan Pendidikan Pribumi ( Commissse Voor de Inlandsche School en Volkslectuur) yang diketuai oleh Hazeu, dengan enam angotanya. Komisi berkerja secara efektif dua tahun kemudian setelah diketuai oleh Rinkers. Dan tahun 1917 menjadi Balai Pustaka, tugas pokonya adalah mensensor naskah-naskah yang akan diterbitkan. Baik bahasa maupun isinya, khususnya bacaan swasta atau bacaan liar. Di samping bacaan dalam bahasa Belanda dan Melayu juga menerbitkan bahasa Daerah. (226) Secara organisasi Balai Pustaka dibagi menjadi empat bidang yaitu; redaksi, adminitrasi, perpustakaan, dan pers. Redaksi menyeleksi bacaan dan melakukan penyuntingan bahasa dan isi. Pelaksanaan penyuntingan sangat ketat sehingga bahasa Balai Pustaka seolah-olah seragam. Bagian adminitrasi mengawasi masalah percetakan, penerbitan, dan penjualan. Bagian Pers bertugas membuat laporan yang dengan sendirinya sudah disensor. Penyaluran mula-mula dilakukan oleh pemerintah kemudia untuk kepraktisan dilakukan oleh kepala sekolah.
Buku-buku dibedakan menjadi seri A. Untuk anak-anak, seri B. Untuk mereka yang dewasa, seri C. Untuk mereka yang memiliki pengetahuan yang lebih lanjut, sebagai kelompok intelektual. Disamping meminjamkan Balai Pustaka juga menerbitan buku murah sebab tujuan utamanya bukan keuntungan tetapi bersifat politis. Yaitu untuk membatasi bacaan liar, ini merupakan fungsi badan kolonial. Selain menerbitkan buku sastra juga menerbitkan buku populer seperti; tata susila, pertanian, pertenakan, kesehatan, sejarah, adat istiadat, dan sebagainya. Disamping itu Balai Pustaka juga menerbitkan majalah antara lain; Sri Pustaka yang kemudian digantikan Panji Pustaka (berbahasa Melayu), kejawen( berbahasa Jawa), Parahiangan (sunda). Sastra Barat tidak hanya diterjemahkan dalam bahasa Melayu tetapi juga daerah, seperti; Sans Famile (Hector Marlot) menjadi sebatang kara(Melayu), Pinokio menjadi(pinokio’Melayu).
Sebagai hasil nyata bidang sastra, tahun 1914 berhasil menerbitkan novel pertama dalam bahasa Sunda Baruang Ka Nu (Racun bagi para Muda) Adiwinata. 1918 terbit si Jamin dan si Johan(Merari Siregar) kemudian disusul Siti Nurbaya.
Nyai Dasima (G.Francis, 1896)
A). Sinopsis Yai Dasima berasal dari kampung Kuripan Nyai seorang Inggris Edward W. dari hubungan mereka lahir seorang anak Nanci. Samiun ingin menguasai harta Dasima dan ingin menjadikanya istri kedua. Pada akhir cerita dasima dibunuh Samiun. Alasan yang pertama untuk merayu Dasima adalah agar ia beragama Islam kembali. Untuk memisahkan Dasima dari Edward W, ia menyewa Haji Salihun. Untuk membunuh Dasima ia menyewa Si Poasa.
Analisis.
Nyai Dasima ditulis oleh G. Fracis salah seorang keluarga Francis(Inggris). Yang banyak berperan dalam pemerintahan kolonial belanda. Cerita nya dikisahkan pada tahun 1813. seperti karya konvensional lainya tidak ada perbedaan antara karya sastra dengan kehidupan sehari-hari. Hubungan antara Edward dan Dasima seperti penjajah dan tanah jajahan. Hal ini doketahui oleh perbedaan harga diri yang sanagat besar antara bangsa Eropa dengan pribumi antaranya seolah-olah haram untuk menikah resmi.
Di samping itu sampai akhir abad 19, pemerintah kolonial melarang bangsa Tionghoa untuk sekolah di sekolah Belanda. Bahasa Melayu rendah dilawankan dengan bahasa Melayu Tinggi, yaitu bahasa melayu yang digunakan di Semenanjung Melayu, yang digunakan dalam karya sastra Balai Pustaka. Bahasa Melayu Tinggi dengan demikian(203) identik dengan bahasa sastra tinggi. Pemerintah kolonial memang antipati terhadap etnis Cina, dan dengan demian terhadap bahasa dan sastra Tionghoa, dengan alasan bahwa masyarakat Tionghoa menganut paham Marxis, berakiran kiri, agresif, lebih banyak menolak kebijakan pemerintah kolonial. Masyarakat Tionghoa juga ditempatkan pada daerah tertentu dan sastranya dianggap sebagai bacaan liar.
Perdebatan tentang Melayu Tionghoa belum banyak. Pada umumnya pembicaraan ini muncul dalam kaitanya dengan masalah angkatan. Seperti diketahui, angkatan dalam sastra Indonesia modern dimulai dengan Balai Pustaka, Pujangga Baru, dan seterusnya. Seolah ada keenganan para sarjana untuk menghindari karena;
1. Sastra Melayu Tionghoa adalah adalah karya-karya yang secara khusus diapresiasikan di kalangan masyarakat Tionghoa peranakan, jadi bukan merupakan bagian sastra Indonesia.
2. Tidak adanya data yang untuk dibicarakan.
(205) Sejak awal Alisjahbana(1957:58) telah menyatakan Bahwa bahasa Melayu Tionghoa adalah Varian bahasa Melayu yan sudah tersebar luas di kepulauan Nusantara dan telah mempengarui perkembangan Bahasa Indonesia. Kita ketahui bahasa Indonesia mendapatkan pengaruh Bahasa yang sangat banyak dan hal ini justru menguntungkan karena derajat bahasa Indonesia bertambah tingggi.
Seperti yang diketahui, khazanah sastra Indonesia memiliki ciri khas yang unik yang tidak mungkin dimiliki oleh bangsa lain. Dengan mengutip pendapat Ajib Rosidi ( 1964:5-6) Pengertian modern dalam sastra Indonesia adalah semangat politis, bukan semata-mata Zaman, era, periode, dan perkembangan historis lainya. Oleh karena itu sastra Indonesia modern pada dasarnya tidak mengenal istilah dan tidak bisa (206) dilawankan dengan sastra Indonesia lama sebab pengertian yang terakhir ini digantikan dengan sastra-sastra daerah, yaitu keseluruhan sastra yang ada di wilayah Nusantara. Termasuk sastra melayu itu sendiri. oleh karena itu hubungan pergertian modern meliputi tiga aspek;
1. Ditulis dengan huruf latin dan di sebarkan secara luas dengan teknologi modern
2. Mengunakan bahasa Indonseia atau pada masa kolonialisme melayu.
3. Mengunakan bentuk baru, karena pengaruh sastra Barat seperti: cerpen, novel, drama, dan puisi.
Sastra yang lahir sebelum abad ke-20 diangap sebagai sastra daerah. Sastra Melayu Tinggi dengan demikian mengalami keterputusan historis, terpecah menjadi dua kelompok baik secara liteler amaupun secara kultural. Sebaliknya, sastra Melayu Tionghoa sejak awal pertumbuhanya hinggga abad ke-20 tetap eksis. Bila dikaitkan dengan penulsnya sastra sebelum abad ke-20 dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Karya sastra yang ditulis oleh orang-orang non Tionghoa seperti penulis pribumi dan belanda. Pada umumnya penulis tesebut adalah wartawan. Seperti F.D.J. Pangemanan, H.F.R. Kommer, F. Winger, G. Francis dan Mas Marco Kartodikromo, R.M. Tirto Ardisoeryo.
2. Karya sastra yang ditulis oleh orang Tionghoa, diawali oleh Thio Tjien Boen (Oey se,1903), Gouw Peng Liang (LO Fen Koei,1903), dan Oei Soei (Njai Alimah, 1904). Sejak penerbitan ini terjadi perkembangan pesat dalam bidang sastra Melayu Rendah.
Sastra Melayu Tionghoa sangat kaya, hampir selama satu abad 1870-1960-an rentang waktu yang yang sama bahkan melebihi seluruh periode Balai Pustaka hingga tahun 2000-an. Jumalah buku yang dihasilkan sebanyak 2.757 judul buku. Yang terdiri dari anonim 248 judul, sehingga jumlah keseluruhan sekitar 3.005 judul. Dengan rincian 1398 novel dan cerpen alsi, 73 sandiwara, 183 syair, 233 terjemahan sastra Barat, 759 terjemahan karya sastra dari bahasa Cina.
208) kekayaan dan keberagaman sastra Melayu Tionghoa ini jauh melebihi Khazanah Balai Pustaka. Demikian juga kekayaan yang terkandng didalamnya. Sastra Balai Pustaka misalnya terbatas hanya menampilkan masalah kawin paksa. Sebaliknya sastra Melayu Tionghoa tema-temanya sangat beragam. Seperti politik, Kritik sosial, nasionalisme, dan yang paling penting antikolonial. Berbeda dengan sastra Balai Pustaka yang terbatas bicara seperti hanya berbicara dalam kerangka regional saja, yang sesuai politik orientalisme sedangkan sastra Melayu Tionghoa menampilkan hubungan antarbangsa. Dari hal in kita dapat melhat sebenarnya apakah peran Balai Pustaka dalam perkembangan sastra kita, kita selalu dibuat untuk menjauhi hal yang berhubungan dengan yang bersifat Tionghoa dan dituntut untuk selalu memarginalkan mereka.
(209) Meskipun sebagian besar masyarakat Indonesia mengangap Balai Pustaka sebagai suatu angkatan dalam periodesasi sastra yang diploklamasikan oleh H.B Jassin secara umum. Tetapi yang mendominasi pengarang pada Balai Pustaka adalah para pengarang Suematralah. Seperti pendapat Sykorsky, pakar sastra Indonesia dari institut Kesustraan Asia Timur, Moskow dalam ceramahnya di Pusat Pengkajian Kebudayaan UGM, Yogyakarta (Jumat, 8 Maret 1991). Menurutnya karya sastra tidak akan lahir melalui penerbitan(Balai Pustaka), dan dengan sendirinya tidak lahir melalui lembaga kolonialisme. Dalam litelatur sastra Rusia misalnya novel Siti Nurbaya tidak perna disebut justru yang muncul karya-karya Marco Kartodikromo dan Semaun.
211) Peranan bahasa Belanda
Bahasa Belanda masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-16 bersamaan dengan kedatangan Belanda. Hal yang sama juga terjadi pada India dalam kasus bahasa Inggris pertama kali masuk juga saat Inggris datang. Dibandingkan dengan bahasa penjaja lain yang perna datang ke Indonesia perkembanganya sangatlah lambat bahkan hanya orang tertentu atau sebagian kecil orang Indonesia yang menguasai bahasa Belanda. Karena penyebaranya hanya di sekolah-sekolah yang bertujuan khusus untuk membuat tenaga adminitrasi yang murah. Sebelum perang Dunia II hanya 2% penduduk Pribumi (Hindia Belanda) yang dapat bahasa Belanda. Selain itu juga bahasa Belanda sebagai gengsi pemimpin dibandingkan fungsinya sebagai bahasa pergaulan. Sejarah perkembangan bahasa Belanda dibagi menjadi tiga periode: a) periode VOC (abad ke-17 hingga abadke-18), b) periode politik etis hingga abad ke-20, c) periode sekolah swasta(liar) 1920-1942.
Periode (217)politik etis berkaitan dengan kesadaran pemerintah kolonial, bangsa Belanda terhadap Hindia Belanda. Seperti yang diketahui politik etis atau yang disebut politik balas budi bertujuan untuk memajukan Bangsa Indonesia(Hindia Belanda). Baik di bidang pendidikan maupun kesejahteraan, politik yang dimaksud sering dikaitkan dengan tulisan Van Deventer yang berjudul ”Een Eereschuld” utang kehormatan yang dimuat dalam majalah DE GIDS (November, No.63,1899). Menuerutnya semenjak dilakukan sistem tanam paksa 1830 da sistem liberal tahun 1870 pemerintahan kolonial Belanda telah melakukan eksploitasi.
Dalam rangka memajukan bahasa Belanda, tahun 1901 Direktur Pendidikan Abendemon, kemudian penasihat Urusan Pribumi. Snouck Hurgronje membuka kursus-kursus bahasa Belanda untuk pribumi. Meskipun usaha dilakukan secara formal dan implisit tetapi hasilnya sangat lambat. Sebaliknya bahasa Melayu walaupun tersebar hanya secara implisit tetapi berkembang pesat. Lebih lagi disahkanya penulisan bahasa melayu dengan tulisan latin. Dengan ejaan yang disusun oleh Ch. Van Ophuijsen (1901). Bahkan tahun 1902 direktur pendidkan Abendomen mewajibkan semua sekolah mengunakan ejaan Van Ophuijsen. Suatu aturan yang memperkuat bahasa Melayu. Berdirinya Balai Pustaka tahun 1908 menyediakan bacaan yang murah dengan bahasa Jawa, Sunda, Madura, juga Melayu.
Balai Pustaka
Pembicaraan mengenai Balai Pustaka sangat banyak yang bisa dibahas. Pada dasarnya pembicaraan mengenai manfaat Balai Pustaka terbagi menjadi dua yaitu; Pertama: kelompok yang memberikan penilaian positif, peranya sebagai lembaga pendidikan, sesuai dengan amanat politik etis. Umumnya kelompok pertama adalah bagian dari orientalisme atau ilmuwan Barat seperti A. Teuw. Karena pendapat mereka lahir lebih dahul dan diangap dikemukakan oleh pakar yang memiliki wibawa terhadap keberadaan sastra Indonesia. Maka pendapat ini yang lebih banyak dimuat dibuku-buku dan digunakan mahasiswa, demikian juga masyarakat umumnya. Kedua: kelompok yang memberikan penilaian negatif, ini lahir dari pemikiran kritis karena justru sastra Indonesia harus dikaitkan dengan sastra daerah dan sastra Melayu dan Tionghoa.
Secara historis Balai Pustaka di tompang oleh dua surat keputusan yaitu: a) Undang-undang Agaran belanja tahun 1848, b) Politik Etis tahun 1901. Dalam SK yang pertama dalam kaitanya dengan pengembangan dunia pendidikan di tanah jajahan. Melalui gagasan yang diajukan oleh Van Deventer pemerintah kolonial mengeluarkan dana sebanyak 25.000,00 gulden setiap tahun. Empat tahun kemudian ditingkatkan 250.000,00 gulden. Dalam SK yang kedua dengan didahului pidato Ratu Wilhemia, sebagai salah satu bagian dari trilogi politik etis, yaitu: irigasi, edukasi, dan emigrasi. Belanda mengeluarkan dana sebesar empat puluh juta gulden.(224) surat keputusan yang kedua memnadang pribumi sebagai objek yang gampang diatur.
Dengan memahami pengalaman Inggris di tanah kolonialisme di India maka Belanda membuat batasan bacaan rahyat yang bisa membuat kesadaran Nasional bangkit.(225) Sesuai dengan tugas lembaga yaitu untuk mengotrol bacaan yang masuk maka tahun 1908 didirikan Komisi Bacaan Rakyat dan Pendidikan Pribumi ( Commissse Voor de Inlandsche School en Volkslectuur) yang diketuai oleh Hazeu, dengan enam angotanya. Komisi berkerja secara efektif dua tahun kemudian setelah diketuai oleh Rinkers. Dan tahun 1917 menjadi Balai Pustaka, tugas pokonya adalah mensensor naskah-naskah yang akan diterbitkan. Baik bahasa maupun isinya, khususnya bacaan swasta atau bacaan liar. Di samping bacaan dalam bahasa Belanda dan Melayu juga menerbitkan bahasa Daerah. (226) Secara organisasi Balai Pustaka dibagi menjadi empat bidang yaitu; redaksi, adminitrasi, perpustakaan, dan pers. Redaksi menyeleksi bacaan dan melakukan penyuntingan bahasa dan isi. Pelaksanaan penyuntingan sangat ketat sehingga bahasa Balai Pustaka seolah-olah seragam. Bagian adminitrasi mengawasi masalah percetakan, penerbitan, dan penjualan. Bagian Pers bertugas membuat laporan yang dengan sendirinya sudah disensor. Penyaluran mula-mula dilakukan oleh pemerintah kemudia untuk kepraktisan dilakukan oleh kepala sekolah.
Buku-buku dibedakan menjadi seri A. Untuk anak-anak, seri B. Untuk mereka yang dewasa, seri C. Untuk mereka yang memiliki pengetahuan yang lebih lanjut, sebagai kelompok intelektual. Disamping meminjamkan Balai Pustaka juga menerbitan buku murah sebab tujuan utamanya bukan keuntungan tetapi bersifat politis. Yaitu untuk membatasi bacaan liar, ini merupakan fungsi badan kolonial. Selain menerbitkan buku sastra juga menerbitkan buku populer seperti; tata susila, pertanian, pertenakan, kesehatan, sejarah, adat istiadat, dan sebagainya. Disamping itu Balai Pustaka juga menerbitkan majalah antara lain; Sri Pustaka yang kemudian digantikan Panji Pustaka (berbahasa Melayu), kejawen( berbahasa Jawa), Parahiangan (sunda). Sastra Barat tidak hanya diterjemahkan dalam bahasa Melayu tetapi juga daerah, seperti; Sans Famile (Hector Marlot) menjadi sebatang kara(Melayu), Pinokio menjadi(pinokio’Melayu).
Sebagai hasil nyata bidang sastra, tahun 1914 berhasil menerbitkan novel pertama dalam bahasa Sunda Baruang Ka Nu (Racun bagi para Muda) Adiwinata. 1918 terbit si Jamin dan si Johan(Merari Siregar) kemudian disusul Siti Nurbaya.
Nyai Dasima (G.Francis, 1896)
A). Sinopsis Yai Dasima berasal dari kampung Kuripan Nyai seorang Inggris Edward W. dari hubungan mereka lahir seorang anak Nanci. Samiun ingin menguasai harta Dasima dan ingin menjadikanya istri kedua. Pada akhir cerita dasima dibunuh Samiun. Alasan yang pertama untuk merayu Dasima adalah agar ia beragama Islam kembali. Untuk memisahkan Dasima dari Edward W, ia menyewa Haji Salihun. Untuk membunuh Dasima ia menyewa Si Poasa.
Analisis.
Nyai Dasima ditulis oleh G. Fracis salah seorang keluarga Francis(Inggris). Yang banyak berperan dalam pemerintahan kolonial belanda. Cerita nya dikisahkan pada tahun 1813. seperti karya konvensional lainya tidak ada perbedaan antara karya sastra dengan kehidupan sehari-hari. Hubungan antara Edward dan Dasima seperti penjajah dan tanah jajahan. Hal ini doketahui oleh perbedaan harga diri yang sanagat besar antara bangsa Eropa dengan pribumi antaranya seolah-olah haram untuk menikah resmi.
Kalau aku termasuk: Sanguinis, Melankolis, Koleris atau Plegmatis ya?
Sifat manusia secara keseluruhan sampai sekarang kita tidak mungkin bisa mengklasifikasikan, karena umumnya isi dalam otak manusia melebihi apa yang bisa dibayangkan oleh manusia. Bahkan komputer yang super cangih pasti akan sulit menjelaskan apa yang dimaksud dengan cinta? Karena sampai sekarang cinta tidak bia didefinisikan dengan kata-kata manusia yang jumlahnya masih sangat terbatas. Apakah kita perna menyukai seseorang karena sifatnya.
Yang pasti aku perna mengalaminya. Dan yang pasti aku tanya padanya sebenarnya sifatnya itu bagaimana. Agar aku lebih memahaminya, karena aku ingin lebih mengenalnya. Tapi yah memang itu hanya menjadi pertayaanku saja. Karena jawabanya tidak perna aku mengerti.
KOLERIS pada umumnya mempunyai:
KEKUATAN:
* Senang memimpin, membuat keputusan, dinamis dan aktif
* Sangat memerlukan perubahan dan harus mengoreksi kesalahan
* Berkemauan keras dan pasti untuk mencapai sasaran/ target
* Bebas dan mandiri
* Berani menghadapi tantangan dan masalah
* "Hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini".
* Mencari pemecahan praktis dan bergerak cepat
* Mendelegasikan pekerjaan dan orientasi berfokus pada produktivitas
* Membuat dan menentukan tujuan
* Terdorong oleh tantangan dan tantangan
* Tidak begitu perlu teman
* Mau memimpin dan mengorganisasi
* Biasanya benar dan punya visi ke depan
* Unggul dalam keadaan darurat
KELEMAHAN:
* Tidak sabar dan cepat marah (kasar dan tidak taktis)
* Senang memerintah
* Terlalu bergairah dan tidak/susah untuk santai
* Menyukai kontroversi dan pertengkaran
* Terlalu kaku dan kuat/ keras
* Tidak menyukai air mata dan emosi tidak simpatik
* Tidak suka yang sepele dan bertele-tele / terlalu rinci
* Sering membuat keputusan tergesa-gesa
* Memanipulasi dan menuntut orang lain, cenderung memperalat orang lain
* Menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan
* Workaholics (kerja adalah "tuhan"-nya)
* Amat sulit mengaku salah dan meminta maaf
* Mungkin selalu benar tetapi tidak populer
kalau MELANKOLIS:
KEKUATAN:
* Analitis, mendalam, dan penuh pikiran
* Serius dan bertujuan, serta berorientasi jadwal
* Artistik, musikal dan kreatif (filsafat & puitis)
* Sensitif
* Mau mengorbankan diri dan idealis
* Standar tinggi dan perfeksionis
* Senang perincian/memerinci, tekun, serba tertib dan teratur (rapi)
* Hemat
* Melihat masalah dan mencari solusi pemecahan kreatif (sering terlalu kreatif)
* Kalau sudah mulai, dituntaskan.
* Berteman dengan hati-hati.
* Puas di belakang layar, menghindari perhatian.
* Mau mendengar keluhan, setia dan mengabdi
* Sangat memperhatikan orang lain
KELEMAHAN:
* Cenderung melihat masalah dari sisi negatif (murung dan tertekan)
* Mengingat yang negatif & pendendam
* Mudah merasa bersalah dan memiliki citra diri rendah
* Lebih menekankan pada cara daripada tercapainya tujuan
* Tertekan pada situasi yg tidak sempurna dan berubah-ubah
* Melewatkan banyak waktu untuk menganalisa dan merencanakan (if..if..if..)
* Standar yang terlalu tinggi sehingga sulit disenangkan
* Hidup berdasarkan definisi
* Sulit bersosialisasi
* Tukang kritik, tetapi sensitif terhadap kritik/ yg menentang dirinya
* Sulit mengungkapkan perasaan (cenderung menahan kasih sayang)
* Rasa curiga yg besar (skeptis terhadap pujian)
* Memerlukan persetujuan
kalau PLEGMATIS:
KEKUATAN:
* Mudah bergaul, santai, tenang dan teguh
* Sabar, seimbang, dan pendengar yang baik
* Tidak banyak bicara, tetapi cenderung bijaksana
* Simpatik dan baik hati (sering menyembunyikan emosi)
* Kuat di bidang administrasi, dan cenderung ingin segalanya terorganisasi
* Penengah masalah yg baik
* Cenderung berusaha menemukan cara termudah
* Baik di bawah tekanan
* Menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan
* Rasa humor yg tajam
* Senang melihat dan mengawasi
* Berbelaskasihan dan peduli
* Mudah diajak rukun dan damai
KELEMAHAN:
* Kurang antusias, terutama terhadap perubahan/ kegiatan baru
* Takut dan khawatir
* Menghindari konflik dan tanggung jawab
* Keras kepala, sulit kompromi (karena merasa benar)
* Terlalu pemalu dan pendiam
* Humor kering dan mengejek (Sarkatis)
* Kurang berorientasi pada tujuan
* Sulit bergerak dan kurang memotivasi diri
* Lebih suka sebagai penonton daripada terlibat
* Tidak senang didesak-desak
* Menunda-nunda / menggantungkan masalah.
kalau SANGUINIS:
KEKUATAN:
* Suka bicara
* Secara fisik memegang pendengar, emosional dan demonstratif
* Antusias dan ekspresif
* Ceria dan penuh rasa ingin tahu
* Hidup di masa sekarang
* Mudah berubah (banyak kegiatan / keinginan)
* Berhati tulus dan kekanak-kanakan
* Senang kumpul dan berkumpul (untuk bertemu dan bicara)
* Umumnya hebat di permukaan
* Mudah berteman dan menyukai orang lain
* Senang dengan pujian dan ingin menjadi perhatian
* Menyenangkan dan dicemburui orang lain
* Mudah memaafkan (dan tidak menyimpan dendam)
* Mengambil inisiatif/ menghindar dari hal-hal atau keadaan yang membosankan
* Menyukai hal-hal yang spontan
KELEMAHAN:
* Suara dan tertawa yang keras (terlalu keras)
* Membesar-besarkan suatu hal / kejadian
* Susah untuk diam
* Mudah ikut-ikutan atau dikendalikan oleh keadaan atau orang lain (suka nge-Gank)
* Sering minta persetujuan, termasuk hal-hal yang sepele
* RKP! (Rentang Konsentrasi Pendek)
* Dalam bekerja lebih suka bicara dan melupakan kewajiban (awalnya saja antusias)
* Mudah berubah-ubah
* Susah datang tepat waktu jam kantor
* Prioritas kegiatan kacau
* Mendominasi percakapan, suka menyela dan susah mendengarkan dengan tuntas
* Sering mengambil permasalahan orang lain, menjadi seolah-olah masalahnya
* Egoistis
* Sering berdalih dan mengulangi cerita-cerita yg sama
* Konsentrasi ke "How to spend money" daripada "How to earn/save money".
seperti dikutip dari berbagai sumber.
Yang pasti aku perna mengalaminya. Dan yang pasti aku tanya padanya sebenarnya sifatnya itu bagaimana. Agar aku lebih memahaminya, karena aku ingin lebih mengenalnya. Tapi yah memang itu hanya menjadi pertayaanku saja. Karena jawabanya tidak perna aku mengerti.
KOLERIS pada umumnya mempunyai:
KEKUATAN:
* Senang memimpin, membuat keputusan, dinamis dan aktif
* Sangat memerlukan perubahan dan harus mengoreksi kesalahan
* Berkemauan keras dan pasti untuk mencapai sasaran/ target
* Bebas dan mandiri
* Berani menghadapi tantangan dan masalah
* "Hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini".
* Mencari pemecahan praktis dan bergerak cepat
* Mendelegasikan pekerjaan dan orientasi berfokus pada produktivitas
* Membuat dan menentukan tujuan
* Terdorong oleh tantangan dan tantangan
* Tidak begitu perlu teman
* Mau memimpin dan mengorganisasi
* Biasanya benar dan punya visi ke depan
* Unggul dalam keadaan darurat
KELEMAHAN:
* Tidak sabar dan cepat marah (kasar dan tidak taktis)
* Senang memerintah
* Terlalu bergairah dan tidak/susah untuk santai
* Menyukai kontroversi dan pertengkaran
* Terlalu kaku dan kuat/ keras
* Tidak menyukai air mata dan emosi tidak simpatik
* Tidak suka yang sepele dan bertele-tele / terlalu rinci
* Sering membuat keputusan tergesa-gesa
* Memanipulasi dan menuntut orang lain, cenderung memperalat orang lain
* Menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan
* Workaholics (kerja adalah "tuhan"-nya)
* Amat sulit mengaku salah dan meminta maaf
* Mungkin selalu benar tetapi tidak populer
kalau MELANKOLIS:
KEKUATAN:
* Analitis, mendalam, dan penuh pikiran
* Serius dan bertujuan, serta berorientasi jadwal
* Artistik, musikal dan kreatif (filsafat & puitis)
* Sensitif
* Mau mengorbankan diri dan idealis
* Standar tinggi dan perfeksionis
* Senang perincian/memerinci, tekun, serba tertib dan teratur (rapi)
* Hemat
* Melihat masalah dan mencari solusi pemecahan kreatif (sering terlalu kreatif)
* Kalau sudah mulai, dituntaskan.
* Berteman dengan hati-hati.
* Puas di belakang layar, menghindari perhatian.
* Mau mendengar keluhan, setia dan mengabdi
* Sangat memperhatikan orang lain
KELEMAHAN:
* Cenderung melihat masalah dari sisi negatif (murung dan tertekan)
* Mengingat yang negatif & pendendam
* Mudah merasa bersalah dan memiliki citra diri rendah
* Lebih menekankan pada cara daripada tercapainya tujuan
* Tertekan pada situasi yg tidak sempurna dan berubah-ubah
* Melewatkan banyak waktu untuk menganalisa dan merencanakan (if..if..if..)
* Standar yang terlalu tinggi sehingga sulit disenangkan
* Hidup berdasarkan definisi
* Sulit bersosialisasi
* Tukang kritik, tetapi sensitif terhadap kritik/ yg menentang dirinya
* Sulit mengungkapkan perasaan (cenderung menahan kasih sayang)
* Rasa curiga yg besar (skeptis terhadap pujian)
* Memerlukan persetujuan
kalau PLEGMATIS:
KEKUATAN:
* Mudah bergaul, santai, tenang dan teguh
* Sabar, seimbang, dan pendengar yang baik
* Tidak banyak bicara, tetapi cenderung bijaksana
* Simpatik dan baik hati (sering menyembunyikan emosi)
* Kuat di bidang administrasi, dan cenderung ingin segalanya terorganisasi
* Penengah masalah yg baik
* Cenderung berusaha menemukan cara termudah
* Baik di bawah tekanan
* Menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan
* Rasa humor yg tajam
* Senang melihat dan mengawasi
* Berbelaskasihan dan peduli
* Mudah diajak rukun dan damai
KELEMAHAN:
* Kurang antusias, terutama terhadap perubahan/ kegiatan baru
* Takut dan khawatir
* Menghindari konflik dan tanggung jawab
* Keras kepala, sulit kompromi (karena merasa benar)
* Terlalu pemalu dan pendiam
* Humor kering dan mengejek (Sarkatis)
* Kurang berorientasi pada tujuan
* Sulit bergerak dan kurang memotivasi diri
* Lebih suka sebagai penonton daripada terlibat
* Tidak senang didesak-desak
* Menunda-nunda / menggantungkan masalah.
kalau SANGUINIS:
KEKUATAN:
* Suka bicara
* Secara fisik memegang pendengar, emosional dan demonstratif
* Antusias dan ekspresif
* Ceria dan penuh rasa ingin tahu
* Hidup di masa sekarang
* Mudah berubah (banyak kegiatan / keinginan)
* Berhati tulus dan kekanak-kanakan
* Senang kumpul dan berkumpul (untuk bertemu dan bicara)
* Umumnya hebat di permukaan
* Mudah berteman dan menyukai orang lain
* Senang dengan pujian dan ingin menjadi perhatian
* Menyenangkan dan dicemburui orang lain
* Mudah memaafkan (dan tidak menyimpan dendam)
* Mengambil inisiatif/ menghindar dari hal-hal atau keadaan yang membosankan
* Menyukai hal-hal yang spontan
KELEMAHAN:
* Suara dan tertawa yang keras (terlalu keras)
* Membesar-besarkan suatu hal / kejadian
* Susah untuk diam
* Mudah ikut-ikutan atau dikendalikan oleh keadaan atau orang lain (suka nge-Gank)
* Sering minta persetujuan, termasuk hal-hal yang sepele
* RKP! (Rentang Konsentrasi Pendek)
* Dalam bekerja lebih suka bicara dan melupakan kewajiban (awalnya saja antusias)
* Mudah berubah-ubah
* Susah datang tepat waktu jam kantor
* Prioritas kegiatan kacau
* Mendominasi percakapan, suka menyela dan susah mendengarkan dengan tuntas
* Sering mengambil permasalahan orang lain, menjadi seolah-olah masalahnya
* Egoistis
* Sering berdalih dan mengulangi cerita-cerita yg sama
* Konsentrasi ke "How to spend money" daripada "How to earn/save money".
seperti dikutip dari berbagai sumber.
Ratusan Juta Rupiah Lenyap Seketika
GETTY IMAGES/CHUNG SUNG JUN
CEO Lehman Brothers Biang Krisis Ekonomi AS /KompasTV
Kamis, 16 Oktober 2008 | 05:47 WIB
Laporan Wartawan Kompas, Simon Saragih
Sebagai nasabah Citigold, Citibank Jakarta, Vincent Lingga, tak merasa akan terjebak kerugian Rp 450 juta. Tanggal 15 September, hari kebangkrutan Lehman Brothers, mungkin salah satu hari tergelap yang akan selalu dia kenang.
Dunia seperti gelap baginya begitu muncul berita bahwa Lehman Brothers bangkrut. Ingatannya segera tertuju ke produk investasi bernama Principal Protected Notes dengan nilai 50.000 dollar AS, yang ditandatangani pada Juni 2007.
Produk investasi ini adalah keluaran Lehman Brothers yang dipasarkan oleh Citibank. ”Saya tidak menyangka akan jadi begini. Bayangan saya, selama ini saya dan nasabah Citigold yang lain dilayani begitu baik,” kata Vincent.
”Salah satu hal yang tertancap di benak saya ketika produk itu ditawarkan adalah brand Citibank, yang melekat dengan kualitas dan profesionalisme,” kata Vincent, seraya mengatakan investasi itu ada pilihan dan risiko yang dia sadari. Dia tidak semata-mata hendak menyalahkan Citibank, tetapi paling tidak akan menjadi semacam edukasi bagi pihak lain. Istilahnya, korban-korban lain agar tidak muncul lagi terjadi masa datang.
”Namun setelah saya periksa ulang, kemudian saya agak kaget. Ada keterangan yang menyebutkan bahwa produk investasi itu diperuntukkan bagi nasabah yang canggih,” kata Vincent, yang merasa tidak canggih mengkalkulasikan risiko. Kekecewaan saya, kata Vincent, keterangan itu baru diberikan setelah dana diserahkan dan perjanjian investasi sudah ditandatangani.
”Saya kira pihak kami sudah menjelaskan soal itu semua,” kata Irene Niwarlangga, relationship manager Citibank, yang melayani Vincent untuk menginvestasikan dananya ke produk Lehman Brothers itu.
Ada pihak lain yang juga jadi korban produk Lehman Brothers, namun minta namanya tidak disebutkan. Dia juga merasa tidak akan terjebak dengan produk Lehman Brothers. Masalahnya produk itu ditawarkan lewat Citibank, yang dianggap telah melayani nasabah dengan baik selama ini.
Ditta Amarhoseya, bagian Humas Citibank, yang ditugasi menjawab semua pertanyaan soal para korban Lehman Brothers sedang cuti.
Korban Lehman Brother bukan saja perorangan. PT Bank BNI Tbk juga menyatakan memiliki investasi senilai 7,8 juta dollar AS pada Lehman Brothers. Hal itu disampaikan Sekretaris Perusahaan BNI, Intan Abdams Katoppo, dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Rabu (15/10). Namun Intan tidak menerangkan bagaimana nasib dana sebesar 7,8 juta dollar AS atau sekitar Rp 75,66 miliar itu saat ini.
Gelisah
Korban-korban Lehman bukan saja di Indonesia. Chiu Hei-chun (72), warga Hongkong, menabung selama 50 tahun. Namun tabungan sebesar 520.000 dollar Hongkong itu ditabung untuk lenyap seketika karena Lehman Brothers bangkrut.
”Uang itu berharga bagi saya dan istri saya, untuk biaya perawatan kesehatan di hari tua dan biaya pemakaman kami suatu saat sehingga tidak membebani anak-anak,” Chiu.
Kini Chiu dia tidak saja kehilangan uang, tetapi istrinya tidak mau berbicara padanya. ”Saya biasa tidur empat jam sehari, namun saya tak bisa tidur sampai sekarang,” kata Chiu, dikutip Reuters, Rabu (15/10). Dia adalah salah satu dari 43.700 warga Hongkong, korban Lehman Brothers.
Awalnya, Chiu selalu menabung uangnya di dalam bentuk deposito. Nasib sialnya dimulai tiga tahun lalu. Karyawan bank tempat dia menabung membujuknya. Karyawan bank itu lebih ekstrem lagi, dengan gencar memberi jaminan bahwa produk Lehman Brothers aman.
”Saya sudah mengatakan pada karyawan bank itu bahwa saya tidak tahu apa-apa, dan saya memutuskan untuk menerima investasi itu hanya karena percaya sepenuhnya pada karyawan itu,” kata Chiu, yang berprofesi sebagai pencuci piring di sebuah restoran di Hongkong.
Sekitar 600 warga Singapura juga turut jadi korban Lehan Brothers. Sama seperti Vincent dan Chiu, mereka juga memberi produk Lehman Brothers dari bank tempat mereka menyimpan dana.
”Mereka (para karyawan bank) tidak pernah menyebutkan bahwa produk itu adalah produk Lehman Brothers. Saat ditawarkan, saya sudah mengatakan saya takut pada bank-bank AS,” kata Lin Ling, yang menanamkan dana 40.900 dollar AS di Lehman Brothers.
Saat ditawari produk itu pada Juli 2008, Lin mengatakan sudah mengetahui bahwa Lehman Brothers mulai menghadapi masalah. Namun mengatakan dia terus dikejar. Dia dan rekan-rekannya menunjukkan brosur produk investasi itu, yang sama sekali tidak menyebutkan itu produk keluaran Lehman Brothers.
”Saya tidak tahu bahwa itu adalah produk Lehman. Tak ada penjalasannya dalam bahasa China,” kata Madam Lee (60), yang menuntut bank tempat dia menandatangani investasi itu, mengembalikan simpanannya, yang sudah dialihkan ke investasi Lehman Brothers.
Di Mumbai, India, Grace Varghese (50), juga sudah kehilangan 50.000 dollar AS. ”Saya kini mengkonsumsi pil pereda tekanan darah,” kata Varghese, yang mulai berinvestasi di bursa saham Mumbai empat tahun lalu. ”Saya menangis kepada suami dan anak-anak. ”Saya rugi! Saya rugi! Saya rugi!,” kata Varghese.
Puisi Lama
Puisi Indonesia biasanya dibagi dua masa yaitu: puisi lama dan puisi baru, perbedaanya sebenarnya tidak begitu tepat. Karena yang disebut puisi lama masih dipakai sampai sekarang, misalnya pantun meskipun jarang para sastrawan membuat puisi ini. Karena itu, karena itu penyebutan lebih baik sebagai puisi tradisional dan puisi modern.
Puisi tradisional adalah puisi yang belum mendapatkan pengaruh kesusutraan Barat, Gurindam yang ditulis oleh Raja Ali Haji juga dianggap sebagai puisi tradisional, meskipun gurindam yang kita ketahui sekarang hanya gurindam yang ditulis Raja Ali, yang digubah sesudah pembaharuan yang dilakukan Abdullah Kadir Munshi. Puisi tradisional sekarang tidak diangap sastra yang tinggi, atau diangap sastra rahyat atau daerah saja. Walaupun bentuknya dan pemakainaya serupa dengan pantun sebelum abad dua puluh. Penyair yang mula-mula mengunakan puisi Modern adalah orang yang melihat kesusasteraan sebagai lambang kebebasan dari masa lampau dan masa waktu itu yang penuh Feodalisme. Mereka adalah orang yang terdidik dengan pendidikan barat, untuk menyatakan kebebasan mereka diciptakan puisi modern yang mendapatkan pengaruh sastra Barat.
Kenyataan sejarah menunjukan bahwa orang yang mempunyai perasaan Nasionalisme yang kuat. Seperti Muhamad Yamin adalah seorang pejuang kemerdekaan, dan Rustam Effendi di buang kenegeri belanda karena kegiatan politiknya yang mengiginkan kemerdekaan. Sedangkan Sanusi Pane juga memiliki Nasionalisme yang tingggi walau tak mengalami peristiwa seperti mereka bedua.
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri
Mesti menurut undangan mair
Disini terlihat pandangan Rustam Efendi. Terikat dengan yang lama tidak ada kebebasan, dan yang lama bagi dia tidak baik. Perhatikan, ia memberikan gelar pada golongan tua dalam dramanya yang bertujuk Bebasari. Salah seorang tokoh diberinya nama Maharaja Takutar menunjukan orang yang penakut dan sabar sehingga mau saja dihinakan orang.
Puisi tradisional melayu yang dikenal adalah puisi yang tertutup. Karena pengunaanya terbatas padahal yang tertentu dan bentuk yang terikat kepada ikatan yan telah ditentukan. Dan hal ini dapat kita temukan pada pantun dan syair.
Pantun adalah sebuah bentuk puisi yang terutama digunakan sebagai alat dalam persoalan tanya-jawap antar dua orang, misalnya antara pemuda dengan pemudi, ataupun bagian ratapan yang diyanyikan seperti pada nyayian. Kerena sifatnya itu, maka puisi ini tak mungkin digunakan untuk kepentingan yang lain.
Di samping itu, pantun juga terikat kepada atura persajakan yang kaku. Sebait pantun, diambil arti dalam arti yang agak luas, mesti terdiri dari jumlah baris yang genap, dua, empat, enam, atau delapan.
Dari mana datangnya lintah,
Dari sawah turun ke kali.
Dari mana datangnya cinta,
Dari mata turun ke hati.
Pantun tidak mungkin terdiri dari jumlah baris yang ganjil, karena akan ada satu baris yang tidak punya hubungan dengan baris yang lainya. Dalam hal ini hendaklah diingat bahwa sebait pantun mempunyai dua bagian utama, yaitu bagian isi (maksud), jumlah baris sampiran harus sama dengan jumlah baris isi. Tanpa sampiran, maka serangkum puisi atau pantun tak mungkin dikatakan pantun. Selain itu ada dua hal yang penting dalam pantun, yaitu unsur pelompatan peristiwa dengan sampiran berupa lukisan alam dan isi yang berhubungan dengan manusia (bukan alam). Dan kedua hal yang terpisah ini dihubungkan dengan persamaan bunyi.
Di sampin itu ada pembatasan lain dalam hubungan panjang pendek sebuah baris dalam pantun. Baris dalam pantun biasanya mempunyai kira-kira 4 hingga 6 kata, bergantung kepada panjang pendeknya sebuah kata. Atau bisa dikatkan sebuah baris pantun mempunyai jumlah suku kata sebanyak 8 hingga 12. dan ditengah-tengah sebuah baris dapat diperkirakan adanya semacam perhentian yang seakan-akan membagi baris itu dalam dua kesatuan pengucapan, sebagai yang terlihat dalam pengucapan yang berikut ini:
Pulau pandan/jauh di tengah
Di balik pulau/si Angsa dua
Hancur badan/dikandung tanah
Budi baik/dikenang jua.
Dari data di atas terdapat pemengalan puisi yang tidak mengikuti kaedah tata bahasa, karena itu hal tersebut dinamakan Pemengalan Puisi. Yang terpenting bagi bait pantun adalah rima pada akhir setiap baris yang beruba abab, yaitu baris pertama bersajak degan baris ketiga dan baris kedua dengan baris keempat.
Syair juga memiliki pembatasan yang tak kurang dari pantun. Syair dalam tradisi sastra kita biasanya digunakan untuk menceritakan sesuatu atau untuk berkisah. Karena itu tidak biasa ada syair terdiri dari beberapa bait saja. Dalam puisi modern biasanya untuk menceritakan perasaan tentang sesuatu, bukan menceritakan sesuatu. Di samping itu, mereka tidak berusaha untuk mengatakan hal itu dalam jumlah rangkap atau bait yang banyak sekali. Biasanya jumlah bait puisi modern beberapa bait saja tetapi yang pasti adalah jumlah bait tidak dibatasi dalam jumlahnya.
Bait sebuah syair selalu terdiri dalam empat baris. Jumlah perkataanya atau suku kata dalam sebuah baris juga terbatas sebagai yang ada dalam sebuah bait pantun. Yaitu antara 4 hingga 6 kata atau antara 8 hingga 12 suku kata. Di tengah-tengah suatu baris juga ada pemenggalan yang seolah membagi kedua baris tersebut dalam pembagian yang sama. Perbedaan yang tampak antara Pantun dan Syair, yaitu tidak ada pembagian sampiran dan isi pada sebuah bait syair. Dan rima bait syair adalah aaaa, bukan abab. Semua baris dalam bait syair akan berakhir dengan bunyi yang sama.
Berhentilah kisah/raja Hindustan,
Tersebutlah pula/suatu perkataan,
Abdul Hamid Shah/paduka sultan,
Duduklah baginda/bersuka-sukan,
Gurindam dalam beberapa hal lebih bebas dari pantun dan syair, sebagaimana yang terlihat pada gurindam yang dikarang Raja Ali Haji, yang juga mempunyai pembatasan yang tak bisa dihilangkan. Meskipun jumlah baris dan pola persajakan gurindam yaitu dua baris dalam satu rangkap atau bait yang bersajak aa, namun jumlah kata dan baris bebas. Yang harus dijaga adalah keseimbangan jumlah kata antara satu baris dengan baris yang lainya. Disini kebebasan yang ada dalam gurindam. Dan bagian yang lain lebih dekati syair. Sesuai dengan hal itu gurindam lebih kelihatan sebuah puisi untuk berkisah daripada puisi untuk menyatakan perasaan. Dan contohnya adalah gurindam 12:
Cari olehmu akan kawan,
Pilih segala orang yang setiawan.
Barang siapa khianat akan dirinya,
Apalagi kepada lainnya.
Hendak marah,
Dulukan hajat.
Abdullah telah mengadakan perubahan, tapi perubahan yang dilakukanya adalah perubahan isi. Abdullah telah mengubah dari isi yang berpusat di dalam kehidupan istana kepada kehidupan sehari-hari yang dialaminya sendiri. Tapi tidak ada perubahan bentuk sastra yang utama.
Puisi tradisional adalah puisi yang belum mendapatkan pengaruh kesusutraan Barat, Gurindam yang ditulis oleh Raja Ali Haji juga dianggap sebagai puisi tradisional, meskipun gurindam yang kita ketahui sekarang hanya gurindam yang ditulis Raja Ali, yang digubah sesudah pembaharuan yang dilakukan Abdullah Kadir Munshi. Puisi tradisional sekarang tidak diangap sastra yang tinggi, atau diangap sastra rahyat atau daerah saja. Walaupun bentuknya dan pemakainaya serupa dengan pantun sebelum abad dua puluh. Penyair yang mula-mula mengunakan puisi Modern adalah orang yang melihat kesusasteraan sebagai lambang kebebasan dari masa lampau dan masa waktu itu yang penuh Feodalisme. Mereka adalah orang yang terdidik dengan pendidikan barat, untuk menyatakan kebebasan mereka diciptakan puisi modern yang mendapatkan pengaruh sastra Barat.
Kenyataan sejarah menunjukan bahwa orang yang mempunyai perasaan Nasionalisme yang kuat. Seperti Muhamad Yamin adalah seorang pejuang kemerdekaan, dan Rustam Effendi di buang kenegeri belanda karena kegiatan politiknya yang mengiginkan kemerdekaan. Sedangkan Sanusi Pane juga memiliki Nasionalisme yang tingggi walau tak mengalami peristiwa seperti mereka bedua.
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri
Mesti menurut undangan mair
Disini terlihat pandangan Rustam Efendi. Terikat dengan yang lama tidak ada kebebasan, dan yang lama bagi dia tidak baik. Perhatikan, ia memberikan gelar pada golongan tua dalam dramanya yang bertujuk Bebasari. Salah seorang tokoh diberinya nama Maharaja Takutar menunjukan orang yang penakut dan sabar sehingga mau saja dihinakan orang.
Puisi tradisional melayu yang dikenal adalah puisi yang tertutup. Karena pengunaanya terbatas padahal yang tertentu dan bentuk yang terikat kepada ikatan yan telah ditentukan. Dan hal ini dapat kita temukan pada pantun dan syair.
Pantun adalah sebuah bentuk puisi yang terutama digunakan sebagai alat dalam persoalan tanya-jawap antar dua orang, misalnya antara pemuda dengan pemudi, ataupun bagian ratapan yang diyanyikan seperti pada nyayian. Kerena sifatnya itu, maka puisi ini tak mungkin digunakan untuk kepentingan yang lain.
Di samping itu, pantun juga terikat kepada atura persajakan yang kaku. Sebait pantun, diambil arti dalam arti yang agak luas, mesti terdiri dari jumlah baris yang genap, dua, empat, enam, atau delapan.
Dari mana datangnya lintah,
Dari sawah turun ke kali.
Dari mana datangnya cinta,
Dari mata turun ke hati.
Pantun tidak mungkin terdiri dari jumlah baris yang ganjil, karena akan ada satu baris yang tidak punya hubungan dengan baris yang lainya. Dalam hal ini hendaklah diingat bahwa sebait pantun mempunyai dua bagian utama, yaitu bagian isi (maksud), jumlah baris sampiran harus sama dengan jumlah baris isi. Tanpa sampiran, maka serangkum puisi atau pantun tak mungkin dikatakan pantun. Selain itu ada dua hal yang penting dalam pantun, yaitu unsur pelompatan peristiwa dengan sampiran berupa lukisan alam dan isi yang berhubungan dengan manusia (bukan alam). Dan kedua hal yang terpisah ini dihubungkan dengan persamaan bunyi.
Di sampin itu ada pembatasan lain dalam hubungan panjang pendek sebuah baris dalam pantun. Baris dalam pantun biasanya mempunyai kira-kira 4 hingga 6 kata, bergantung kepada panjang pendeknya sebuah kata. Atau bisa dikatkan sebuah baris pantun mempunyai jumlah suku kata sebanyak 8 hingga 12. dan ditengah-tengah sebuah baris dapat diperkirakan adanya semacam perhentian yang seakan-akan membagi baris itu dalam dua kesatuan pengucapan, sebagai yang terlihat dalam pengucapan yang berikut ini:
Pulau pandan/jauh di tengah
Di balik pulau/si Angsa dua
Hancur badan/dikandung tanah
Budi baik/dikenang jua.
Dari data di atas terdapat pemengalan puisi yang tidak mengikuti kaedah tata bahasa, karena itu hal tersebut dinamakan Pemengalan Puisi. Yang terpenting bagi bait pantun adalah rima pada akhir setiap baris yang beruba abab, yaitu baris pertama bersajak degan baris ketiga dan baris kedua dengan baris keempat.
Syair juga memiliki pembatasan yang tak kurang dari pantun. Syair dalam tradisi sastra kita biasanya digunakan untuk menceritakan sesuatu atau untuk berkisah. Karena itu tidak biasa ada syair terdiri dari beberapa bait saja. Dalam puisi modern biasanya untuk menceritakan perasaan tentang sesuatu, bukan menceritakan sesuatu. Di samping itu, mereka tidak berusaha untuk mengatakan hal itu dalam jumlah rangkap atau bait yang banyak sekali. Biasanya jumlah bait puisi modern beberapa bait saja tetapi yang pasti adalah jumlah bait tidak dibatasi dalam jumlahnya.
Bait sebuah syair selalu terdiri dalam empat baris. Jumlah perkataanya atau suku kata dalam sebuah baris juga terbatas sebagai yang ada dalam sebuah bait pantun. Yaitu antara 4 hingga 6 kata atau antara 8 hingga 12 suku kata. Di tengah-tengah suatu baris juga ada pemenggalan yang seolah membagi kedua baris tersebut dalam pembagian yang sama. Perbedaan yang tampak antara Pantun dan Syair, yaitu tidak ada pembagian sampiran dan isi pada sebuah bait syair. Dan rima bait syair adalah aaaa, bukan abab. Semua baris dalam bait syair akan berakhir dengan bunyi yang sama.
Berhentilah kisah/raja Hindustan,
Tersebutlah pula/suatu perkataan,
Abdul Hamid Shah/paduka sultan,
Duduklah baginda/bersuka-sukan,
Gurindam dalam beberapa hal lebih bebas dari pantun dan syair, sebagaimana yang terlihat pada gurindam yang dikarang Raja Ali Haji, yang juga mempunyai pembatasan yang tak bisa dihilangkan. Meskipun jumlah baris dan pola persajakan gurindam yaitu dua baris dalam satu rangkap atau bait yang bersajak aa, namun jumlah kata dan baris bebas. Yang harus dijaga adalah keseimbangan jumlah kata antara satu baris dengan baris yang lainya. Disini kebebasan yang ada dalam gurindam. Dan bagian yang lain lebih dekati syair. Sesuai dengan hal itu gurindam lebih kelihatan sebuah puisi untuk berkisah daripada puisi untuk menyatakan perasaan. Dan contohnya adalah gurindam 12:
Cari olehmu akan kawan,
Pilih segala orang yang setiawan.
Barang siapa khianat akan dirinya,
Apalagi kepada lainnya.
Hendak marah,
Dulukan hajat.
Abdullah telah mengadakan perubahan, tapi perubahan yang dilakukanya adalah perubahan isi. Abdullah telah mengubah dari isi yang berpusat di dalam kehidupan istana kepada kehidupan sehari-hari yang dialaminya sendiri. Tapi tidak ada perubahan bentuk sastra yang utama.
Penerima Nobel Sastra dari tahun 1901-2007
Penghargaan Nobel dalam Sastra diberikan pada orang yang "karyanya paling bagus dan memiliki idealisme yang maju". "Karyanya" biasanya menunjuk ke karya pengarang secara keseluruhan, tidak kepada karya satuan, namun karya satuan kadangkala disebut dalam penghargaan ini. Akademi Swedia menentukan siapa yang akan menerima penghargaan ini setiap tahun.
Di bawah ini adalah para penerima hadiah Nobel dalam sastra sejak 1901:
Abad ke-20
* 1901-Sully Prudhomme (Prancis)
* 1902-Christian Matthias Theodor Mommsen (Jerman)
* 1903-Bjørnstjerne Martinus Bjørnson (Swedia-Norwegia)
* 1904-Frédéric Mistral (Prancis)
José Echegaray y Eizaguirre (Spanyol)
* 1905-Henryk Adam Aleksander Pius Sienkiewicz (Polandia Kongres)
* 1906-Giosuè Carducci (Italia)
* 1907-Joseph Rudyard Kipling (Inggris)
* 1908-Rudolf Christoph Eucken (Jerman)
* 1909-Selma Ottilia Lovisa Lagerlöf (Swedia)
* 1910-Paul Johann Ludwig von Heyse (Jerman)
* 1911-Pangeran Maurice Polydore Marie Bernard Maeterlinck (Belgia)
* 1912-Gerhart Hauptmann (Jerman)
* 1913-Rabindranath Tagore (India)
* 1915-Romain Rolland (Prancis)
* 1916-Carl Gustaf Verner von Heidenstam (Swedia)
* 1917-Karl Adolph Gjellerup (Denmark) dan Henrik Pontoppidan (Denmark)
* 1919-Carl Friedrich Georg Spitteler (Swiss)
* 1920-Knut Hamsun (Norwegia)
* 1921-Anatole France (Prancis)
* 1922-Jacinto Benavente Martínez (Spanyol)
* 1923-William Butler Yeats (Irlandia)
* 1924-Władysław Stanisław Reymont (Polandia)
* 1925-George Bernard Shaw (Irlandia)
* 1926-Grazia Deledda (Italia)
* 1927-Henri-Louis Bergson (Prancis)
* 1928-Sigrid Undset (Norwegia)
* 1929-Paul Thomas Mann (Republik Weimar)
* 1930-Harry Sinclair Lewis (AS)
* 1931-Erik Axel Karlfeldt (Swedia)
* 1932-John Galsworthy (Inggris)
* 1933-Ivan Alekseyevich Bunin (Uni Soviet)
* 1934-Luigi Pirandello (Italia)
* 1936-Eugene Gladstone O'Neill (AS)
* 1937-Roger Martin du Gard (Prancis)
* 1938-Pearl Sydenstricker Buck (AS)
* 1939-Frans Eemil Sillanpää (Finlandia)
* 1944-Johannes Vilhelm Jensen (Denmark)
* 1945-Gabriela Mistral (Chili)
* 1946-Hermann Hesse (Swiss-Jerman)
* 1947-André Paul Guillaume Gide (Prancis)
* 1948-Thomas Stearns Eliot (AS)
* 1949-William Cuthbert Faulkner (AS)
* 1950-Earl Bertrand Arthur William Russell (Inggris)
* 1951-Pär Fabian Lagerkvist (Swedia)
* 1952-François Charles Mauriac (Prancis)
* 1953-Winston Churchill (Inggris)
* 1954-Ernest Miller Hemingway (AS)
* 1955-Halldór Kiljan Laxness (Islandia)
* 1956-Juan Ramón Jiménez Mantecón (Spanyol)
* 1957-Albert Camus (Prancis)
* 1958-Boris Leonidovich Pasternak (Борис Леонидович Пастернак) (Uni Soviet)
* 1959-Salvatore Quasimodo (Italia)
* 1960-Saint-John Perse (Prancis)
* 1961-Ivo Andrić (Yugoslavia)
* 1962-John Ernst Steinbeck (AS)
* 1963-Giorgos Seferis (Yunani)
* 1964-Jean-Paul Sartre (Prancis), menolak
* 1965-Mikhail Aleksandrovich Sholokhov (Михаил Александрович Шолохов) (Uni Soviet)
* 1966-Shmuel Yosef Agnon (Israel) dan Nelly Sachs (Jerman-Swedia)
* 1967-Miguel Ángel Asturias Rosales (Guatemala)
* 1968-Kawabata Yasunari (Jepang)
* 1969-Samuel Barclay Beckett (Irlandia)
* 1970-Aleksandr Isayevich Solzhenitsyn (Алекса́ндр Иса́евич Солжени́цын) (Uni Soviet)
* 1971-Pablo Neruda (Chili)
* 1972-Heinrich Theodor Böll (Jerman Barat)
* 1973-Patrick Viktor Martindale White (Australia)
* 1974-Eyvind Johnson (Swedia)
Harry Edmund Martinson (Swedia)
* 1975-Eugenio Montale (Italia)
* 1976-Saul Bellow (Kanada/AS)
* 1977-Vicente Pío Marcelino Cirilo Aleixandre y Merlo (Spanyol)
* 1978-Isaac Bashevis Singer (AS)
* 1979-Odysseas Elytis (Yunani)
* 1980-Czesław Miłosz (Polandia/AS)
* 1981-Elias Canetti (Inggris)
* 1982-Gabriel García Márquez (Kolombia)
* 1983-Sir William Gerald Golding (Inggris)
* 1984-Jaroslav Seifert (Cekoslowakia)
* 1985-Claude Simon (Prancis)
* 1986-Akinwande Oluwole Soyinka (Nigeria)
* 1987-Joseph Brodsky (Rusia/AS)
* 1988-Naguib Mahfouz (Mesir)
* 1989-Camilo José Cela Trulock (Spanyol)
* 1990-Octavio Paz Lozano (Meksiko)
* 1991-Nadine Gordimer (AfSel)
* 1992-Derek Alton Walcott (St. Lucia)
* 1993-Toni Morrison (AS)
* 1994-Kenzaburo Oe (大江 健三郎)(Jepang)
* 1995-Seamus Justin Heaney (Irlandia)
* 1996-Wisława Szymborska (Polandia)
* 1997-Dario Fo (Italia)
* 1998-José de Sousa Saramago (Portugal)
* 1999-Günter Grass (Jerman)
Di bawah ini adalah para penerima hadiah Nobel dalam sastra sejak 1901:
Abad ke-20
* 1901-Sully Prudhomme (Prancis)
* 1902-Christian Matthias Theodor Mommsen (Jerman)
* 1903-Bjørnstjerne Martinus Bjørnson (Swedia-Norwegia)
* 1904-Frédéric Mistral (Prancis)
José Echegaray y Eizaguirre (Spanyol)
* 1905-Henryk Adam Aleksander Pius Sienkiewicz (Polandia Kongres)
* 1906-Giosuè Carducci (Italia)
* 1907-Joseph Rudyard Kipling (Inggris)
* 1908-Rudolf Christoph Eucken (Jerman)
* 1909-Selma Ottilia Lovisa Lagerlöf (Swedia)
* 1910-Paul Johann Ludwig von Heyse (Jerman)
* 1911-Pangeran Maurice Polydore Marie Bernard Maeterlinck (Belgia)
* 1912-Gerhart Hauptmann (Jerman)
* 1913-Rabindranath Tagore (India)
* 1915-Romain Rolland (Prancis)
* 1916-Carl Gustaf Verner von Heidenstam (Swedia)
* 1917-Karl Adolph Gjellerup (Denmark) dan Henrik Pontoppidan (Denmark)
* 1919-Carl Friedrich Georg Spitteler (Swiss)
* 1920-Knut Hamsun (Norwegia)
* 1921-Anatole France (Prancis)
* 1922-Jacinto Benavente Martínez (Spanyol)
* 1923-William Butler Yeats (Irlandia)
* 1924-Władysław Stanisław Reymont (Polandia)
* 1925-George Bernard Shaw (Irlandia)
* 1926-Grazia Deledda (Italia)
* 1927-Henri-Louis Bergson (Prancis)
* 1928-Sigrid Undset (Norwegia)
* 1929-Paul Thomas Mann (Republik Weimar)
* 1930-Harry Sinclair Lewis (AS)
* 1931-Erik Axel Karlfeldt (Swedia)
* 1932-John Galsworthy (Inggris)
* 1933-Ivan Alekseyevich Bunin (Uni Soviet)
* 1934-Luigi Pirandello (Italia)
* 1936-Eugene Gladstone O'Neill (AS)
* 1937-Roger Martin du Gard (Prancis)
* 1938-Pearl Sydenstricker Buck (AS)
* 1939-Frans Eemil Sillanpää (Finlandia)
* 1944-Johannes Vilhelm Jensen (Denmark)
* 1945-Gabriela Mistral (Chili)
* 1946-Hermann Hesse (Swiss-Jerman)
* 1947-André Paul Guillaume Gide (Prancis)
* 1948-Thomas Stearns Eliot (AS)
* 1949-William Cuthbert Faulkner (AS)
* 1950-Earl Bertrand Arthur William Russell (Inggris)
* 1951-Pär Fabian Lagerkvist (Swedia)
* 1952-François Charles Mauriac (Prancis)
* 1953-Winston Churchill (Inggris)
* 1954-Ernest Miller Hemingway (AS)
* 1955-Halldór Kiljan Laxness (Islandia)
* 1956-Juan Ramón Jiménez Mantecón (Spanyol)
* 1957-Albert Camus (Prancis)
* 1958-Boris Leonidovich Pasternak (Борис Леонидович Пастернак) (Uni Soviet)
* 1959-Salvatore Quasimodo (Italia)
* 1960-Saint-John Perse (Prancis)
* 1961-Ivo Andrić (Yugoslavia)
* 1962-John Ernst Steinbeck (AS)
* 1963-Giorgos Seferis (Yunani)
* 1964-Jean-Paul Sartre (Prancis), menolak
* 1965-Mikhail Aleksandrovich Sholokhov (Михаил Александрович Шолохов) (Uni Soviet)
* 1966-Shmuel Yosef Agnon (Israel) dan Nelly Sachs (Jerman-Swedia)
* 1967-Miguel Ángel Asturias Rosales (Guatemala)
* 1968-Kawabata Yasunari (Jepang)
* 1969-Samuel Barclay Beckett (Irlandia)
* 1970-Aleksandr Isayevich Solzhenitsyn (Алекса́ндр Иса́евич Солжени́цын) (Uni Soviet)
* 1971-Pablo Neruda (Chili)
* 1972-Heinrich Theodor Böll (Jerman Barat)
* 1973-Patrick Viktor Martindale White (Australia)
* 1974-Eyvind Johnson (Swedia)
Harry Edmund Martinson (Swedia)
* 1975-Eugenio Montale (Italia)
* 1976-Saul Bellow (Kanada/AS)
* 1977-Vicente Pío Marcelino Cirilo Aleixandre y Merlo (Spanyol)
* 1978-Isaac Bashevis Singer (AS)
* 1979-Odysseas Elytis (Yunani)
* 1980-Czesław Miłosz (Polandia/AS)
* 1981-Elias Canetti (Inggris)
* 1982-Gabriel García Márquez (Kolombia)
* 1983-Sir William Gerald Golding (Inggris)
* 1984-Jaroslav Seifert (Cekoslowakia)
* 1985-Claude Simon (Prancis)
* 1986-Akinwande Oluwole Soyinka (Nigeria)
* 1987-Joseph Brodsky (Rusia/AS)
* 1988-Naguib Mahfouz (Mesir)
* 1989-Camilo José Cela Trulock (Spanyol)
* 1990-Octavio Paz Lozano (Meksiko)
* 1991-Nadine Gordimer (AfSel)
* 1992-Derek Alton Walcott (St. Lucia)
* 1993-Toni Morrison (AS)
* 1994-Kenzaburo Oe (大江 健三郎)(Jepang)
* 1995-Seamus Justin Heaney (Irlandia)
* 1996-Wisława Szymborska (Polandia)
* 1997-Dario Fo (Italia)
* 1998-José de Sousa Saramago (Portugal)
* 1999-Günter Grass (Jerman)
Tujuh Ciri Bahasa Tulis
1. Dalam pemakaian bahasa secara tertulis si pembicara (penulis) maupun si pendengar (Pembaca) kehilangan sarana komunikasi yang dalam pemakaian bahasa lisan memberikan sumbangan paling hakiki untuk terjadi dan berhasilnya komunikasi. Sarana tersebut biasanya disebut Supra Segmental ( Unlen Beck memakai istilah music) dan para linguistik dan ekstralingual. Yang dimaksud dengan supra segmental ialah Gejala intonasi (aksen, tekanan kata, tinggi rendahnya nada, dan keras lemahnya suara). Gejala tersebut sebagian merupakan unsur sistem bahasa yang bersifat fonemik. Sehingga langsung relevan dengan pemahaman stuktur kata dan kalimat, sebagian pula tidak langsung bersifat fonemik, tet api tidak kurang pentingnya untuk behasilnya komunikasi. Gejala semacam itu misalnya tekanan suara tertentu, lagu kalimat yang istimewa. Bicara yang cepat atau lambat, suara yang keras atau lirih. Disamping itu ada gerak-gerik tangan, mata, atau angota badan yang lain. Yang dapat menyokong dan turut menjelaskan pesan yang ingin disampaikan. Dari data semacam itu kita mengerti keadaan mental si pembicara. Apakah dia marah, senang, ataukah sedih. keber silan komunikasi tidak hanya bergantung efek sarana lingual saja. Pemahaman bahasa lisan adalah hasil pemakain bersama subtil dari data-data penegtahuan lingual dan ekstra lingual dari informasi adiktif. Visual dan kognitif (berdasarkan pengetahuan atau penafsiran).
2. Dalam bahasa tulis biasanya tidak ada kemungkinan hubungan fisik antara penulis dengan pembaca. Penulis harus mengucapkan sesuatu dengan lebih ekplesif, harus sejelas mungkin, dan juga harus hati-hati. Sedangak pembaca juga harus mengambil sikap yang lain. Melakukan tugas Interpletasi karena tidak adanya interaksi yang spontan sehingga lebih sulit.
3. Dalam bahasa teks tertulis seringkali, tidak hadir sebagian atau seluruhnya dalam situasi komunikasi. Contoh yang paling jelas adalah karangan atau surat anonim.
4. Teks tertulis juga mungkin makin lepas dari keterangan riferensi aslinya.. penulis mungkin membuat tulisanya berdasarkan situasi tertentu. Yaitu situasi pribadi atau situasi sosial. Tetapi pembaca tidak mengetahui situasi tersebut. Bahkan pembaca mengalami situasi yang lain sekali dialami penulis. Dengan membina situasinya sendiri sebagai pembaca dan berdasaran informasi yang terkandung dalam tulisan yang dibacanya.
5. Pembaca bahasa tulis punya keuntungan dapat menunda membaca atau membacanya berulang-ulang.
6. Teks tertulis prinsipnya dapat diproduksi dalam berbagai bentuk, Fotokopi, stesilan, buku, dan lain-lain. Yang berarti lingkungan orang yang terlibat dalam tindak komunikasi dengan bahasa tulisan pada prisipnya jauhlebih berat dan luas daripada situasi yang terdapat pada bahasa lisan.
2. Dalam bahasa tulis biasanya tidak ada kemungkinan hubungan fisik antara penulis dengan pembaca. Penulis harus mengucapkan sesuatu dengan lebih ekplesif, harus sejelas mungkin, dan juga harus hati-hati. Sedangak pembaca juga harus mengambil sikap yang lain. Melakukan tugas Interpletasi karena tidak adanya interaksi yang spontan sehingga lebih sulit.
3. Dalam bahasa teks tertulis seringkali, tidak hadir sebagian atau seluruhnya dalam situasi komunikasi. Contoh yang paling jelas adalah karangan atau surat anonim.
4. Teks tertulis juga mungkin makin lepas dari keterangan riferensi aslinya.. penulis mungkin membuat tulisanya berdasarkan situasi tertentu. Yaitu situasi pribadi atau situasi sosial. Tetapi pembaca tidak mengetahui situasi tersebut. Bahkan pembaca mengalami situasi yang lain sekali dialami penulis. Dengan membina situasinya sendiri sebagai pembaca dan berdasaran informasi yang terkandung dalam tulisan yang dibacanya.
5. Pembaca bahasa tulis punya keuntungan dapat menunda membaca atau membacanya berulang-ulang.
6. Teks tertulis prinsipnya dapat diproduksi dalam berbagai bentuk, Fotokopi, stesilan, buku, dan lain-lain. Yang berarti lingkungan orang yang terlibat dalam tindak komunikasi dengan bahasa tulisan pada prisipnya jauhlebih berat dan luas daripada situasi yang terdapat pada bahasa lisan.
Modernisasi Thailand Berawal di Jawa
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Lili (60), perawat situs yang ditugasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, melakukan perawatan rutin dengan membersihkan batu bersejarah bertuliskan paraf Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand di sekitar tempat wisata Curug Dago, Bandung, Jawa Barat, Senin (2/6). Raja Chulalongkorn mengunjungi tempat ini pada 19 Juni 1896 dan 6 Juni 1901. Raja Chulalongkorn membubuhkan parafnya di atas batu tersebut pada kunjungannya yang kedua.
Selasa, 14 Oktober 2008 | 09:11 WIB
Oleh : Iwan Santosa
Kehidupan dan kemajuan Pulau Jawa akhir tahun 1800-an dan awal 1900 ternyata menjadi inspirasi bagi modernisasi Kerajaan Siam (Thailand) yang kini menjadi salah satu pelaku industri otomotif, pertanian, perkebunan, serta produk pangan olahan kelas dunia.
Semua itu berawal dari kunjungan Raja Rama V atau Raja Chulalangkorn yang dikenal sebagai pembaru Siam ke seantero Pulau Jawa pada tahun 1871, 1896, dan 1901. Raja Chulalangkorn adalah putra sulung Raja Mongkut atau Raja Rama IV yang dikenal dalam film legendaris Anna and the King.
Kunjungan Raja Chulalangkorn diabadikan di utara Kota Bandung di kaki air terjun Dago. Raja Chulalangkorn yang menghadiahkan patung gajah di Museum Nasional, Jakarta, menorehkan nama dalam prasasti di batu besar di kaki air terjun. Putra Raja Chulalangkorn, Raja Rama VII atau Raja Prajadiphok, juga singgah di air terjun Dago pada 12 Agustus 1929 dan meninggalkan prasasti serupa.
Dua buah gazebo kayu berarsitektur Thailand warna merah, hijau, dan kuning emas sudah berdiri menaungi dua prasasti peninggalan Raja Chulalangkorn dan Raja Prajadiphok. Gazebo tersebut menambah indah pemandangan air terjun Dago yang mengalir deras.
Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Thailand untuk RI Sombat Khattapan mengatakan, prasasti itu merupakan tanda persahabatan kerajaan Siam dengan masyarakat Jawa dan Indonesia.
”Raja Chulalangkorn belajar banyak dari keberadaan infrastruktur dan industri modern di Jawa zaman itu, seperti kereta api, jalan raya, hingga perkebunan yang menjadi tulang punggung ekonomi Thailand sekarang. Setelah beliau kembali ke Siam, pelbagai perintah untuk membangun jaringan kereta api, perintisan perkebunan karet, hingga pelebaran jalan ukuran dikerjakan serius setelah membuat catatan secara detail segala segi kehidupan di Pulau Jawa,” kata Sombat.
Diminati wisatawan
Imtip Suharto, warga Bandung yang secara teratur datang ke air terjun Dago, menyayangkan banyaknya sampah di air terjun Dago yang hanyut dari hunian warga di daerah hulu. Padahal, air terjun tersebut dapat menjadi magnet bagi wisatawan mancanegara, seperti Belanda hingga Thailand. Khususnya bagi bangsa Thai, situs peninggalan para raja dari dinasti Chakri selalu dihormati dan dikunjungi secara berkala. ”Sayang kalau situs ini rusak. Bahkan, papan penanda situs dari besi juga rusak digergaji,” kata Imtip.
Imtip yang juga menulis Journeys to Java by a Siamese King mencatat betapa Raja Chulalangkorn menjalin hubungan baik dengan penguasa Jawa dari semua keraton yang ada di Yogyakarta dan Surakarta. Beliau juga bersahabat dengan keraton- keraton di Cirebon, Jawa Barat.
Berdasarkan data yang diolah Imtip dari pelbagai sumber, sungguh layak jika Raja Chulalangkorn belajar dari Pulau Jawa. Kala itu, galangan kapal terbesar di dunia terdapat di Surabaya. Pelbagai industri dari usaha kecil menengah pembuatan topi hingga permesinan dikunjungi lalu dicatat secara detail untuk dikembangkan di kerajaan Siam (nama kerajaan Thailand baru resmi digunakan tahun 1940-an).
Kini bangsa Thailand menikmati buah dari proses studi banding ke mancanegara hingga Eropa-Amerika yang diawali di Pulau Jawa. Peresmian situs air terjun Dago seharusnya menjadi cambuk bagi bangsa Indonesia untuk bangkit kembali di semua bidang dan kembali menjadi panutan bagi bangsa lain.
MODEL SASTRA ABRAMS
Dalam model ini terkandunglah pendekatan kritis yang utama terhadap karya sastra sebagai berikut:
• Pendekatan yang menitik beratkan karya sastra itu sendiri: Pendekatan ini di sebut pendekatan Obyektif.
• Pendektan yang menitik beratkan penulis: Pendekatan ini disebut Ekspresif
• Pendekatan yang menitik beratkan semesta: Pendekatan ini disebut Mimetik
• Pendekatan yang menitik beratkan Pembaca: Pendekatan ini disebut pendekatan Pragmatik.
BENTUK KARYA SASTRA SEBAGAI VARIABEL
Faktor waktu dari segi lainpun masih merupakan sesuatu yang penting dalam penelitian sastra: karya sastra bukanlah sesuatu yang stabil, tetap, takterubahkan; seorang ahli sastra yang sangat berjasa di bidang penelitian teks asli drama Shakespeare, Freson dan, Bowers perna menyebutkan The remorseleser corupting influense that carraway at text during the course of it’s trasmitions (Bowers 1959:8). Pengaruh perusak yang tak kenal ampun, yang mengerogoti sebuah teks sepanjang waktu penurunanya. Yaitu para penyalin naskah.
Variasi Merupakan dan memerankan peran yang penting dan khas dalam hal sastra lisan, yang biasanya tidak diselamatkan dalam bentuk yang lebih luas dan lebih asasi daripada yang biasanya kita lihat dari teori sastra: khususnya di indonesia sastra lisan sangat penting. Tidak hanya sebagai gejala tersendiri tetapi juga interaksi dengan sastra tulis. Malahan dapat dikatakan sejarah sastra, tidak dapat ditulisakan tanpa menyertakan sastra lisan. Sastra tulis dalam fungsi kemasayarakatanya banyak menunjukan gejala yang khas untuk sastra lisan. Sastra lisan paling sering berfungsi sebagai performing art. Maka itu masalah penelitian sastra lisan akan dibahas.
Fungsi bahasa misalnya; kalau terinjak paku kita akan menjerik suatu kata yang menyatakan bhawa kita merasa kesakitan” Aduh” ini merupakan fungsi ekspresif dari bahasa lisan dan fatikdalam artian bahwa saya yang mnegatakan aduh tadi menyatakan situasi dengan barang siapa yang kebetulan sakit.
Fungsi konatif, apeal yaitu kita minta perhatian atau tolong kepada orang lain dan bisa juga kita mengharapakan kasih sayang dari orang lain.
Fungsi refesial, sebab kata aku merupakan akibat kita spontan saja mengalami suatu peristiwa. Yang dalam bahasa indonesia menjadi sistematik (hai sahabat) konatif yang dominan karena kita mengiginkan perhatian dari seseoang.
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulanya terbuang
Aku disini tidak seperti bahasa sehari-hari mengacu pada pembicara, pemakain kata AKU, yaitu Chairil Anwar melainkan pada seseorang yang ke-aku-anya, kita jabarkan atas bahan sajak itu sendiri. berdasarkan kemampuan kita sebagai pemakai bahasa Indonesia. Lepas dari ancuan yang kongkrit dalam kenyataan atau realitas demikian pula dengan biantang. Yang dipakai secara metafora dengan alang. Dengan segala macam gejala lain, yang kita temui dalam bahasa sajak ini, rima, dan irama. Oleh karena itu tidak ada acuan di luar sajak itu yang diketahui dan disetujuhi baik oleh pengirim maupun oleh penerima pesan (dengan kata lain oleh doaminya fungsi puitik terhadap fungsi Reverial).
Maka puisi mungkin ambigu, bermakna ganda. Lagi pula pengirim dan penerima peran itu tidak jelas orangnya. Pesan yang dapat sajak menjadi sesuatu” an enduring thing” lain dengan pemakai bahasa yang normal guna apabila fungsi sudah terpenuhi. Kalau peranya sudah diterima dengan baik oleh pendengar, pengirim dan penerima tidak jelas (Reflications); sajak sekaligus benda dan tanda ekuivalsusi bunyi. Dalam bentuk rima, aliterasi, asonansi; tetapi dalm skema mantra seperti kidung dan kakawin yang mempunyai kesejajaran. Antara larik dan larik, antara pupuh dengan pupuh dan di dalam larik ada macam-macam kesejajaran: seluruhnya disebut sstem mantra.
Demikian pula irama berdasarkan kesejajaran tertentu, tetapi kesejajaran dapat juga bersifat morfologi atau sintaksis yang di ulang secara sisitematik. Dalam bentuk puisi tertentu, sedangkan gejala sebagai majas. Metafora dan metomini juga dapat di lihat dari segi ekuivalansi. Yaitu ekaulivansi semantik kala tertentu dipakai secara metafora karena dalam pandangan penyair ada persamaan tertentu antara hal yang ingin dirujuk dengan makna kata yang dipakai secara metafora. Chairil menyebut si” Aku” lirik dalam sajak ”Aku” : binatang jalang karena ternyata dalam rangka dunia rekaan sajak itu ada persamaan tertentu antara kosep binatang yang dibanyangkan oleh kata binatang dengan pandangan terhadap siaku ini. Sifat kebinatanganya yang justru oleh metafora berdasarkan prisip ekuevalensi.
Bukan linguislah yang menentukan apa yang relevan dalam sajak tapi pembacanya: yang berdasarkan pengalaman sebagai pembaca puisi. Dengan segala pengetahuan apa relevan dan punya fungsi puitik pada suatu sajak. Sajak lebih dari stuktur tata bahasa” No Gramatical analysis of poem can give us more then gramar of poem” rifatere menonjolkan sajak sebagai sarana kmunikasi yang berfungsi dalam kotak Stilistik(R) yang sama dengan konteks harapan pembaca.
Peneliti harus membina semacam ( Suparander) sebagai sarana pengupasan; adalah gabungan segala response terhadap sajak yang telah dikumpulakan. Sejauh response itu dilepaskan dari unsur subyektif di luar tindak komunikasi. Aspek puisi terpenting adalah ketegangan antar arti mimetik unsur bahasa dan makna smeiotiknya.
Masalah Jenis Sastra: teori Aristoteles
A. Media Of Representatons ( sarana perwujudan)
• Prosa
• Puisi; karya yang memanfatakan hanya satu mantra (mentrum) misalnya epik, ind: Syair.
• Karya lebih dari satu matra (tragedi dan kakawin)
B. Object of reprentation (Objek Perwujudan) yang menjadi objek pada prinsipnya selalu manusia tetapi ada tiga kemungkinan:
1. Manusia rekaan yang lebih agung dari manusia nyata: tragedi, epik homorus, dan cerita panji.
2. Manusia rekaan lebih hina dari manusia nyata: komedi,lenong.
3. Manusia rekaan sama dengan manusia nyata : Roman>Cleophon
C. Manners of Poetic Representations
1. Teks sebagian dari cerita, sebagian disampaikan melalui ujaran tokoh (Dialog); Epik
2. Yang berbicara si Aku lirik penyair; Lirik
3. Yang berbicara para tokoh saja; drama
Karya Sastra dan Kenyataan
Plato percaya seniman di ilhami oleh dewi keindahan MUSE. Seni adalah banyangan dari benda yang rendah nilainya, tapi seni memiliki hubungan tak langsung dengan sifat hakiki benda, tidak ada pertentangan realisme dan idealisme dalam seni. Seni yang terbaik tercipta lewat nimemis. Seni harusnya benar, dan seniman harus bersifat rendah hati. Lagi pula seniman cenderung menghimbau bukan rasio, nalar manusia. Melainkan nafsu emosi menurut Plato harus ditekan. Seni menimbulkan nafsu sedangakn manusia yang berani harus merendahkan nafsu.
Tetapi hal ini justru dibantah oleh Aristoteles, muridnya sendiri. karena ia mengangap seni justru mensucikan manusia lewat proses yang disebut katarsis. Penyucian sehingga hasil yang didapatkan akan menimbulkan kekhawatiran dan rasa kasihan dalam hasil karya seni membebaskan dari nafsu yang rendah, karya seni memuaskan estetik keadaan jiwa dan budi manusia yang justru akan ditingkatkan. Sehingga manusia menjadi budiman.
Teeuw, A.1988. Sastra dan Ilmu Sastra ”Pengantar teori Sastra”. Jakarta: Pustaka Jaya
Sejarah Mao dan Pemikiranya
Masa kecil
Lahir di sebuah keluarga petani miskin, sejak kecil Mao harus bekerja keras dan hidup prihatin. Meskipun di kemudian hari keadaan ekonomi keluarganya meningkat, tetapi kesengsaraan di masa kecil itu banyak mempengaruhi kehidupannya kelak.
Ketika kecil, Mao dikirim untuk belajar di sekolah dasar. Pendidikannya sewaktu kecil juga mencakup ajaran-ajaran klasik Konfusianisme. Tetapi pada usia 13 tahun, ayahnya menyuruhnya berhenti bersekolah dan menyuruhnya bekerja di ladang-ladang. Mao memberontak dan bertekad ingin menyelesaikan pendidikannya sehingga ia nekat kabur dari rumah dan melanjutkan pendidikannya di tempat lain. Pada tahun 1905, ia mengikuti ujian negara yang pada saat itu mulai menghapus paham-paham konfusianisme lama; digantikan oleh pendidikan gaya Barat. Hal ini menandakan permulaan ketidakpastian intelektual di Cina.
Pada tahun 1911, Mao terlibat dalam Revolusi Xinhai yang merupakan revolusi melawan Dinasti Qing yang berakibat kepada runtuhnya kekaisaran Cina yang sudah berkuasa lebih 2000 tahun sejak tahun 221 SM. Tahun 1912, Republik Cina diproklamasikan oleh Sun Yat-sen dan Cina dengan resmi masuk ke zaman republik. Mao lalu melanjutkan sekolahnya dan mempelajari banyak hal antara lain budaya barat. Pada tahun 1918 ia lulus dan lalu kuliah di Universitas Beijing. Di sana ia akan berjumpa dengan para pendiri PKT yang berhaluan Marxis.
Mao dan Partainya
Mao pada tahun 1946 di Yan'an
Partai Mao didirikan pada tahun 1921 dan Mao semakin hari semakin vokal. Antara tahun 1934 – 1935 ia memegang peran utama dan memimpin Tentara Merah Cina menjalani “Mars Panjang”. Lalu semenjak tahun 1937 ia ikut menolong memerangi Tentara Dai Nippon yang menduduki banyak wilayah Cina. Akhirnya Perang Dunia II berakhir dan perang saudara berkobar lagi. Dalam perang yang melawan kaum nasionalis ini, Mao menjadi pemimpin kaum Merah dan akhirnya ia menangkan pada tahun 1949. Pada tanggal 1 Oktober tahun 1949, Republik Rakyat Cina diproklamasikan dan pemimpin Cina nasionalis; Chiang Kai Shek melarikan diri ke Taiwan.
Dalam PKT Mao sendiri sejak tahun 1943 adalah ketua sekretariat partai dan Politbiro tetapi sebenarnya ia mengontrol seluruh partai sampai ia mati pada tahun 1976. Kepemimpinan mungkin tidak kejam secara vulgar seperti Stalin tetapi kekerasan kebijakannya dan kelakuannya yang semau dirinya sendiri membawa rakyat Cina terpuruk ke dalam kehancuran dan kesengsaraan yang luar biasa.
Falsafah Mao
Mao Zedong di tahun 1936
Mao sebenarnya bukan seorang filsuf yang orisinil. Gagasan-gagasannya berdasarkan bapak-bapak sosialisme lainnya seperti Karl Marx, Friedrich Engels, Lenin dan Stalin. Tetapi ia banyak berpikir tentang materialisme dialektik yang menjadi dasar sosialisme dan penerapan gagasan-gagasan ini dalam praktek seperti dikerjakan Mao bisa dikatakan orisinil. Mao bisa pula dikatakan seorang filsuf Cina yang pengaruhnya paling besar dalam Abad ke 20 ini.
Konsep falsafi Mao yang terpenting adalah konflik. Menurutnya: “Konflik bersifat semesta dan absolut, hal ini ada dalam proses perkembangan semua barang dan merasuki semua proses dari mula sampai akhir.” Model sejarah Karl Marx juga berdasarkan prinsip konflik: kelas yang menindas dan kelas yang tertindas, kapital dan pekerjaan berada dalam sebuah konflik kekal. Pada suatu saat hal ini akan menjurus pada sebuah krisis dan kaum pekerja akan menang. Pada akhirnya situasi baru ini akan menjurus kepada sebuah krisis lagi, tetapi secara logis semua proses akhirnya menurut Mao, akan membawa kita kepada sebuah keseimbangan yang stabil dan harmonis. Mao jadi berpendapat bahwa semua konflik bersifat semesta dan absolut, jadi dengan kata lain bersifat abadi. Konsep konflik Mao ini ada kemiripannya dengan konsep falsafi yin-yang. Semuanya terdengar seperti sebuah dogma kepercayaan. Di bawah ini disajikan sebuah cuplikan tentang pemikirannya tentang konflik.
Dalam ilmu pengetahuan semuanya dibagi berdasarkan konflik-konflik tertentu yang melekat kepada obyek-obyek penelitian masing-masing. Konflik jadi merupakan dasar daripada sesuatu bentuk disiplin ilmu pengetahuan. Di sini bisa disajikan beberapa contoh: bilangan negatif dan positif dalam matematika, aksi dan reaksi dalam ilmu mekanika, aliran listrik positif dan negatifa dalam ilmu fisika, daya tarik dan daya tolak dalam ilmu kimia, konflik kelas dalam ilmu sosial, penyerangan dan pertahanan dalam ilmu perang, idealisme dan materialisme serta perspektif metafisika dan dialektik dalam ilmu filsafat dan seterusnya. Ini semua obyek penelitian disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang berbeda-beda karena setiap disiplin memiliki konfliknya yang spesifik dan esensi atau intisarinya masing-masing.
Contoh-contoh yang diberikan oleh Mao Zedong mengenai 'konflik' dalam disiplin yang berbeda-beda diambilnya dari Lenin. Beberapa analogi memang pas tetapi yang lain-lain tidak. Bilangan-bilangan negatif dan positif merupakan sebuah contoh yang buruk mengenai dialektika marxisme karena perbedaan mereka tidak dinamis: hanya ada bilangan-bilangan negatif dan positif baru yang bermunculan. Pendapat Mao menjadi meragukan lagi apabila ia mengatakan bahwa 'konflik'-'konflik' ini merupakan 'intisari' daripada disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Bilangan negatif dan positif bukanlah intisari ilmu matematika, begitu pula metafisika dan dialektika bukanlah intisari dari filsafat. Mao adalah seseorang yang terpelajar dan pengertian-pengertiannya yang salah bisa diterangkan dari sebab ia sangat terobsesi dengan konsep konflik ini. Obsesi ini juga mempengaruhi keputusan-keputusan politiknya seperti akan dipaparkan di bawah nanti.
Konsep Yin Yang mempengaruhi pandangan falsafi Mao Zedong.
Konsep Mao kedua yang penting adalah konsepnya mengenai pengetahuan yang juga ia ambil dari paham Marxisme. Mao berpendapat bahwa pengetahuan merupakan lanjutan dari pengalaman di alam fisik dan bahwa pengalaman itu sama dengan keterlibatan.
Jika engkau mencari pengetahuan maka engkau harus terlibat dengan keadaan situasi yang berubah. Jika kau ingin mengetahui bagaimana sebuah jambu rasanya, maka jambu itu harus diubah dengan cara memakannya. Jika engkau ingin mengetahui sebuah struktur atom, maka engkau harus melakukan eksperimen-eksperimen fisika dan kimia untuk mengubah status atom ini. Jika engkau ingin mengetahui teori dan metoed revolusi, maka engkau harus mengikutinya. Semua pengetahuan sejati muncul dari pengalaman langsung.
Hanya setelah seseorang mendapatkan pengalaman, maka ia baru bisa melompat ke depan. Setelah itu pengathuan dipraktekkan kembali yang membuat seseorang mendapatkan pengalaman lagi dan seterusnya. Di sini diperlihatkan bahwa Mao tidak saja mengenal paham Marxisme tetapi juga paham neokonfusianisme seperti dikemukakan oleh Wang Yangmin yang hidup pada abad ke 15 sampai ke abad ke 16.
Mao dan Kebijakan Politiknya
Mao membedakan dua jenis konflik; konflik antagonis dan konflik non-antagonis. Konflik antagonis menurutnya hanya bisa dipecahkan dengan sebuah pertempuran saja sedangkan konflik non-antagonis bisa dipecahkan dengan sebuah diskusi. Menurut Mao konflik antara para buruh dan pekerja dengan kaum kapitalis adalah sebuah konflik antagonis sedangkan konflik antara rakyat Cina dengan Partai adalah sebuah konflik non-antagonis.
Pada tahun 1956 Mao memperkenalkan sebuah kebijakan politik baru di mana kaum intelektual boleh mengeluarkan pendapat mereka sebagai kompromis terhadap Partai yang menekannya karena ingin menghindari penindasan kejam disertai dengan motto: “Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing.” Tetapi ironisnya kebijakan politik ini gagal: kaum intelektual merasa tidak puas dan banyak mengeluarkan kritik. Mao sendiri berpendapat bahwa ia telah dikhianati oleh mereka dan ia membalas dendam. Sekitar 700.000 anggota kaum intelektual ditangkapinya dan disuruh bekerja paksa di daerah pedesaan.
Mao percaya akan sebuah revolusi yang kekal sifatnya. Ia juga percaya bahwa setiap revolusi pasti menghasilkan kaum kontra-revolusioner. Oleh karena itu secara teratur ia memberantas dan menangkapi apa yang ia anggap lawan-lawan politiknya dan para pengkhianat atau kaum kontra-revolusioner. Peristiwa yang paling dramatis dan mengenaskan hati ialah peristiwa Revolusi Kebudayaan yang terjadi pada tahun 1966. Pada tahun 1960an para mahasiswa di seluruh dunia memang pada senang-senangnya memberontak terhadap apa yang mereka anggap The Establishment atau kaum yang memerintah. Begitu pula di Cina. Bedanya di Cina mereka didukung oleh para dosen-dosen mereka dan pembesar-pembesar Partai termasuk Mao sendiri. Para mahasiswa dan dosen mendirikan apa yang disebut Garda Merah, yaitu sebuah unit paramiliter. Dibekali dengan Buku Merah Mao, mereka menyerang antek-antek kapitalisme dan pengaruh-pengaruh Barat serta kaum kontra-revolusioner lainnya. Sebagai contoh fanatisme mereka, mereka antara lain menolak berhenti di jalan raya apabila lampu merah menyala karena mereka berpendapat bahwa warna merah, yang merupakan simbol sosialisme tidak mungkin mengartikan sesuatu yang berhenti. Maka para anggota Garda Merah ini pada tahun 1966 sangat membabi buta dalam memberantas kaum kontra revolusioner sehingga negara Cina dalam keadaan amat genting dan hampir hancur; ekonominyapun tak jalan. Akhirnya Mao terpaksa menurunkan Tentara Pembebasan Rakyat untuk menanggulangi mereka dan membendung fanatisme mereka. Hasilnya adalah perang saudara yang baru berakhir pada tahun 1968.
G-30-S PKI dan Keterlibatan Mao
Masa Revolusi Kebudayaan Cina juga bertepatan dengan masa-masa pemberontakan G-30-S PKI di Indonesia di mana beberapa kalangan di Indonesia menuduh orang-orang dari Republik Rakyat Cina sebagai dalangnya. Mao menyangkalnya dan hubungan antara Indonesia dan RRT yang sebelumnya hangat menjadi sangat dingin sampai hubungan diplomatik dibuka kembali pada tahun 1990, jauh setelah Mao meninggal dunia.
Kegagalan Mao
Pada tahun 1958 Mao meluncurkan apa yang ia sebut Lompatan Jauh ke Depan di mana daerah pedesaan direorganisasi secara total. Di mana-mana didirikan perkumpulan-perkumpulan desa (komune). Secara ekonomis ternyata ini semua gagal. Komune-komune ini menjadi satuan-satuan yang terlalu besar dan tak bisa terurusi. Diperkirakan kurang lebih hampir 20 juta jiwa penduduk Cina kala itu tewas secara sia-sia.[Juni 2008]
Mao Zedong dan PBB
Mao Zedong memproklamasikan Republik Rakyat Cina pada tanggal 1 Oktober 1949.
Republik Rakyat Cina semenjak diproklamasikan oleh Mao pada tahun 1949 tidak diakui oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat tetap mengakui Republik Nasionalis Cina yang semenjak tahun 1949 hanya menguasai pulau Formosa atau Taiwan dan sekitarnya. Cina yang sejak didirikannya PBB pada tahun 1945 sudah menjadi anggota Dewan Keamanan secara tetap bersama dengan Amerika Serikat, Britania Raya, Perancis dan Uni Soviet (Rusia) sebagai pemenang Perang Dunia II, tetap diwakili pula. Cuma yang mewakili adalah pemerintah nasionalis yang sekarang hanya memerintah Taiwan saja. Hal ini menjadi aneh sebab Cina daratan yang kala itu berpenduduk kurang lebih 800 juta jiwa tidak diwakili di PBB; yang mewakili hanya Taiwan saja yang kala itu berpenduduk mungkin tidak lebih dari 10 juta jiwa.
Maka pada akhir tahun 1960-an presiden Amerika Serikat, Richard Nixon, mulai mendekati Republik Rakyat Cina dan akhirnya dengan persetujuan Uni Soviet RRT menjadi anggota Dewan Keamanan PBB mulai tahun 1972 dan menggantikan Taiwan.
Warisan Mao dan Republik Rakyat Cina saat ini
Pada tahun 1976 Mao Zedong meninggal dunia. Setelah itu Republik Rakyat Cina menjadi semakin terbuka. Normalisasi hubungan diplomatik dengan Indonesia juga terwujud pada tahun 1992. Pada saat ini Cina tampil sebagai sebuah raksasa yang baru bangun dari tidurnya dan pertumbuhan ekonomi sangat pesat. Bahkan Cina bisa melampaui Rusia dalam perkembangannya. Hal yang dipertentangkan sekarang ialah apakah ini semua bisa diraih berkat jasa-jasa Mao atau karena pengaruhnya sudah tipis.
Lahir di sebuah keluarga petani miskin, sejak kecil Mao harus bekerja keras dan hidup prihatin. Meskipun di kemudian hari keadaan ekonomi keluarganya meningkat, tetapi kesengsaraan di masa kecil itu banyak mempengaruhi kehidupannya kelak.
Ketika kecil, Mao dikirim untuk belajar di sekolah dasar. Pendidikannya sewaktu kecil juga mencakup ajaran-ajaran klasik Konfusianisme. Tetapi pada usia 13 tahun, ayahnya menyuruhnya berhenti bersekolah dan menyuruhnya bekerja di ladang-ladang. Mao memberontak dan bertekad ingin menyelesaikan pendidikannya sehingga ia nekat kabur dari rumah dan melanjutkan pendidikannya di tempat lain. Pada tahun 1905, ia mengikuti ujian negara yang pada saat itu mulai menghapus paham-paham konfusianisme lama; digantikan oleh pendidikan gaya Barat. Hal ini menandakan permulaan ketidakpastian intelektual di Cina.
Pada tahun 1911, Mao terlibat dalam Revolusi Xinhai yang merupakan revolusi melawan Dinasti Qing yang berakibat kepada runtuhnya kekaisaran Cina yang sudah berkuasa lebih 2000 tahun sejak tahun 221 SM. Tahun 1912, Republik Cina diproklamasikan oleh Sun Yat-sen dan Cina dengan resmi masuk ke zaman republik. Mao lalu melanjutkan sekolahnya dan mempelajari banyak hal antara lain budaya barat. Pada tahun 1918 ia lulus dan lalu kuliah di Universitas Beijing. Di sana ia akan berjumpa dengan para pendiri PKT yang berhaluan Marxis.
Mao dan Partainya
Mao pada tahun 1946 di Yan'an
Partai Mao didirikan pada tahun 1921 dan Mao semakin hari semakin vokal. Antara tahun 1934 – 1935 ia memegang peran utama dan memimpin Tentara Merah Cina menjalani “Mars Panjang”. Lalu semenjak tahun 1937 ia ikut menolong memerangi Tentara Dai Nippon yang menduduki banyak wilayah Cina. Akhirnya Perang Dunia II berakhir dan perang saudara berkobar lagi. Dalam perang yang melawan kaum nasionalis ini, Mao menjadi pemimpin kaum Merah dan akhirnya ia menangkan pada tahun 1949. Pada tanggal 1 Oktober tahun 1949, Republik Rakyat Cina diproklamasikan dan pemimpin Cina nasionalis; Chiang Kai Shek melarikan diri ke Taiwan.
Dalam PKT Mao sendiri sejak tahun 1943 adalah ketua sekretariat partai dan Politbiro tetapi sebenarnya ia mengontrol seluruh partai sampai ia mati pada tahun 1976. Kepemimpinan mungkin tidak kejam secara vulgar seperti Stalin tetapi kekerasan kebijakannya dan kelakuannya yang semau dirinya sendiri membawa rakyat Cina terpuruk ke dalam kehancuran dan kesengsaraan yang luar biasa.
Falsafah Mao
Mao Zedong di tahun 1936
Mao sebenarnya bukan seorang filsuf yang orisinil. Gagasan-gagasannya berdasarkan bapak-bapak sosialisme lainnya seperti Karl Marx, Friedrich Engels, Lenin dan Stalin. Tetapi ia banyak berpikir tentang materialisme dialektik yang menjadi dasar sosialisme dan penerapan gagasan-gagasan ini dalam praktek seperti dikerjakan Mao bisa dikatakan orisinil. Mao bisa pula dikatakan seorang filsuf Cina yang pengaruhnya paling besar dalam Abad ke 20 ini.
Konsep falsafi Mao yang terpenting adalah konflik. Menurutnya: “Konflik bersifat semesta dan absolut, hal ini ada dalam proses perkembangan semua barang dan merasuki semua proses dari mula sampai akhir.” Model sejarah Karl Marx juga berdasarkan prinsip konflik: kelas yang menindas dan kelas yang tertindas, kapital dan pekerjaan berada dalam sebuah konflik kekal. Pada suatu saat hal ini akan menjurus pada sebuah krisis dan kaum pekerja akan menang. Pada akhirnya situasi baru ini akan menjurus kepada sebuah krisis lagi, tetapi secara logis semua proses akhirnya menurut Mao, akan membawa kita kepada sebuah keseimbangan yang stabil dan harmonis. Mao jadi berpendapat bahwa semua konflik bersifat semesta dan absolut, jadi dengan kata lain bersifat abadi. Konsep konflik Mao ini ada kemiripannya dengan konsep falsafi yin-yang. Semuanya terdengar seperti sebuah dogma kepercayaan. Di bawah ini disajikan sebuah cuplikan tentang pemikirannya tentang konflik.
Dalam ilmu pengetahuan semuanya dibagi berdasarkan konflik-konflik tertentu yang melekat kepada obyek-obyek penelitian masing-masing. Konflik jadi merupakan dasar daripada sesuatu bentuk disiplin ilmu pengetahuan. Di sini bisa disajikan beberapa contoh: bilangan negatif dan positif dalam matematika, aksi dan reaksi dalam ilmu mekanika, aliran listrik positif dan negatifa dalam ilmu fisika, daya tarik dan daya tolak dalam ilmu kimia, konflik kelas dalam ilmu sosial, penyerangan dan pertahanan dalam ilmu perang, idealisme dan materialisme serta perspektif metafisika dan dialektik dalam ilmu filsafat dan seterusnya. Ini semua obyek penelitian disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang berbeda-beda karena setiap disiplin memiliki konfliknya yang spesifik dan esensi atau intisarinya masing-masing.
Contoh-contoh yang diberikan oleh Mao Zedong mengenai 'konflik' dalam disiplin yang berbeda-beda diambilnya dari Lenin. Beberapa analogi memang pas tetapi yang lain-lain tidak. Bilangan-bilangan negatif dan positif merupakan sebuah contoh yang buruk mengenai dialektika marxisme karena perbedaan mereka tidak dinamis: hanya ada bilangan-bilangan negatif dan positif baru yang bermunculan. Pendapat Mao menjadi meragukan lagi apabila ia mengatakan bahwa 'konflik'-'konflik' ini merupakan 'intisari' daripada disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Bilangan negatif dan positif bukanlah intisari ilmu matematika, begitu pula metafisika dan dialektika bukanlah intisari dari filsafat. Mao adalah seseorang yang terpelajar dan pengertian-pengertiannya yang salah bisa diterangkan dari sebab ia sangat terobsesi dengan konsep konflik ini. Obsesi ini juga mempengaruhi keputusan-keputusan politiknya seperti akan dipaparkan di bawah nanti.
Konsep Yin Yang mempengaruhi pandangan falsafi Mao Zedong.
Konsep Mao kedua yang penting adalah konsepnya mengenai pengetahuan yang juga ia ambil dari paham Marxisme. Mao berpendapat bahwa pengetahuan merupakan lanjutan dari pengalaman di alam fisik dan bahwa pengalaman itu sama dengan keterlibatan.
Jika engkau mencari pengetahuan maka engkau harus terlibat dengan keadaan situasi yang berubah. Jika kau ingin mengetahui bagaimana sebuah jambu rasanya, maka jambu itu harus diubah dengan cara memakannya. Jika engkau ingin mengetahui sebuah struktur atom, maka engkau harus melakukan eksperimen-eksperimen fisika dan kimia untuk mengubah status atom ini. Jika engkau ingin mengetahui teori dan metoed revolusi, maka engkau harus mengikutinya. Semua pengetahuan sejati muncul dari pengalaman langsung.
Hanya setelah seseorang mendapatkan pengalaman, maka ia baru bisa melompat ke depan. Setelah itu pengathuan dipraktekkan kembali yang membuat seseorang mendapatkan pengalaman lagi dan seterusnya. Di sini diperlihatkan bahwa Mao tidak saja mengenal paham Marxisme tetapi juga paham neokonfusianisme seperti dikemukakan oleh Wang Yangmin yang hidup pada abad ke 15 sampai ke abad ke 16.
Mao dan Kebijakan Politiknya
Mao membedakan dua jenis konflik; konflik antagonis dan konflik non-antagonis. Konflik antagonis menurutnya hanya bisa dipecahkan dengan sebuah pertempuran saja sedangkan konflik non-antagonis bisa dipecahkan dengan sebuah diskusi. Menurut Mao konflik antara para buruh dan pekerja dengan kaum kapitalis adalah sebuah konflik antagonis sedangkan konflik antara rakyat Cina dengan Partai adalah sebuah konflik non-antagonis.
Pada tahun 1956 Mao memperkenalkan sebuah kebijakan politik baru di mana kaum intelektual boleh mengeluarkan pendapat mereka sebagai kompromis terhadap Partai yang menekannya karena ingin menghindari penindasan kejam disertai dengan motto: “Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing.” Tetapi ironisnya kebijakan politik ini gagal: kaum intelektual merasa tidak puas dan banyak mengeluarkan kritik. Mao sendiri berpendapat bahwa ia telah dikhianati oleh mereka dan ia membalas dendam. Sekitar 700.000 anggota kaum intelektual ditangkapinya dan disuruh bekerja paksa di daerah pedesaan.
Mao percaya akan sebuah revolusi yang kekal sifatnya. Ia juga percaya bahwa setiap revolusi pasti menghasilkan kaum kontra-revolusioner. Oleh karena itu secara teratur ia memberantas dan menangkapi apa yang ia anggap lawan-lawan politiknya dan para pengkhianat atau kaum kontra-revolusioner. Peristiwa yang paling dramatis dan mengenaskan hati ialah peristiwa Revolusi Kebudayaan yang terjadi pada tahun 1966. Pada tahun 1960an para mahasiswa di seluruh dunia memang pada senang-senangnya memberontak terhadap apa yang mereka anggap The Establishment atau kaum yang memerintah. Begitu pula di Cina. Bedanya di Cina mereka didukung oleh para dosen-dosen mereka dan pembesar-pembesar Partai termasuk Mao sendiri. Para mahasiswa dan dosen mendirikan apa yang disebut Garda Merah, yaitu sebuah unit paramiliter. Dibekali dengan Buku Merah Mao, mereka menyerang antek-antek kapitalisme dan pengaruh-pengaruh Barat serta kaum kontra-revolusioner lainnya. Sebagai contoh fanatisme mereka, mereka antara lain menolak berhenti di jalan raya apabila lampu merah menyala karena mereka berpendapat bahwa warna merah, yang merupakan simbol sosialisme tidak mungkin mengartikan sesuatu yang berhenti. Maka para anggota Garda Merah ini pada tahun 1966 sangat membabi buta dalam memberantas kaum kontra revolusioner sehingga negara Cina dalam keadaan amat genting dan hampir hancur; ekonominyapun tak jalan. Akhirnya Mao terpaksa menurunkan Tentara Pembebasan Rakyat untuk menanggulangi mereka dan membendung fanatisme mereka. Hasilnya adalah perang saudara yang baru berakhir pada tahun 1968.
G-30-S PKI dan Keterlibatan Mao
Masa Revolusi Kebudayaan Cina juga bertepatan dengan masa-masa pemberontakan G-30-S PKI di Indonesia di mana beberapa kalangan di Indonesia menuduh orang-orang dari Republik Rakyat Cina sebagai dalangnya. Mao menyangkalnya dan hubungan antara Indonesia dan RRT yang sebelumnya hangat menjadi sangat dingin sampai hubungan diplomatik dibuka kembali pada tahun 1990, jauh setelah Mao meninggal dunia.
Kegagalan Mao
Pada tahun 1958 Mao meluncurkan apa yang ia sebut Lompatan Jauh ke Depan di mana daerah pedesaan direorganisasi secara total. Di mana-mana didirikan perkumpulan-perkumpulan desa (komune). Secara ekonomis ternyata ini semua gagal. Komune-komune ini menjadi satuan-satuan yang terlalu besar dan tak bisa terurusi. Diperkirakan kurang lebih hampir 20 juta jiwa penduduk Cina kala itu tewas secara sia-sia.[Juni 2008]
Mao Zedong dan PBB
Mao Zedong memproklamasikan Republik Rakyat Cina pada tanggal 1 Oktober 1949.
Republik Rakyat Cina semenjak diproklamasikan oleh Mao pada tahun 1949 tidak diakui oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat tetap mengakui Republik Nasionalis Cina yang semenjak tahun 1949 hanya menguasai pulau Formosa atau Taiwan dan sekitarnya. Cina yang sejak didirikannya PBB pada tahun 1945 sudah menjadi anggota Dewan Keamanan secara tetap bersama dengan Amerika Serikat, Britania Raya, Perancis dan Uni Soviet (Rusia) sebagai pemenang Perang Dunia II, tetap diwakili pula. Cuma yang mewakili adalah pemerintah nasionalis yang sekarang hanya memerintah Taiwan saja. Hal ini menjadi aneh sebab Cina daratan yang kala itu berpenduduk kurang lebih 800 juta jiwa tidak diwakili di PBB; yang mewakili hanya Taiwan saja yang kala itu berpenduduk mungkin tidak lebih dari 10 juta jiwa.
Maka pada akhir tahun 1960-an presiden Amerika Serikat, Richard Nixon, mulai mendekati Republik Rakyat Cina dan akhirnya dengan persetujuan Uni Soviet RRT menjadi anggota Dewan Keamanan PBB mulai tahun 1972 dan menggantikan Taiwan.
Warisan Mao dan Republik Rakyat Cina saat ini
Pada tahun 1976 Mao Zedong meninggal dunia. Setelah itu Republik Rakyat Cina menjadi semakin terbuka. Normalisasi hubungan diplomatik dengan Indonesia juga terwujud pada tahun 1992. Pada saat ini Cina tampil sebagai sebuah raksasa yang baru bangun dari tidurnya dan pertumbuhan ekonomi sangat pesat. Bahkan Cina bisa melampaui Rusia dalam perkembangannya. Hal yang dipertentangkan sekarang ialah apakah ini semua bisa diraih berkat jasa-jasa Mao atau karena pengaruhnya sudah tipis.
Lomba Menulis "Membangun Kepedulian Terhadap Kelestarian Hutan" digagas dan dilaksanakan secara bersama oleh Yayasan Peduli Hutan Lestari (YPHL),
Lomba menulis kali ini diadakan untuk memperebutkan:
"The Excellence Award of Ir. H. Achmad Kalla" (Ir H. Achmad Kalla
Award) sebagai Bapak Lingkungan Hidup dan berbagai hadiah lainnya
dari sponsor pendukung kegiatan. Tujuan utama dari lomba ini adalah
untuk menginspirasi semua kalangan, baik akademisi, ekonom,
politisi, birokrat, mahasiswa/siswa, pendidik, dan masyarakat umum,
untuk sama-sama memikirkan cara-cara strategis bagi kelestarian
lingkungan hidup dan kelestarian hutan itu sendiri demi kelangsungan
kehidupan bagi ummat Dunia dan khususnya bagi perbaikan kehidupan
rakyat Indonesia.
Hadiah dan Penghargaan
Trophy: "The Excellence Award of Ir. H. Ahmad Kalla"
Juara 1 : Uang tunai Rp 20.000.000,- + Trophy + Notebook
Juara 2 : Uang tunai Rp 15.000.000,- + Trophy + Notebook
Juara 3 : Uang tunai Rp 10.000.000,- + Trophy + Kamera
Juara Harapan 1, 2 dan 3 masing-masing Rp. 1.000.000,- + Sertifikat
Ketentuan keikutsertaan lomba dan kriteria tulisan yang dapat
diikutkan adalah sebagai berikut:
Ketentuan Umum:
1. Peserta adalah warga negara Indonesia, yang berdomisili di dalam
maupun di luar negeri;
2. Lomba dibuka untuk semua warga negara Indonesia tanpa
pengecualian agama, usia, jenis kelamin, status sosial, latar
belakang pendidikan, tempat domisili, profesi/keahlian, dan lain-
lain;
3. Lomba dimulai dari tanggal pengumuman iklan yang ditayangkan di
Kompas oleh Yayasan Peduli Hutan Lestari (YPHL) dan Harian Online
KabarIndonesia (HOKI). Ditutup pada tanggal 31 Oktober 2008, pukul
23.59 WIB;
4. Hasil lomba menulis ini akan dinilai oleh Dewan Juri untuk
dipilih 6 orang pemenang;
5. Keputusan Dewan Juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu
gugat, serta tidak melayani tanya jawab;
6. Pengakuan Ketentuan Lomba: Dengan mengirimkan naskah tulisan
untuk diikutsertakan pada lomba ini, maka peserta menyatakan diri
tunduk kepada semua ketentuan tersebut di atas berikut sanksi-
sanksinya;
7. Peserta yang mengirimkan naskah tulisan dengan nama orang lain
akan dikenai sanksi diskualifikasi dan tidak bisa menjadi juara.
Sanksi terhadap penyalahgunaan identitas, pemakaian identitas orang
lain dan/atau pemalsuan identitas akan dijatuhkan ke peserta lomba
menulis ini tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Ketentuan Khusus (Tulisan):
1. Tulisan asli perorangan bukan jiplakan, saduran atau terjemahan
dan belum pernah dipublikasikan di media lain baik Offline maupun
Online;
2. Tulisan berisi ulasan, opini, analisa kasus, dan/atau hasil
penelitian, dan bersifat ilmiah dengan didukung oleh data-data dan
referensi yang relevan;
3. Judul dan isi tulisan harus berkaitan dengan thema utama,
yakni "Membangun Kepedulian terhadap Kelestarian Hutan";
4. Panjang tulisan antara 1.500 hingga 2.500 kata (3-5 halaman A4);
5. Setiap peserta boleh mengirimkan tulisan sebanyak-banyaknya;
6. Tulisan harus mengikuti kaidah penulisan menggunakan ejaan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar (Ejaan yang Disempurnakan);
7. Para Peserta wajib terdaftar sebagai Penulis di website
Kabarindonesia dot com (www.KabarIndonesia.com) Bagi yang belum
terdaftar silahkan klik "Daftar Jadi Penulis";
8. Tulisan dikirimkan melalui website KabarIndonesia dot com
(www.kabarindonesia.com) pada Rubrik "Lingkungan Hidup"
9. Tiap tulisan yang dikirim dengan maksud mengikuti lomba menulis
ini, agar dicantumkan tulisan: "Lomba Tulis YPHL" di awal artikel;
10. Hak cipta tulisan tetap pada penulis, tetapi hak publikasi/hak
pakai ada pada Yayasan Peduli Hutan Lestari (YPHL) dan Harian Online
KabarIndonesia, terhitung sejak tanggal 16 September 2008;
11. Kami juga memberikan kesempatan untuk mengirimkan hasil karya
anda melalui Pos (Hardcopy) dengan menyertakan Softcopy dalam bentuk
CD ke: PO BOX 8229/jkssb
Waktu Pelaksanaan
Rangkaian kegiatan yang terdiri atas beberapa tahapan ini akan
dilaksanakan dari tgl 16 September s/d awal Desember 2008
Informasi selengkapnya bisa dilihat:
http://www.lomba-nulis.blogspot.com/
Secara operasional, kegiatan dilaksanakan oleh:
"Panitia Lomba Menulis dan Fotografie"
Yayasan Peduli Hutan Lestari (YPHL)
Graha MIK Lt. 8 - Taman Perkantoran Kuningan
Jl. Setiabudi Selatan Kav. 16-17 - Jakarta 12920 - Indonesia
Tel.: +62-21 5794 1809 - FAX: +62-21 5794 1811
Email:
info@kabarindonesia.com
info[at]kabarindonesia.com
KEPRIBADIAN MANUSIA
Monday, February 16, 2004
From; Rusdiutomo'sWeblog
Kepribadian +
Encouraged by Des-san --dari nama ketahuan hobi crypthography :) -- yang telah kasih pointer definisi kata sanguinis (beserta konco2-nya) yang ane temukan dari isi blog uNi-san --yang masih 'abstrak' & 'lompat' ke hal lain ;-) --..., maka Jum'at sore, sblm ngajar sempatkan cari buku Personality Plus karya Florence Littauer (terjemahan bhs Ina, penerbit Binarupa Aksara). Karena dari pointer yang diberikan --yang berisi kekuatan dan kelemahan masing-masing sifat sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis-- tertulis merefer buku tersebut di atas. Maka untuk menjawab ke-ingintahu-an lebih lanjut, segera beli dengan harapan weekend bisa disantap. Alhamdulillah stlh dibaca sejak Jum'at malam, telah menjawab ke-ingintahu-an tsb. Lebih-lebih disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, hingga dapat disantap dengan enak dan lahap ...--emang makanan..!?--
Berikut coba buat ringkasan dari isi buku tsb. biar suatu saat kalo pas lupa dan buku tidak ada ditempat bisa buka catatan di weblog ini --kan dah tersedia fungsi 'search' di samping kiri..--. Dan mungkin berguna bagi yang nanya ttg campuran antar 4 sifat tersebut -- Onee-chan yonde-ru no kana..? --
Di dalam buku tersebut ke-4 sifat ditulis (sekaligus utk menunjukkan emosi yang menonjol dari masing2 sifat!?) sebagai Sanguinis Populer (periang, ekspresif, spontan, populis), Melankolis Sempurna (analitis, teratur, perasa,perfeksionis), Koleris Kuat (bakat pemimpin, percaya diri, persuasif, kemauan kuat), dan Phlegmatis Damai (rendah hati, tenang, sabar, seimbang). Pengelompokan tsb, mula-mula ditetapkan oleh Hippocrates, 2400 tahun lalu. IMHO, isi buku-nya sangat well-organized, baiklah kita mulai sesuai urutan --latihan menulis resensi buku.. crita-ne...:) --.
Pada bagian I dipaparkan bahwa setiap orang membawa 'ke-unik-an' masing-masing. Dan perlu-nya masing-masing utk tahu ke-unik-an diri sendiri dan memahami ke-unik-an orang lain. Hingga kita sendiri tahu segi positif mana yang perlu ditonjolkan dan segi negatif mana yang perlu disingkirkan. Dan punya kesadaran bahwasanya,"hanya karena orang lain berbeda tidak berarti bahwa mereka salah". Dan dilanjutkan dengan soal-soal utk uji profil kepribadian secara cepat. Pada bagian II, dengan judul bab yang menarik dan terasa kita diajak utk menikmati potensi dari masing-masing sifat tsb. Dengan kalimat ajakan dipaparkan: "Mari kita bersenang-senang dengan Sanguinis Populer", "Mari terorganisasi dengan Melankolis Sempurna", "Mari kita Maju dengan Koleris Kuat", "Mari kita Rileks dengan Phlegmatis Damai. Sementara pada bagian III dipaparkan cara untuk mengatasi kelemahan pribadi kita. Secara umum dari ke-4 sifat tsb. ada sifat-sifat yang berlawanan yakni antara Sanguinis-Melankolis dan Koleris-Phlegmatis. Pada bagian III ini, diterangkan masalah berikut cara mengatasi-nya dari masing-masing sifat. Bahwa Sanguinis Populer perlu diorganisir, Melankolis Sempurna perlu digembirakan, Koleris Kuat perlu diperlunak, dan Phlegmatis Damai perlu dimotivasi.
Masuk ke bagian IV adalah hal yang sangat menarik. Karena apa? Karena isi-nya memang berupa hal-hal yang ingin ane ketahui lebih lanjut. Di bagian ini dijelaskan 'campuran' dari sifat-sifat tsb dan apa hasilnya? Dan dilanjutkan masuk ke hal tentang hubungan dengan orang lain --yg notabene punya keunikan sifat-- ttg cara mengenali perbedaan pada orang lain dan cara menyesuaikan diri dengan orang lain.
Tentang campuran dikategorikan menjadi tiga macam, campuran alami, campuran pelengkap, dan campuran berlawanan.
Yang tergolong campuran alami adalah Sanguinis/Koleris --yang mana sama-sama mudah bergaul, optimistis, verbalis-- dan Melankolis/Phlegmatis --yang mana sama-sama kalem, pesimistik, tidak ingin jadi pusat perhatian--. Campuran Sanguinis/Koleris memiliki potensi besar menjadi pemimpin dimana mampu memberi pengarahan orang lain dan membuat mereka menikmati kerja. Dari sisi negatif bisa menghasilkan orang yang sok berkuasa tetapi tidak tahu apa yang dikatakan; suka memonopoli pembicaraan. Sementara campuran Melankolis/Phlegmatis berpotensi membentuk pendidik besar dimana kekuatan analitis, teratur dari Melankolis ditingkatkan kemampuan Phlegmatis untuk menyesuaikan dengan yang lain dan menyajikan materi dengan cara yang menyenangkan. Sisi negatif-nya ada kemungkinan kesulitan dalam pembuatan keputusan.
Pada campuran pelengkap --perpaduan yang sesuai dan melengkapi kekurangan pada yg lain--, adalah campuran Koleris/Melankolis yang berorientasi kerja dan campuran Sanguinis/Phlegmatis dalam pergaulan. Watak Koleris/Melankolis adalah orang bisnis yang terbaik, karena perpaduan kepemimpinan, motivasi, berorientasi tujuan (Koleris) dengan pikiran, analitis, terjadwal (Melankolis). Tidak ada yang bisa melebihi perpaduan ini untuk meraih kesuksesan!! Sementara campuran Sanguinis/Phlegmatis menjadikan seorang sahabat yang paling baik. Watak Sanguinis membikin ceria Phlegmatis, sebaliknya watak Phlegmatis dapat meredakan gejolak emosi naik-turun dari Sanguinis.
Pada campuran berlawanan dikatakan oleh Florence bahwa bisa membawa ke permasalahn emosi, dimana muncul pertentangan batin pada diri seseorang. Yang tergolong campuran ini adalah Sanguinis/Melankolis dan Koleris/Phlegmatis. Contoh pada Sanguinis/Melankolis ketika watak Sanguinis mengatakan,"Mari kita pergi untuk bersenang-senang" dan dalam perjalanan sifat Melankolis mengekang kemajuannya. Pada Koleris/Phlegmatis mempunyai konflik besar pada konteks "bekerja atau tidak bekerja". Watak Phlegmatis ingin bersantai, sementara watak Koleris merasa bersalah kalau tidak kerja untuk produktif. Bila merasa memiliki jenis campuran ini, perlu disingkap watak mana yang lebih dominan.
Pada hubungan dengan orang lain (masih pada bagian IV), terdapat bab yang menarik yaitu: bab 14: Tarikan yang Berlawanan. Seakan sunnatullah bahwa apa yang berlawanan akan saling menarik berlaku juga dalam hubungan antar manusia. Dan kebetulan antara si-penulis Florence dan Fred (suaminya) memiliki kepribadian yang berlawanan. Watak istri adalah Sanguinis sementara watak suami adalah Melankolis. Hingga merupakan contoh yang jelas-jelas nyata dan cukup detail diterangkan oleh penulis. Dan dari pengalaman penulis meneliti tentang watak-watak, diperoleh bahwa, jarang menemukan orang dari watak yang sama saling menikahi lainnya. Penulis mengatakan, "Ketika kami melihat kekuatan individu- individu, kami tahu bahwa merupakan aset besar mempersatukan watak-watak yang berlawanan. Karena orang Sanguinis periang bisa meningkatkan semangat orang Melankolis. Karena orang Melankolis terorganisasi maka membuat orang Sanguinis mendapat keutuhan. Setelah kami bisa mengerti bahwa kekuatan seorang teman hidup mengisi kelemahan lainnya, kami bisa bersyukur untuk perbedaan kami dan berhenti berusaha mengubah orang lainnya." Pada bagian awal (bagian I) penulis menceritakan saat masing-masing tidak/belum mengenal dan memahami watak dari pasangannya, setiap muncul 'kesalahan' yang dirasa oleh salah satu di antara mereka terhadap pasangannya, mereka saling menyalahkan dan berusaha untuk mengubahnya. Dikatakan oleh penulis Selama bertahun-tahun Fred memahat dan mengikis kegagalan saya -- dan saya secara teratur mengampelas garis-garisnya yang salah. Tetapi tidak seorang pun di antara kami yang makin membaik!" Dan mereka sadar bahwa hal tersebut bagaikan masing-masing berusaha membuat kembali yang lain. Dan itu mustahil!! Untuk mengurangi potensi konflik, tiap pasangan mula-mula harus memahami watak mereka masing-masing yang saling bertentangan dan kemudian berusaha antara satu dan lainnya agar hal-hal yang ekstrim ini bergerak menuju titik tengah (berkompromi). Orang Sanguinis harus merapikan kehidupannya, sementara orang Melankolis harus menyadari alangkah berat hal itu untuk mereka lakukan. Orang Melankolis harus menurunkan standarnya dan tidak merasa tertekan kalau didapat pasangannya adalah orang yang tidak sempurna.
Pada bagian akhir (bagian V), penulis menekankan pentingnya kekuatan spiritual untuk menerima 'anugrah' watak kita masing-masing. Semestinya kita bersyukur terhadap apa yang kita terima baik itu berupa kekuatan maupun kelemahan pada diri kita. Kekuatan semestinya kita manfaatkan sebaik-baiknya, sementara kelemahan merupakan semacam ujian yang harus kita atasi. Dan bersyukur pula dengan beragam-nya watak-watak yang ada disekeliling kita. Allah bisa menjadikan semua Sanguinis dan mendapat banyak kesenangan, tetapi hanya sedikit yang akan dicapai. Dia bisa menjadikan semua Melankolis dan semua serba teratur dan rapi, tetapi tidak begitu gembira. Dia bisa menjadikan semua Koleris dan semua bakat memimpin, tetapi tidak sabar karena tidak ada seorang pun yang akan mengikuti. Dan Dia bisa menjadikan semua Phlegmatis dan mempunyai dunia yang damai, tetapi tidak banyak antusiasme untuk hidup.
From; Rusdiutomo'sWeblog
Kepribadian +
Encouraged by Des-san --dari nama ketahuan hobi crypthography :) -- yang telah kasih pointer definisi kata sanguinis (beserta konco2-nya) yang ane temukan dari isi blog uNi-san --yang masih 'abstrak' & 'lompat' ke hal lain ;-) --..., maka Jum'at sore, sblm ngajar sempatkan cari buku Personality Plus karya Florence Littauer (terjemahan bhs Ina, penerbit Binarupa Aksara). Karena dari pointer yang diberikan --yang berisi kekuatan dan kelemahan masing-masing sifat sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis-- tertulis merefer buku tersebut di atas. Maka untuk menjawab ke-ingintahu-an lebih lanjut, segera beli dengan harapan weekend bisa disantap. Alhamdulillah stlh dibaca sejak Jum'at malam, telah menjawab ke-ingintahu-an tsb. Lebih-lebih disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, hingga dapat disantap dengan enak dan lahap ...--emang makanan..!?--
Berikut coba buat ringkasan dari isi buku tsb. biar suatu saat kalo pas lupa dan buku tidak ada ditempat bisa buka catatan di weblog ini --kan dah tersedia fungsi 'search' di samping kiri..--. Dan mungkin berguna bagi yang nanya ttg campuran antar 4 sifat tersebut -- Onee-chan yonde-ru no kana..? --
Di dalam buku tersebut ke-4 sifat ditulis (sekaligus utk menunjukkan emosi yang menonjol dari masing2 sifat!?) sebagai Sanguinis Populer (periang, ekspresif, spontan, populis), Melankolis Sempurna (analitis, teratur, perasa,perfeksionis), Koleris Kuat (bakat pemimpin, percaya diri, persuasif, kemauan kuat), dan Phlegmatis Damai (rendah hati, tenang, sabar, seimbang). Pengelompokan tsb, mula-mula ditetapkan oleh Hippocrates, 2400 tahun lalu. IMHO, isi buku-nya sangat well-organized, baiklah kita mulai sesuai urutan --latihan menulis resensi buku.. crita-ne...:) --.
Pada bagian I dipaparkan bahwa setiap orang membawa 'ke-unik-an' masing-masing. Dan perlu-nya masing-masing utk tahu ke-unik-an diri sendiri dan memahami ke-unik-an orang lain. Hingga kita sendiri tahu segi positif mana yang perlu ditonjolkan dan segi negatif mana yang perlu disingkirkan. Dan punya kesadaran bahwasanya,"hanya karena orang lain berbeda tidak berarti bahwa mereka salah". Dan dilanjutkan dengan soal-soal utk uji profil kepribadian secara cepat. Pada bagian II, dengan judul bab yang menarik dan terasa kita diajak utk menikmati potensi dari masing-masing sifat tsb. Dengan kalimat ajakan dipaparkan: "Mari kita bersenang-senang dengan Sanguinis Populer", "Mari terorganisasi dengan Melankolis Sempurna", "Mari kita Maju dengan Koleris Kuat", "Mari kita Rileks dengan Phlegmatis Damai. Sementara pada bagian III dipaparkan cara untuk mengatasi kelemahan pribadi kita. Secara umum dari ke-4 sifat tsb. ada sifat-sifat yang berlawanan yakni antara Sanguinis-Melankolis dan Koleris-Phlegmatis. Pada bagian III ini, diterangkan masalah berikut cara mengatasi-nya dari masing-masing sifat. Bahwa Sanguinis Populer perlu diorganisir, Melankolis Sempurna perlu digembirakan, Koleris Kuat perlu diperlunak, dan Phlegmatis Damai perlu dimotivasi.
Masuk ke bagian IV adalah hal yang sangat menarik. Karena apa? Karena isi-nya memang berupa hal-hal yang ingin ane ketahui lebih lanjut. Di bagian ini dijelaskan 'campuran' dari sifat-sifat tsb dan apa hasilnya? Dan dilanjutkan masuk ke hal tentang hubungan dengan orang lain --yg notabene punya keunikan sifat-- ttg cara mengenali perbedaan pada orang lain dan cara menyesuaikan diri dengan orang lain.
Tentang campuran dikategorikan menjadi tiga macam, campuran alami, campuran pelengkap, dan campuran berlawanan.
Yang tergolong campuran alami adalah Sanguinis/Koleris --yang mana sama-sama mudah bergaul, optimistis, verbalis-- dan Melankolis/Phlegmatis --yang mana sama-sama kalem, pesimistik, tidak ingin jadi pusat perhatian--. Campuran Sanguinis/Koleris memiliki potensi besar menjadi pemimpin dimana mampu memberi pengarahan orang lain dan membuat mereka menikmati kerja. Dari sisi negatif bisa menghasilkan orang yang sok berkuasa tetapi tidak tahu apa yang dikatakan; suka memonopoli pembicaraan. Sementara campuran Melankolis/Phlegmatis berpotensi membentuk pendidik besar dimana kekuatan analitis, teratur dari Melankolis ditingkatkan kemampuan Phlegmatis untuk menyesuaikan dengan yang lain dan menyajikan materi dengan cara yang menyenangkan. Sisi negatif-nya ada kemungkinan kesulitan dalam pembuatan keputusan.
Pada campuran pelengkap --perpaduan yang sesuai dan melengkapi kekurangan pada yg lain--, adalah campuran Koleris/Melankolis yang berorientasi kerja dan campuran Sanguinis/Phlegmatis dalam pergaulan. Watak Koleris/Melankolis adalah orang bisnis yang terbaik, karena perpaduan kepemimpinan, motivasi, berorientasi tujuan (Koleris) dengan pikiran, analitis, terjadwal (Melankolis). Tidak ada yang bisa melebihi perpaduan ini untuk meraih kesuksesan!! Sementara campuran Sanguinis/Phlegmatis menjadikan seorang sahabat yang paling baik. Watak Sanguinis membikin ceria Phlegmatis, sebaliknya watak Phlegmatis dapat meredakan gejolak emosi naik-turun dari Sanguinis.
Pada campuran berlawanan dikatakan oleh Florence bahwa bisa membawa ke permasalahn emosi, dimana muncul pertentangan batin pada diri seseorang. Yang tergolong campuran ini adalah Sanguinis/Melankolis dan Koleris/Phlegmatis. Contoh pada Sanguinis/Melankolis ketika watak Sanguinis mengatakan,"Mari kita pergi untuk bersenang-senang" dan dalam perjalanan sifat Melankolis mengekang kemajuannya. Pada Koleris/Phlegmatis mempunyai konflik besar pada konteks "bekerja atau tidak bekerja". Watak Phlegmatis ingin bersantai, sementara watak Koleris merasa bersalah kalau tidak kerja untuk produktif. Bila merasa memiliki jenis campuran ini, perlu disingkap watak mana yang lebih dominan.
Pada hubungan dengan orang lain (masih pada bagian IV), terdapat bab yang menarik yaitu: bab 14: Tarikan yang Berlawanan. Seakan sunnatullah bahwa apa yang berlawanan akan saling menarik berlaku juga dalam hubungan antar manusia. Dan kebetulan antara si-penulis Florence dan Fred (suaminya) memiliki kepribadian yang berlawanan. Watak istri adalah Sanguinis sementara watak suami adalah Melankolis. Hingga merupakan contoh yang jelas-jelas nyata dan cukup detail diterangkan oleh penulis. Dan dari pengalaman penulis meneliti tentang watak-watak, diperoleh bahwa, jarang menemukan orang dari watak yang sama saling menikahi lainnya. Penulis mengatakan, "Ketika kami melihat kekuatan individu- individu, kami tahu bahwa merupakan aset besar mempersatukan watak-watak yang berlawanan. Karena orang Sanguinis periang bisa meningkatkan semangat orang Melankolis. Karena orang Melankolis terorganisasi maka membuat orang Sanguinis mendapat keutuhan. Setelah kami bisa mengerti bahwa kekuatan seorang teman hidup mengisi kelemahan lainnya, kami bisa bersyukur untuk perbedaan kami dan berhenti berusaha mengubah orang lainnya." Pada bagian awal (bagian I) penulis menceritakan saat masing-masing tidak/belum mengenal dan memahami watak dari pasangannya, setiap muncul 'kesalahan' yang dirasa oleh salah satu di antara mereka terhadap pasangannya, mereka saling menyalahkan dan berusaha untuk mengubahnya. Dikatakan oleh penulis Selama bertahun-tahun Fred memahat dan mengikis kegagalan saya -- dan saya secara teratur mengampelas garis-garisnya yang salah. Tetapi tidak seorang pun di antara kami yang makin membaik!" Dan mereka sadar bahwa hal tersebut bagaikan masing-masing berusaha membuat kembali yang lain. Dan itu mustahil!! Untuk mengurangi potensi konflik, tiap pasangan mula-mula harus memahami watak mereka masing-masing yang saling bertentangan dan kemudian berusaha antara satu dan lainnya agar hal-hal yang ekstrim ini bergerak menuju titik tengah (berkompromi). Orang Sanguinis harus merapikan kehidupannya, sementara orang Melankolis harus menyadari alangkah berat hal itu untuk mereka lakukan. Orang Melankolis harus menurunkan standarnya dan tidak merasa tertekan kalau didapat pasangannya adalah orang yang tidak sempurna.
Pada bagian akhir (bagian V), penulis menekankan pentingnya kekuatan spiritual untuk menerima 'anugrah' watak kita masing-masing. Semestinya kita bersyukur terhadap apa yang kita terima baik itu berupa kekuatan maupun kelemahan pada diri kita. Kekuatan semestinya kita manfaatkan sebaik-baiknya, sementara kelemahan merupakan semacam ujian yang harus kita atasi. Dan bersyukur pula dengan beragam-nya watak-watak yang ada disekeliling kita. Allah bisa menjadikan semua Sanguinis dan mendapat banyak kesenangan, tetapi hanya sedikit yang akan dicapai. Dia bisa menjadikan semua Melankolis dan semua serba teratur dan rapi, tetapi tidak begitu gembira. Dia bisa menjadikan semua Koleris dan semua bakat memimpin, tetapi tidak sabar karena tidak ada seorang pun yang akan mengikuti. Dan Dia bisa menjadikan semua Phlegmatis dan mempunyai dunia yang damai, tetapi tidak banyak antusiasme untuk hidup.
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA
( Suatu Tinjauan Deskriptif ) *
oleh Inta Sahrudin**
Pendahuluan
Bahasa sebagai alat komonikasi tidak diragukan lagi keampuhannya. Dibandingkan dengan media komunikasi lainnya seperti isyarat, lambang, dan sebagainya, betapa pun canggihnya, tetap bahasa itu memIliki peran yang sangat penting dalam berkomunikasi baik lisan maupun tertulis. Manusia sebagai mahluk pencerita (homo fabulans) senantiasa ingin menyampaikan segala sesuatu yang ada dalam benak atau perasaannya kepada orang lain melalui bahasa. Dalam proses transformasi pesan dari individu pihak komunikator kepada individu atau pihak lainnya sebagai komunikan inilah sering terjadi kesalahan; terutama dalam bahasa tulis yang merupakan rekaman dari bahasa lisan itu.
Ditinjau dari segi sampainya pesan, kesalahan berbahasa lisan kurang terasa salahnya karena dalam komunikasi ini dapat dibantu dengan mimik ( gerak air muka ) serta panto mimik, gestur ( gerak anggota tubuh ), atau isyarat lainnya, atau karena Si Pemesan itu memiliki sikap bahasa yang penting asal orang mengerti. Lain halnya dengan komunikasi tulisan, kesalahan ini akan terasa sekali, karena bahasa tulis memerlukan kelengkapan fungtuasi atau tanda baca, keakuratan diksi atau pilihan kata, ketepatan struktur baik kata ( morfologi ) maupun kalimat atau sintaksis. Kesalahan berbahasa ini akan berakibat pada gagalnya penyampaian pesan karena salah tafsir, tidak mengerti apa yang disampaikan, hamburnya ( mubazirnya ) kata atau kalimat, bahasa tidak efesien dan efektif lagi sebagai alat komunikasi dan berpikir. Tidak menutup kemungkinan kesalahan berbahasa akan menimbulkan kesalahan fatal dari pendengar atau pembaca terhadap pemaknaan pesan dari penutur atau penulis sehingga terjadi konflik dan sebagainya.
Terjadinya Kesalahan Berbahasa
Kesalahan terjadi akibat kebiasaan berbahasa ( language habit ) yang salah sehingga terjadi kesalahan berbahasa ( language error ). Kebiasaan berbahasa ini terjadi secara spontan dan biasanya sukar dihilangkan kecuali lingkungan bahasanya diubah misalnya dengan menghilangkan stimulus yang membangkitkan kebiasaan itu. Sebagai contoh ada seseorang yang sudah terbiasa menggunakan kata /daripada/ bukan sebagai kata pembanding tetapi sebagai pengganti kata /dari/, misalnya dalam tuturan : “ Tujuan daripada organisasi kita adalah untuk mencapai…..” Contoh lain ada seseorang sudah terbiasa menggunakan frasa / yang mana / bukan dalam fungsinya sebagai penanya, dalam tuturan “ Tidak lupa kepada pembawa acara yang mana telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan sambutan….”
Dari sekian kebiasaan ( bisa jadi sifatnya perseorangan ) ada juga kebiasaan yang sudah menggejala umum yaitu para penutur menggunakan kata ganti / kita / sebagai pengganti / kami / yang berarti sebagai orang pertama banyak; bahkan menggantikan kata / saya / sebagai orang pertama tunggal. Coba simak beberapa orang yang diwawancarai di televisi seperti kalangan artis, pengusaha atau siapa saja dapat dipastikan dia akan menggunakan kata / kita /. Pak Bendot (alm) dulu dalam iklan layanan masyarakat waktu menyikapi kenaikan TDL menyebutkan, : “ Agar kita-kita mendapat angin toh….” Mungkin menurut rasa bahasanya kata itu masih kurang jamak sehingga dibuat kata ulang.
Kesalahan kedua karena perbedaan struktur bahasa ibu dengan bahasa yang digunakannya dalam pergaulan atau komunikasi resmi. Misalnya dengan adanya perbedaan antara bahasa ibu Sunda atau Jawa dengan bahasa Indonesia, maka akan terjadi interferensi dari bahasa kesatu ke bahasa kedua. Kesalahan karena kasus dwibahasawan ini misalnya kata / gaji/ oleh orang Sunda diucapkan /gajih/ , kata / akan / oleh orang dari suku Jawa diucapkan jadi / aken / dan sebagainya yang menyangkut kesalahan pada tingkat fonologi. Kesalahan pada tataran frasa contohnya nasi tok kalau dalam bahasa Indonesia harus menjadi hanya nasi. Kesalahan dalam bidang klausa misalnya ” …rumahnya Pak Basuki yang besar sendiri “ dari “ omahe Pak Basuki sing gede dewe “ seharusnya “ rumah Pak Rahmat yang paling besar ” Kesalahan bidang sintaksis misalnya, “ Sebulan sekali pada hari Minggu, di kampung saya selalu mengadakan kerja bakti “ Seharusnya bentukan ( morf dalam morfologi ) yang dipakai adalah diadakan karena memakai kata depan / di /. Kalau dihilangkan kata depannya baru kalimat itu jalan. Seterusnya kesalahan pada bidang makna kata ( semantik ) serta kesalahan bidang wacara ( discourse ) senantiasa dijumpai karena perbedaan bahasa kesatu dengan bahasa kedua atau bahkan ketiga seperti bahasa asing.
Beberapa Kesalahan Berbahasa Serta Analisisnya
1. “ Para sodara jamaah pengajian sekalian yang kita hormati,….. Kita bersyukur kepada para pelantara agama yang mana pada beliau-beliau itu begitu gigih memperjuangkan agama….”
Kita lihat kesalahan yang sering kita jumpai ini adalah kerancuan atau gejala pleonasme dalam penjamakan. Kata / para / yang sudah menunjukkan lebih dari satu kerap digabungkan dengan kata / sekalian / atau diulang misalnya / para pengurus-pengurus, para bapak-bapak, dan sebagainya yang sudah sama-sama bermakna banyak. Demikian pula akhiran asing /-in / pada kata hadirin, ini juga sudah menandakan banyak. Kesalahan serupa sering kita simak misalnya pada saat ada pertunjukkan hiburan di lapangan, pembawa acara menyambut penampilan penyanyi idola mereka dengan ucapan “ Baiklah para hadirin sekalian, kita sambut penyanyi kesayangan kita…..” Bentukan yang benar adalah para hadir ( tetapi kurang baik, kurang lazim ), sehingga bentukan yang baik dan benar adalah cukup hadirin atau ditambah dengan kata sifat yang berbahagia. Dalam pengajian bisa menggunakan sapaan Hadirin yang berbahagia, Bapak/ Ibu sekalian, Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian yang saya hormati, Saudara-saudara yang berbahagia, Para Saudara jamaah pengajian yang berbahagia atau yang mengharap rida Allah, yang dimulyakan Allah, dan sebagainya. Bentuk sapaan sodara dalam pengucapan memang alih-alih menjadi binyi / o /, padahal dalam penulisan dan juga pelafalan yang tepat adalah saudara ( secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yakni / sa / yang berarti satu dan / udara / yang berarti perut, jadi artinya adalah satu perut atau berasal dari satu perut ibu seperti kakak, adik. Lama-kelamaan kata itu meluas penggunaanya. Demikian pula kata / ibu /, / bapak / yang dialamatkan hanya pada lingkungan keluarga saja. Bahkan karena kesepakatan tertentu misalnya di suatu pondok pesantren kepada sesama santri putri yang ditunjuk ketuanya mereka memanggil / ibu /, dan sebagainya.)
Kata / kita / yang tepat biasanya digunakan dalam bentuk ajakan yang berarti orang kesatu ( pembicara ) dengan orang kedua ( orang yang diajak berbicara ) terlibat di dalamnya, misalnya “ Marilah kita wujudkan rukun kompak serta kerja sama yang baik ! “ Kesalahan pengucapan ( tataran fologi ) pada kata pelantara bisa jadi merupakan kasus perseorangan yang terseleo lidah ( slif of tangue ) atau kerena memang kebiasaan. Kita maklumi kata dasarnya adalah / antara / mendapat awalan ( prefiks ) per- sehingga bentukan kata yang benar adalah perantara. Frasa yang mana merupakan serapan dari bahasa Ingris / wich I sering dingunakan dengan tidak tepat. Demikian pula frasa yang mana sebagai bentuk serapan dari where is seperti “ Pondok di mana tempat saya berguru sekarang sudah direhab…” ( di mana dihilangkan saja, ini mubazir ). Penggunaan frasa yang tepat dalam bahasa Indonesia adalah dalam bentuk tanya yaitu “ Yang mana bulpen kamu ? “ “ Di mana sekarang kamu ditugaskan ? “ Bentukan beliau-beliau dalam hal ini mungkin pengguna bahasa tidak tahu kata ganti ( pronomia ) personal ketiga jamak yakni mereka ( they ) dalam bahasa Ingris. Bisa jadi karena ingin mengagungkan ( yuadhim ) dan memang dia tahu bahwa orangnya banyak.
Pengalimatan yang tepat adalah “ Para Saudara jamaah pengajian yang saya hormati, Kita bersyukur kepada para peratara agama yang telah memperjuangkan agama Allah dengan gigih……Pada kesempatan ini marilah kita bersyukur kepada para perantara hidayah yang telah memperjuangkan agama Allah…… Kita harus bersyukur kepada para perantara agama, sebab mereka telah memperjuangkan agama Allah dengan begitu gigih….”
2. Di kamar mandi atau jeding ( dari bahasa Jawa, KBBI : 464 artinya bak/ tempat air ) ada tulisan “ di larang menyimpan barang didalam jeding “ ada lagi peringatan “ Air jangan isrof ! “ “ Matikan air dan lampu ! “
Penulisan / di / pada kata / larang/ seharusnya diserangkaikan karena / di / sebagai awalan atau prefiks yang merupakan morfem terikat ( harus diikatkan, belum memiliki makna tersendiri ), membentuk kata kerja pasif, serta berada dalam tataran morfologi. Sedangkan / di / pada / dalam / seharusnya dipisahkan karena sebagai kata depan ( Preposisi ), membentuk kata keterangan tempat, serta berada dalam konteks sintaksis. Kesalahan serupa sering ditemui misalnya “ Disini akan di bangun toko baru”, atau kadang-kadang ditulis kedua-duanya disatukan ada juga yang sama-sama dipisahkan. Padahal jenis kata itu mempunyai wilayah serta distribusi masing-masing.
Peringatan kedua ini adalah struktur yang terbalik karena isrof dalam bahasa Arab artinya adalah berlebihan. Jadi peringatannya adalah “ Jangan isrof air “ atau lengkapnya “ Menggunakan air jangan isrof !” Kalau “ Air jangan isrof !” seolah-olah air itu benda hidup seperti manusia yang bisa diberi peringatan agar tidak berlebihan. Padahal yang diperingati itu adalah manusia yang menggunakan air itu. Coba bandingkan dengan “ Kamu jangan isrof yah !”
Peringatan ketiga adalah penghematan predikat yang berakibat pada salah sasaran sehingga bahasa tidak efektif, meskipun efesien. Predikat atau dalam hal ini kata kerja untuk listrik, memang matikan tapi untuk air adalah tutup ( krannya). Sehingga peringatan itu akan lebih baik bila ditulis “ Listrik matikan, dan air tutup kembali ! “ atau lebih lengkapnya, “ Setelah dipakai, listrik matikan, dan air tutup kembali !” Kalau peringatan “ Jagalah kebersihan dan kesucian !” itu memang sudah tepat karena ada dua kata benda yakni kebersihan, menurut standar higienis, dan standar suci dalam kaitan untuk sahnya ibadah ( salat ).
3. Pada spanduk setiap bulan Agustus dan Idul Fitri sering kita lihat “Dirgahayu HUT RI ke-61”, “ Selamat Hari Raya Idul Fitri 1427 H. Mohon Maaf Lahir Bathin.” Penulis spanduk jelas tidak tahu akan arti kata / dirgahayu / . Menurut KBBI (edisi ketiga : 267) dan juga Kamus Besar Bahasa Indonesia sebelumnya, dirgahayu itu berarti berumur panjang. Jadi mendoakan semoga berumur panjang hari ulang tahun yang hanya sehari itu yakni tanggal 17 Agustus, padahal sehari itu dari dulu hanya 24 jam umurnya. Terus RI ke-61, pantas saja negara akan dicabik-cabik jadi negara-negara kecil (federal) sehingga sampai tahun 2006 ini sudah ada RI kesatu, kedua, terus sampai ke-61, padahal komitmen kita akan NKRI sudah begitu bulat. Sering terjadinya kerusuhan di mana-mana, bahkan beberapa provinsi ingin merdeka, memisahkan diri, bisa jadi salah satunya adalah dampak dari tulisan itu. Untuk memperbaiki tulisan spanduk itu kita harus jeli menempatkan kata sehingga membentuk frasa yang tepat. Jadi kata dirgahayu digandengkan dengan RI, singkatan HUT dilekatkan dengan ke-61 dan seterusnya. Sehingga tulisan yang benar adalah Dirgahayu RI HUT ke-61.
Tulisan pada spanduk Idul Fitri ini seperti di atas juga begitu merebak setiap selesai bulan puasa, juga pada koran dan majalah. Kerancuan ini sering terjadi karena asimilasi atau tepatnya penggabungan kata yang berasal dari bahasa Arab ( sebutlah bahasa ketiga) yang digandengakan dengan bahasa Indonesia. Bandingkan dengan ucapan ( maksudnya menghormat ) “Mampir dulu guru Ustadz” yang masih didengar di beberapa kampung. Kita tahu bahwa ustadzun itu berarti guru, Yauma ied berarti hari raya, fitri berarti lebaran, suci. Sehingga tulisan dan ucapan yang benar adalah Selamat Idul Fitri 1427 H. Mohon Maaf Lahir Batin. ( bukan bathin ) atau Selamat Hari Raya Lebaran….( Berseri ) * Pernah dimuat pada Majalah Cakrawala Lebak bulan Mei 2007
**Inta Sahrudin (Guru Bidang Studi Bahasa Indonesia SMPN 4 Rangaksbitung )
BAHAN BACAAN
Badudu, J. S. 1993. Membina Bahasa Indonesia Baku I. Bandung : Pustaka Prima.
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia. 1975-a. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta : Depdikbud.
Pusat Bahasa Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Soedjito. 1986. Kalimat Efektif. Bandung : Remaja Karya
Tarigan, Djago. 1998. Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Proyek Penyetaraan D III Jurusan Bahasa Indonesia.
( Suatu Tinjauan Deskriptif ) *
oleh Inta Sahrudin**
Pendahuluan
Bahasa sebagai alat komonikasi tidak diragukan lagi keampuhannya. Dibandingkan dengan media komunikasi lainnya seperti isyarat, lambang, dan sebagainya, betapa pun canggihnya, tetap bahasa itu memIliki peran yang sangat penting dalam berkomunikasi baik lisan maupun tertulis. Manusia sebagai mahluk pencerita (homo fabulans) senantiasa ingin menyampaikan segala sesuatu yang ada dalam benak atau perasaannya kepada orang lain melalui bahasa. Dalam proses transformasi pesan dari individu pihak komunikator kepada individu atau pihak lainnya sebagai komunikan inilah sering terjadi kesalahan; terutama dalam bahasa tulis yang merupakan rekaman dari bahasa lisan itu.
Ditinjau dari segi sampainya pesan, kesalahan berbahasa lisan kurang terasa salahnya karena dalam komunikasi ini dapat dibantu dengan mimik ( gerak air muka ) serta panto mimik, gestur ( gerak anggota tubuh ), atau isyarat lainnya, atau karena Si Pemesan itu memiliki sikap bahasa yang penting asal orang mengerti. Lain halnya dengan komunikasi tulisan, kesalahan ini akan terasa sekali, karena bahasa tulis memerlukan kelengkapan fungtuasi atau tanda baca, keakuratan diksi atau pilihan kata, ketepatan struktur baik kata ( morfologi ) maupun kalimat atau sintaksis. Kesalahan berbahasa ini akan berakibat pada gagalnya penyampaian pesan karena salah tafsir, tidak mengerti apa yang disampaikan, hamburnya ( mubazirnya ) kata atau kalimat, bahasa tidak efesien dan efektif lagi sebagai alat komunikasi dan berpikir. Tidak menutup kemungkinan kesalahan berbahasa akan menimbulkan kesalahan fatal dari pendengar atau pembaca terhadap pemaknaan pesan dari penutur atau penulis sehingga terjadi konflik dan sebagainya.
Terjadinya Kesalahan Berbahasa
Kesalahan terjadi akibat kebiasaan berbahasa ( language habit ) yang salah sehingga terjadi kesalahan berbahasa ( language error ). Kebiasaan berbahasa ini terjadi secara spontan dan biasanya sukar dihilangkan kecuali lingkungan bahasanya diubah misalnya dengan menghilangkan stimulus yang membangkitkan kebiasaan itu. Sebagai contoh ada seseorang yang sudah terbiasa menggunakan kata /daripada/ bukan sebagai kata pembanding tetapi sebagai pengganti kata /dari/, misalnya dalam tuturan : “ Tujuan daripada organisasi kita adalah untuk mencapai…..” Contoh lain ada seseorang sudah terbiasa menggunakan frasa / yang mana / bukan dalam fungsinya sebagai penanya, dalam tuturan “ Tidak lupa kepada pembawa acara yang mana telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan sambutan….”
Dari sekian kebiasaan ( bisa jadi sifatnya perseorangan ) ada juga kebiasaan yang sudah menggejala umum yaitu para penutur menggunakan kata ganti / kita / sebagai pengganti / kami / yang berarti sebagai orang pertama banyak; bahkan menggantikan kata / saya / sebagai orang pertama tunggal. Coba simak beberapa orang yang diwawancarai di televisi seperti kalangan artis, pengusaha atau siapa saja dapat dipastikan dia akan menggunakan kata / kita /. Pak Bendot (alm) dulu dalam iklan layanan masyarakat waktu menyikapi kenaikan TDL menyebutkan, : “ Agar kita-kita mendapat angin toh….” Mungkin menurut rasa bahasanya kata itu masih kurang jamak sehingga dibuat kata ulang.
Kesalahan kedua karena perbedaan struktur bahasa ibu dengan bahasa yang digunakannya dalam pergaulan atau komunikasi resmi. Misalnya dengan adanya perbedaan antara bahasa ibu Sunda atau Jawa dengan bahasa Indonesia, maka akan terjadi interferensi dari bahasa kesatu ke bahasa kedua. Kesalahan karena kasus dwibahasawan ini misalnya kata / gaji/ oleh orang Sunda diucapkan /gajih/ , kata / akan / oleh orang dari suku Jawa diucapkan jadi / aken / dan sebagainya yang menyangkut kesalahan pada tingkat fonologi. Kesalahan pada tataran frasa contohnya nasi tok kalau dalam bahasa Indonesia harus menjadi hanya nasi. Kesalahan dalam bidang klausa misalnya ” …rumahnya Pak Basuki yang besar sendiri “ dari “ omahe Pak Basuki sing gede dewe “ seharusnya “ rumah Pak Rahmat yang paling besar ” Kesalahan bidang sintaksis misalnya, “ Sebulan sekali pada hari Minggu, di kampung saya selalu mengadakan kerja bakti “ Seharusnya bentukan ( morf dalam morfologi ) yang dipakai adalah diadakan karena memakai kata depan / di /. Kalau dihilangkan kata depannya baru kalimat itu jalan. Seterusnya kesalahan pada bidang makna kata ( semantik ) serta kesalahan bidang wacara ( discourse ) senantiasa dijumpai karena perbedaan bahasa kesatu dengan bahasa kedua atau bahkan ketiga seperti bahasa asing.
Beberapa Kesalahan Berbahasa Serta Analisisnya
1. “ Para sodara jamaah pengajian sekalian yang kita hormati,….. Kita bersyukur kepada para pelantara agama yang mana pada beliau-beliau itu begitu gigih memperjuangkan agama….”
Kita lihat kesalahan yang sering kita jumpai ini adalah kerancuan atau gejala pleonasme dalam penjamakan. Kata / para / yang sudah menunjukkan lebih dari satu kerap digabungkan dengan kata / sekalian / atau diulang misalnya / para pengurus-pengurus, para bapak-bapak, dan sebagainya yang sudah sama-sama bermakna banyak. Demikian pula akhiran asing /-in / pada kata hadirin, ini juga sudah menandakan banyak. Kesalahan serupa sering kita simak misalnya pada saat ada pertunjukkan hiburan di lapangan, pembawa acara menyambut penampilan penyanyi idola mereka dengan ucapan “ Baiklah para hadirin sekalian, kita sambut penyanyi kesayangan kita…..” Bentukan yang benar adalah para hadir ( tetapi kurang baik, kurang lazim ), sehingga bentukan yang baik dan benar adalah cukup hadirin atau ditambah dengan kata sifat yang berbahagia. Dalam pengajian bisa menggunakan sapaan Hadirin yang berbahagia, Bapak/ Ibu sekalian, Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian yang saya hormati, Saudara-saudara yang berbahagia, Para Saudara jamaah pengajian yang berbahagia atau yang mengharap rida Allah, yang dimulyakan Allah, dan sebagainya. Bentuk sapaan sodara dalam pengucapan memang alih-alih menjadi binyi / o /, padahal dalam penulisan dan juga pelafalan yang tepat adalah saudara ( secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yakni / sa / yang berarti satu dan / udara / yang berarti perut, jadi artinya adalah satu perut atau berasal dari satu perut ibu seperti kakak, adik. Lama-kelamaan kata itu meluas penggunaanya. Demikian pula kata / ibu /, / bapak / yang dialamatkan hanya pada lingkungan keluarga saja. Bahkan karena kesepakatan tertentu misalnya di suatu pondok pesantren kepada sesama santri putri yang ditunjuk ketuanya mereka memanggil / ibu /, dan sebagainya.)
Kata / kita / yang tepat biasanya digunakan dalam bentuk ajakan yang berarti orang kesatu ( pembicara ) dengan orang kedua ( orang yang diajak berbicara ) terlibat di dalamnya, misalnya “ Marilah kita wujudkan rukun kompak serta kerja sama yang baik ! “ Kesalahan pengucapan ( tataran fologi ) pada kata pelantara bisa jadi merupakan kasus perseorangan yang terseleo lidah ( slif of tangue ) atau kerena memang kebiasaan. Kita maklumi kata dasarnya adalah / antara / mendapat awalan ( prefiks ) per- sehingga bentukan kata yang benar adalah perantara. Frasa yang mana merupakan serapan dari bahasa Ingris / wich I sering dingunakan dengan tidak tepat. Demikian pula frasa yang mana sebagai bentuk serapan dari where is seperti “ Pondok di mana tempat saya berguru sekarang sudah direhab…” ( di mana dihilangkan saja, ini mubazir ). Penggunaan frasa yang tepat dalam bahasa Indonesia adalah dalam bentuk tanya yaitu “ Yang mana bulpen kamu ? “ “ Di mana sekarang kamu ditugaskan ? “ Bentukan beliau-beliau dalam hal ini mungkin pengguna bahasa tidak tahu kata ganti ( pronomia ) personal ketiga jamak yakni mereka ( they ) dalam bahasa Ingris. Bisa jadi karena ingin mengagungkan ( yuadhim ) dan memang dia tahu bahwa orangnya banyak.
Pengalimatan yang tepat adalah “ Para Saudara jamaah pengajian yang saya hormati, Kita bersyukur kepada para peratara agama yang telah memperjuangkan agama Allah dengan gigih……Pada kesempatan ini marilah kita bersyukur kepada para perantara hidayah yang telah memperjuangkan agama Allah…… Kita harus bersyukur kepada para perantara agama, sebab mereka telah memperjuangkan agama Allah dengan begitu gigih….”
2. Di kamar mandi atau jeding ( dari bahasa Jawa, KBBI : 464 artinya bak/ tempat air ) ada tulisan “ di larang menyimpan barang didalam jeding “ ada lagi peringatan “ Air jangan isrof ! “ “ Matikan air dan lampu ! “
Penulisan / di / pada kata / larang/ seharusnya diserangkaikan karena / di / sebagai awalan atau prefiks yang merupakan morfem terikat ( harus diikatkan, belum memiliki makna tersendiri ), membentuk kata kerja pasif, serta berada dalam tataran morfologi. Sedangkan / di / pada / dalam / seharusnya dipisahkan karena sebagai kata depan ( Preposisi ), membentuk kata keterangan tempat, serta berada dalam konteks sintaksis. Kesalahan serupa sering ditemui misalnya “ Disini akan di bangun toko baru”, atau kadang-kadang ditulis kedua-duanya disatukan ada juga yang sama-sama dipisahkan. Padahal jenis kata itu mempunyai wilayah serta distribusi masing-masing.
Peringatan kedua ini adalah struktur yang terbalik karena isrof dalam bahasa Arab artinya adalah berlebihan. Jadi peringatannya adalah “ Jangan isrof air “ atau lengkapnya “ Menggunakan air jangan isrof !” Kalau “ Air jangan isrof !” seolah-olah air itu benda hidup seperti manusia yang bisa diberi peringatan agar tidak berlebihan. Padahal yang diperingati itu adalah manusia yang menggunakan air itu. Coba bandingkan dengan “ Kamu jangan isrof yah !”
Peringatan ketiga adalah penghematan predikat yang berakibat pada salah sasaran sehingga bahasa tidak efektif, meskipun efesien. Predikat atau dalam hal ini kata kerja untuk listrik, memang matikan tapi untuk air adalah tutup ( krannya). Sehingga peringatan itu akan lebih baik bila ditulis “ Listrik matikan, dan air tutup kembali ! “ atau lebih lengkapnya, “ Setelah dipakai, listrik matikan, dan air tutup kembali !” Kalau peringatan “ Jagalah kebersihan dan kesucian !” itu memang sudah tepat karena ada dua kata benda yakni kebersihan, menurut standar higienis, dan standar suci dalam kaitan untuk sahnya ibadah ( salat ).
3. Pada spanduk setiap bulan Agustus dan Idul Fitri sering kita lihat “Dirgahayu HUT RI ke-61”, “ Selamat Hari Raya Idul Fitri 1427 H. Mohon Maaf Lahir Bathin.” Penulis spanduk jelas tidak tahu akan arti kata / dirgahayu / . Menurut KBBI (edisi ketiga : 267) dan juga Kamus Besar Bahasa Indonesia sebelumnya, dirgahayu itu berarti berumur panjang. Jadi mendoakan semoga berumur panjang hari ulang tahun yang hanya sehari itu yakni tanggal 17 Agustus, padahal sehari itu dari dulu hanya 24 jam umurnya. Terus RI ke-61, pantas saja negara akan dicabik-cabik jadi negara-negara kecil (federal) sehingga sampai tahun 2006 ini sudah ada RI kesatu, kedua, terus sampai ke-61, padahal komitmen kita akan NKRI sudah begitu bulat. Sering terjadinya kerusuhan di mana-mana, bahkan beberapa provinsi ingin merdeka, memisahkan diri, bisa jadi salah satunya adalah dampak dari tulisan itu. Untuk memperbaiki tulisan spanduk itu kita harus jeli menempatkan kata sehingga membentuk frasa yang tepat. Jadi kata dirgahayu digandengkan dengan RI, singkatan HUT dilekatkan dengan ke-61 dan seterusnya. Sehingga tulisan yang benar adalah Dirgahayu RI HUT ke-61.
Tulisan pada spanduk Idul Fitri ini seperti di atas juga begitu merebak setiap selesai bulan puasa, juga pada koran dan majalah. Kerancuan ini sering terjadi karena asimilasi atau tepatnya penggabungan kata yang berasal dari bahasa Arab ( sebutlah bahasa ketiga) yang digandengakan dengan bahasa Indonesia. Bandingkan dengan ucapan ( maksudnya menghormat ) “Mampir dulu guru Ustadz” yang masih didengar di beberapa kampung. Kita tahu bahwa ustadzun itu berarti guru, Yauma ied berarti hari raya, fitri berarti lebaran, suci. Sehingga tulisan dan ucapan yang benar adalah Selamat Idul Fitri 1427 H. Mohon Maaf Lahir Batin. ( bukan bathin ) atau Selamat Hari Raya Lebaran….( Berseri ) * Pernah dimuat pada Majalah Cakrawala Lebak bulan Mei 2007
**Inta Sahrudin (Guru Bidang Studi Bahasa Indonesia SMPN 4 Rangaksbitung )
BAHAN BACAAN
Badudu, J. S. 1993. Membina Bahasa Indonesia Baku I. Bandung : Pustaka Prima.
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia. 1975-a. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta : Depdikbud.
Pusat Bahasa Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Soedjito. 1986. Kalimat Efektif. Bandung : Remaja Karya
Tarigan, Djago. 1998. Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Proyek Penyetaraan D III Jurusan Bahasa Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)