Rabu, 21 Desember 2011

Sanitasi

Sanitasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Sanitasi


Dua anak di Surabaya siap untuk mandi sebagai salah satu usaha sanitasi tubuh agar lebih sehat

Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).

Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.[1] Sementara beberapa definisi lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan pengendalian lingkungan. [2] [3]

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Sanitasi dan air

Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan langsung dengan [4]:

  1. Kesehatan. Semua penyakit yang berhubungan dengan air sebenarnya berkaitan dengan pengumpulan dan pembuangan limbah manusia yang tidak benar. Memperbaiki yang satu tanpa memperhatikan yang lainnya sangatlah tidak efektif.[4]
  2. Penggunaan air. Toilet siram desain lama membutuhkan 19 liter air dan bisa memakan hingga 40% dari penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan jumlah penggunaan 190 liter air per kepala per hari, mengganti toilet ini dengan unit baru yang menggunakan hanya 0,7 liter per siraman bisa menghemat 25% dari penggunaan air untuk rumah tangga tanpa mengorbankan kenyamanan dan kesehatan. Sebaliknya, memasang unit penyiraman yang memakai 19 liter air di sebuah rumah tanpa WC bisa meningkatkan pemakaian air hingga 70%. Jelas, hal ini tidak diharapkan di daerah yang penyediaan airnya tidak mencukupi, dan hal tersebut juga bisa menambah jumlah limbah yang akhirnya harus dibuang dengan benar.[4]
  3. Biaya dan pemulihan biaya.[4]
a. Biaya pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah meningkat dengan cepat begitu konsumsi meningkat. Merencanakan hanya satu sisi penyediaan air tanpa memperhitungkan biaya sanitasi akan menyebabkan kota berhadapan dengan masalah lingkungan dan biaya tinggi yang tak terantisipasi. Pada tahun 1980, Bank Dunia melaporkan bahwa dengan menggunakan praktik-praktik konvesional, untuk membuang air dibutuhkan biaya lima sampai enam kali sebanyak biaya penyediaan. Ini adalah untuk konsumsi sekitar 150 hingga 190 liter air per kepala per hari. Informasi lebih baru dari Indonesia, Jepang, Malaysia dan A. S. menunjukkan bahwa rasio meningkat tajam dengan meningkatnya konsumsi; dari 1,3 berbanding 1 untuk 19 liter per kepala per hari menjadi 7 berbanding 1 untuk konsumsi 190 liter dan 18 berbanding 1 untuk konsumsi 760 liter.[4]
b. Penggunaan ulang air. Jika sumber daya air tidak mencukupi, air limbah merupakan sumber penyediaan yang menarik, dan akan dipakai baik resmi disetujui atau tidak. Karena itu peningkatan penyediaan air cenderung mengakibatkan peningkataan penggunaan air limbah, diolah atau tidak dengan memperhatikan sumber-sumber daya tersebut supaya penggunaan ulang ini tidak merusak kesehatan masyarakat.[4]

[sunting] Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

URAIAN SINGKAT

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah satu Program Nasional di bidang sanitasi yang bersifat lintas sektoral. Program ini telah dicanangkan pada bulan Agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan RI. STBM merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.

Strategi Nasional STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan indikator output-nya adalah sebagai berikut [5]:

  1. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).
  2. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.
  3. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
  4. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
  5. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.[5]

SEJARAH

STBM mulai diuji coba tahun 2005 di 6 kabupaten (Sumbawa, Lumajang, Bogor, Muara Enim, Muaro Jambi, dan Sambas). Sejak tahun 2006 Program STBM sudah diadopsi dan diimplementasikan di 10.000 desa pada 228 kabupaten/ kota. Saat ini, sejumlah daerah telah menyusun rencana strategis pencapaian sanitasi total dalam pembangunan sanitasinya masing-masing. Dalam 5 tahun ke depan (2010 – 2014) STBM diharapkan telah diimplementasikan di 20.000 desa di seluruh kabupaten/ kota.[5]

LATAR BELAKANG[5]

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6 %. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.

[sunting] Catatan kaki

salah konsep

sumber tentang kondom;http://en.wikipedia.org/wiki/Condom. sori dalam bahasa inggris.

n preventing STDs

A giant condom on the Obelisk of Buenos Aires, Argentina, part of an awareness campaign for the 2005 World AIDS Day
See also: Safe sex

Condoms are widely recommended for the prevention of sexually transmitted diseases (STDs). They have been shown to be effective in reducing infection rates in both men and women. While not perfect, the condom is effective at reducing the transmission of organisms that cause AIDS, genital herpes, cervical cancer, genital warts, syphilis, chlamydia, gonorrhea, and other diseases.[47] Condoms are often recommended as an adjunct to more effective birth control methods (such as IUD) in situations where STD protection is also desired.[52]

According to a 2000 report by the National Institutes of Health (NIH), correct and consistent use of latex condoms reduces the risk of HIV/AIDS transmission by approximately 85% relative to risk when unprotected, putting the seroconversion rate (infection rate) at 0.9 per 100 person-years with condom, down from 6.7 per 100 person-years.[53] Analysis published in 2007 from the University of Texas Medical Branch [54] and the World Health Organization[55] found similar risk reductions of 80–95%.

The 2000 NIH review concluded that condom use significantly reduces the risk of gonorrhea for men.[53] A 2006 study reports that proper condom use decreases the risk of transmission of human papillomavirus to women by approximately 70%.[56] Another study in the same year found consistent condom use was effective at reducing transmission of herpes simplex virus-2 also known as genital herpes, in both men and women.[57]

Although a condom is effective in limiting exposure, some disease transmission may occur even with a condom. Infectious areas of the genitals, especially when symptoms are present, may not be covered by a condom, and as a result, some diseases can be transmitted by direct contact.[58] The primary effectiveness issue with using condoms to prevent STDs, however, is inconsistent use.[26]

Condoms may also be useful in treating potentially precancerous cervical changes. Exposure to human papillomavirus, even in individuals already infected with the virus, appears to increase the risk of precancerous changes. The use of condoms helps promote regression of these changes.[59] In addition, researchers in the UK suggest that a hormone in semen can aggravate existing cervical cancer, condom use during sex can prevent exposure to the hormone.[60]
Causes of failure

Condoms may slip off the penis after ejaculation,[61] break due to improper application or physical damage (such as tears caused when opening the package), or break or slip due to latex degradation (typically from usage past the expiration date, improper storage, or exposure to oils). The rate of breakage is between 0.4% and 2.3%, while the rate of slippage is between 0.6% and 1.3%.[53] Even if no breakage or slippage is observed, 1–2% of women will test positive for semen residue after intercourse with a condom.[62][63] "Double bagging", using two condoms at once, is often believed to cause a higher rate of failure due to the friction of rubber on rubber.[64][65] This claim is not supported by research. The limited studies that have been done on the subject support that double bagging is likely not harmful and possibly beneficial.[66][67]

Different modes of condom failure result in different levels of semen exposure. If a failure occurs during application, the damaged condom may be disposed of and a new condom applied before intercourse begins – such failures generally pose no risk to the user.[68] One study found that semen exposure from a broken condom was about half that of unprotected intercourse; semen exposure from a slipped condom was about one-fifth that of unprotected intercourse.[69]

Standard condoms will fit almost any penis, with varying degrees of comfort or risk of slippage. Many condom manufacturers offer "snug" or "magnum" sizes. Some manufacturers also offer custom sized-to-fit condoms, with claims that they are more reliable and offer improved sensation/comfort.[18][70][71] Some studies have associated larger penises and smaller condoms with increased breakage and decreased slippage rates (and vice versa), but other studies have been inconclusive.[28]

Condom thickness is not associated with condom breakage, thinner condoms are as effective as thicker ones.[72] Nevertheless, it is recommended for condoms manufactures to avoid very thick, or very thin condoms, because they are both considered less effective.[73] Some authors even encourage users to choose thinner condoms "for greater durability, sensation, and comfort",[74] but others warn that "the thinner the condom, the smaller the force required to break it".[75]

Experienced condom users are significantly less likely to have a condom slip or break compared to first-time users, although users who experience one slippage or breakage are more likely to suffer a second such failure.[76] An article in Population Reports suggests that education on condom use reduces behaviors that increase the risk of breakage and slippage.[77] A Family Health International publication also offers the view that education can reduce the risk of breakage and slippage, but emphasizes that more research needs to be done to determine all of the causes of breakage and slippage.[28]

Among people who intend condoms to be their form of birth control, pregnancy may occur when the user has sex without a condom. The person may have run out of condoms, or be traveling and not have a condom with them, or simply dislike the feel of condoms and decide to "take a chance." This type of behavior is the primary cause of typical use failure (as opposed to method or perfect use failure).[78]

Another possible cause of condom failure is sabotage. One motive is to have a child against a partner's wishes or consent.[79] Some commercial sex workers from Nigeria reported clients sabotaging condoms in retaliation for being coerced into condom use.[80] Using a fine needle to make several pinholes at the tip of the condom is believed to significantly impact their effectiveness.[50]:306-307[63]
Prevalence

atau, http://en.wikipedia.org/wiki/Misconceptions_about_HIV_and_AIDS

In the United States, the main route of infection for males is via homosexual sex, while for women transmission is primarily through heterosexual contact.[28] Nevertheless, HIV can infect anybody, regardless of age, sex, ethnicity, or sexual orientation.[29][30][31][32][33][34] It is true that anal sex (regardless of the gender of the receptive partner) carries a higher risk of infection than most sex acts, but most penetrative sex acts between any individuals carry some risk. Properly used condoms can reduce this risk.


intinya kondom mengurangi resiko. bukan seratus persen dapat perlindungan darinya. jadi terserah anda.

Selasa, 20 Desember 2011

korsel Ulang soal Lampu Natal

SEOUL, KOMPAS.com - Menyusul kematian pemimpin Korea Utara Kim Jong-il, Korea Selatan berpikir ulang soal rencana penyalaan lampu Natal di menara di perbatasan, kantor berita Yonhap melaporkan, Selasa (20/12/2011).

Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Kwan-jin mengatakan akan "mempertimbangkan kembali" rencana penyalaan lampu Natal di menara-menara di perbatasan dengan Korea Utara.

Saat ditanya soal upacara penyalaan lampu Natal yang rencananya dilakukan pada Jumat (23/12/2011), Kim Kwan-jin menyatakan, "Saya akan mempertimbangkan kembali rencana itu karena bertentangan dengan situasi saat ini. Kami belum mengambil keputusan final soal itu. Rasanya tidak sesuai dengan situasi yang terjadi saat ini."

Korea Selatan berencana menyalakan lampu di tiga menara berbentuk pohon Natal di dekat perbatasan dua hari menjelang Hari Natal. Korea Utara menuduhnya sebagai propaganda antikomunis Selatan. Pyongyang juga memperingatkan akan "situasi tak terduga" setelah penyalaan pohon Natal itu dan menyatakan Seoul harus bertanggung jawab penuh jika terjadi hal buruk.

Pada Senin (19/12/2011) malam, beberapa jam setelah Utara mengumumkan kematian Kim Jong-il, pejabat militer Korea Selatan menyatakan kementerian pertahanan bersedia menerima permintaan kelompok-kelompok agama untuk membatalkan rencana mereka menyalakan lampu-lampu Natal di menara perbatasan itu.

Pada Natal 2010, Korea Selatan menyalakan menara Natal di sebuah bukit perbatasan bernama Aegibong untuk kali pertama sejak 2003, ketika tradisi tahunan Natal itu dihentikan berdasarkan perjanjian rekonsiliasi dua Korea. Tahun ini Selatan berencana mendirikan dua menara tambahan di perbatasan itu.

Seoul menjalankan kembali tradisi itu tahun lalu menyusul provokasi berdarah oleh Pyongyang di Laut Kuning. Insiden ini menewaskan 50 warga Korea Selatan, termasuk dua warga sipil.

Menara Aegibong menjadi simbol kemakmuran Korea Selatan, sebuah kondisi yang bertolak belakang dengan Korea Utara yang miskin. Pyongyang khawatir warna-warni lampu itu bisa melemahkan cengkeraman ideologi rezim Kim Jong-il. Kelap-kelip lampu Aegibong bisa dilihat dari kota terbesar di perbatasan Korea, Kaesong.

Sejak pengumuman kematian Kim Jong-il, militer Korea Selatan menyatakan kesiagaan, namun memilih berhati-hati dalam mengambil tindakan. Dalam sidang parlemen hari ini, Menhan Kim Kwan-jin menyatakan pentingnya menjaga perdamaian dan keamanan Semenjung Korea seraya menekankan perlunya "memonitor situasi dengan tenang dan berhati-hati."

Minggu, 15 Mei 2011

Besok, 4 Planet Bikin "Double Date"


KOMPAS.com — Dini hari nanti empat planet yang terdiri atas Merkurius, Venus, Mars, dan Jupiter akan menggelar "double date". Venus akan berkencan dengan Jupiter, sementara Merkurius dengan Mars. Kencan keempat planet itu paling bagus disaksikan sekitar pukul 04.00-05.00 pagi.


Venus dan Jupiter akan bersinar terang. Saking terangnya sehingga tampak seperti dua supernova. Dua planet itu hanya terpisah 0,5 derajat, satu jari cukup untuk menyembunyikan planet dari pandangan. Venus akan bersinar pada magnitudo -3,8 dan Jupiter -2,1.

Merkurius akan terpisah 2 derajat dari Venus. Sementara Mars akan ada sedikit di bawah Merkurius. Sayangnya, cahaya Merkurius dan Mars tak seterang Venus dan Jupiter sehingga lebih sulit mengamati dua planet tersebut.

Pastinya, "double date" keempat planet itu bisa diamati bila langit cerah. Menurut para astronom, kencan keempat planet akan berlangsung 5 jam 38 menit. Pengamatan di siang hari juga mungkin dilakukan, tapi perlu trik sehingga tak merusak mata.

Waktu yang paling baik untuk pengamatan sendiri adalah saat subuh. Pengamatan bisa dilakukan dengan mata telanjang dengan mengarahkan pandangan ke timur. Hingga beberapa saat setelah Matahari terbit, keempat planet diperkirakan masih bisa terlihat.

Pada bulan Mei ini, planet-planet di tata surya kita memang sedang senang berkencan. Tanggal 13 Mei nanti, Merkurius, Venus, dan Jupiter akan membentuk segitiga. Pada tanggal 20 Mei, segitiga baru bisa diamati, terdiri atas Mars, Venus, dan Merkurius.

Kencan antarplanet adalah fenomena konjungsi planet. Selama bulan Mei, Jupiter, Mars, Merkurius, Venus, Uranus, dan Neptunus berada nyaris segaris di sepanjang garis edar semu Matahari. Sebagai final, tanggal 30 Mei nanti, lima planet akan tampak sekaligus.
kompAS.com — Proses perbaikan layanan Blogger.com tak kunjung usai sejak dilakukan pada tanggal 11 Mei 2011. Spekulasi pun mulai bermunculan di internet. Kabar yang saat ini tengah berembus, perbaikan paling lama sepanjang sejarah Blogger.com ini terkait rencana bahwa layanan tersebut akan segera ditutup pada 25 Juni 2011.

Seperti dilansir situs Softpedia, memang benar akan dilakukan penutupan terhadap layanan Blogger pada bulan Juni mendatang. Tapi tenang dulu. Layanan Blogger yang ditutup tersebut bukanlah secara menyeluruh, melainkan akun Blogger lama yang mendaftar sebelum tahun 2007 dan sampai sekarang belum mengintegrasikan akun Blogger mereka dengan akun Google.

Sebelum Blogger diakuisisi Google, layanan tersebut memang menggunakan sistem akun sendiri sampai tahun 2006. Setelah proses akuisisi dilakukan, baru akun baru mulai diberlakukan dan pengguna diminta melakukan migrasi pada tahun 2007.

Selama empat tahun itu ternyata integrasi tidak dilakukan secara otomatis sehingga pada akhirnya Blogger memutuskan akan segera menghapus dukungan bagi akun pengguna lama. Tidak hanya akan lama yang berhenti bekerja, tetapi blog yang terkait dengan pengguna lamanya pun tentu juga akan segera dihapus jika penggunanya tidak segera bermigrasi ke sistem yang baru pada 25 Juni 2011.

Sebelumnya, Google juga menghadapi masalah yang sama di YouTube dan telah mengeluarkan peringatan serupa baru-baru ini. Mereka meminta para penggunanya untuk memiliki akun Google terlebih dahulu.

Menurut informasi yang beredar, sebelum proses penutupan akun lama Blogger dilakukan, akan ada keterangan lebih lanjut sebelum 25 Juni 2011. (Kompasiana/Pasukat Milala)