Novel “Nayla” karya Djenar Maesa Ayu :
Sebuah tinjauan Psikoanalisa
A. Pengantar
Jacques Derrida dalam artikelnya Freud and the Scene of Writing, melontarkan pertanyaan “What is a text, and when must the psyche be if it can be represented by a text?” (Zainuddin Fananie, 2002:177). Pertanyaan tersebut secara tidak langsung mempertanyakan peranan dan aspek psikologi dalam teks sastra. Apakah mungkin aspek-aspek psikologi dipakai sebagai salah satu pendekaan analisis sastra ?
Menanggapi pertanyaan tersebut berarti terdapat fenomena baru yang mewarnai sastra yang berkembang. Hal ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari kenyataan bahwa perkembangan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari kenyataan bahwa perkembangan karya sastra tidak mungkin dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan yang berada di luar sastra dan yang berkaitan dengan konteks kehidupan.
Jika fenomena psikologis muncul ke pemukaan, tentunya hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di satu sisi, keberhasilan manusia dan segala penemuannya seakan-akan telah mengantarkan pada cita-cita akan kesempurnaan hidup, kepuasan, dan kesejahteraan yang penuh persaudaraan. Namun realitasnya, penemuan tersebut ternyata menghasilkan egosentrisme, kebingungan batin, ketakutan, bahkan state of madness, yaitu bentuk kegilaan histeris dimana hubungan dengan realitas batin telah sirna dan pikiran manusia telah terpisah dari perasaan. Dalam konteks terkini, kepuasan dan keberhasilan manusia ternyata lebih dititikberatkan pada dominasi individu atas individu lainnya.
Masalah di atas muncul, karena “keberhasilan” yang diraih sulit dipisahkan dari daya pikir dan kehendak. Jika kehendak mempunyai peranan yang lebih besar dari daya pikir, tidak tertutup kemungkinan bahwa “keberhasilan” yang dicapai adalah “keberhasilan” yang naif, “keberhasilan sesaat dan semu, yang seringkali lepas dari kendali kesadaran diri sehingga yang muncul ialah “super-ego”(Zainuddin Fananie, 2002:179). Hal ini besar sekali kemungkinannya, seperti yang dituangkan dalam teori diterminisme Psikologi yang dikembangkan oleh Freud. Kebebasan yang demikian tentu masih terselip “ketakutan”, karena apa yang diperoleh manusia tersebut sebenarnya tidak lebih dari upaya untuk memperjuangkan naluri “super-ego”-nya akibat tekanan sosial sehingga kesadaran untuk memperoleh “keberhasilan itu sendiri sebenarnya tidak ada. Sebenarnya muncul paradoks pengertian tentang makna sebuah “keberhasilan”. Apakah keberhasilan itu ada apabila sesorang individu mampu memenuhi kehendaknya tanpa halangan, ketakutan, keterpaksaan, atau sejenisnya.
Alasan tersebut yang mendasari penulisan ini. Novel “Nayla” karya Djenar Maesa Ayu dipakai sebagai objek kajian dengan pertimbangan bahwa masalah yang berkaitan dengan “jiwa” tersebut tidak hanya ada dalam karya-karya asing, melainkan juga sudah merambah sastra Indonesia. Tentunya hal ini tidak dapat dilepaskan dari konteks psikoanalisis itu sendiri dan problem kehidupan manusia dewasa ini yang tidak lagi bersifat partial, melainkan sudah bersifat global. Berdasarkan hal tersebut diharapkan dapat diketahui persoalan-persoalan apa yang dihadapi manusia saat ini dan solusi apa yang perlu dilakukan.
B. Psikologi sebagai suatu analisa
Banyak ragam definisi yang merujuk kepada pengertian psikologi sebagai ilmu jiwa yang menekankan perhatian studinya pada manusia, terutama pada perilaku manusia (human behavior or action). Hal ini dapat dipahami sebab perilaku merupakan fenomena yang dapat diamati dan bukan abstrak. Jiwa merupakan sisi dalam (inner side) manusia yang tidak teramati tetapi penampakannya tercermati dan tertangkap oleh indera, yaitu lewat perilaku (Siswantoro, 2003:26).
erilaku manusia sangat beragam, tetapi memiliki pola atau keterulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu. Misalnya, perilaku yang berhubungan fenomena frustasi atau kecemasan (anxienty). Pemahaman fenomena kejiwaan tersebut dapat dilakukan lewat perilaku seperti yang diucapkan dan diperbuat penanggung frustasi dan anxienty. Ucapan dan perbuatan yang menjadi bahan observasi dan seterusnya diidentifikasi sebagai kategori : repression, aggression, projection atau kategori lain. Demikian pula perilaku seseorang yang menanggung gejala jiwa tak normal (abnormal) dapat dipilah-pilah ke dalam kategori hysteria, fobia, depresi dan lain-lain.
Novel atau cerpen sebagai bentuk karya sastra merupakan jagad realita yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh). Realita sosial, realita psikologis, dan realita religius merupakan tema-tema yang sering kita dengar ketika seseorang membicarakan novel sebagai realita kehidupan. Secara spesifik realita psikologis misalnya, adalah kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan lingkungan. Fenomena psikologis yang muncul di dalam fiksi baru memiliki arti, kalau pembaca mampu memberikan interpretasi dan ini berarti ia memiliki bekal teori tentang psikologi yang memadai.
C. Analisis Psikologis pada novel “Nayla” karya Djenar Maesa Ayu.
a. Garis besar cerita
Sejak orang tuanya bercerai, Nayla Kinar ikut bersama Ibunya, sedangkan ayahnya menikah lagi. Selama hidup bersama sang Ibu Nayla kecil mengalami banyak tekanan kejiwaan maupun fisik seperti saat ia tidak bisa berhenti ngompol, ibu menusuk vaginanya dengan peniti, begitupula saat Nayla tidak mau makan sayur maka ibu memaksanya untuk mengeluarkan makanan yang telah ditelannya dan menyumpal mulutnya dengan kotorannya sendiri, atau saat Nayla menghilangkan tutup pensil setelah menggunakannya, maka ibu menyuruhnya berjemur di atas atap seng hingga kulit pada telapak kakinya mengelupas. Tekanan yang paling menyakitkan bagi Nayla ialah saat ia diperkosa oleh laki-laki teman kencan ibunya sendiri, padahal waktu itu ia masih sembilan tahun.
ayla kemudian memilih untuk tinggal bersama ayahnya yang seorang penulis, namun kematian ayahnya ternyata membuat Nayla terpukul dan dia mulai terlibat dengan narkotik sampai Ibu tirinya mengirim dia ke pusat rehabilitasi.
Nayla melarikan diri dari pusat rehabilitasi, dia memasuki dunia malam sebagai seorang juru lampu di sebuah diskotek yang kemudian mempertemukannya dengan Juli, seorang lesbian yang berprofesi sebagai disk jockey. Selepas kepergian Juli, Nayla mulai menjalin hubungan dengan laki-laki yang bernama Ben, namun hubungan itu akhirnya harus berakhir karena perbedaan persepsi mengenai pandangan hidup mereka.
Pada akhirnya Nayla berhasil menjadi penulis yang sukses berkat perjalanan hidup yang tertuang dalam bentuk tulisan, bahkan dia juga menerima tawaran untuk mengangkat tulisannya untuk dijadikan sebuah skenario film.
b. Manifestasi teori-teori psikologi dalam novel “Nayla” karya Djenar Maesa Ayu
1. Frustasi (Frustration)
Definisi atau pengertian frustasi adalah sebagai berikut :
eseorang mengalami frustasi ketika keinginannya terganjal untuk bisa terealisasi atau khayali, atau bisa juga dikatakan bahwa seseorang mengalami frustasi karena hasrat keinginannya terhalang sehingga tidak dapat terwujud. Halangan tersebut bisa berasal dari keterbatasan fisik atau psikis.
Sejalan dengan pengertian ini, Nayla mengalami frustasi sebab ia tidak bisa merealisasikan keinginannya untuk bisa hidup bahagia selayaknya anak-anak seusianya. Perasaan itu menapak puncaknya saat ayahnya meninggal, seperti yang terdapat dalam surat Nayla untuk ayahnya yang telah tiada :
a, setelah itu saya sering tertawa-tawa sendiri. Saya tersadar, ternyata Tuhan punya selera humor yang tinggi. Begitu mudanya ia memberi dan dalam sekejap menariknya kembali. Jadi apa yang lebih tepat saya lakukan selain tertawa, Ayah ? kita semua Cuma boneka yang diikat tali tak berdaya mengikuti gerakan jarinya. Karena itu saya tertawa, karena saya yakin, ia ingin saya menikmati leluconnya. Saya tak berani sedih atau marah. Saya takut ia murka. Sejak itu saya hanya mengikuti arus permainanya. Ia tak berhenti memamerkan leluconnya. Ketika saya tertawa, orang-orang berpikir saya mabuk. Saya pengguna narkoba, saya pun dijebloskan ke dalam rumah perawatan yang mirip penjara. (halaman 57)
Reaksi mekanistis (Defense Mechanism)
Seseorang yang mengalami frustasi akan bereaksi secara tidak sadar untuk mengurangi tekanan batin yang menimbulkan rasa sakit atau stress. Reaksi itu disebut defense mechanism, dengan reaksi ia sebenarnya berusaha mempertahankan harga dirinya dari realita yang dihadapinya. Reaksi mekanistis dapat dibagi menjadi tiga bentuk pokok perilaku dalam upaya penyesuaian (a) reaksi agresif, (b) reaksi menghindar atau menarik diri, (c) reaksi mengganti atau kompromistis.
a. Reaksi menyerang/ menyakiti (Aggressive Reaction)
Seseorang yang frustasi bisa melakukan tindakan menyerang, baik terhadap objek penghalang penyebab frustasi atau terhadap objek pengganti. Proses penyerangan yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan mendapat respon yang tidak baik seperti: hukuman masyarakat dan rasa bersalah pada pelaku itu sendiri. Seperti yang terjadi pada Nayla:
Lihat dirimu, anakku. Amat menyedihkan. Kamu datang dengan mabuk di hari ulang tahunmu bersama gembel-gembel yang kamu akui sebagai teman. Tak ada bau minuman di mulutmu. Jadi pastilah kamu menenggak obat. Walaupun kamu tak mengaku, tapi aku tahu. (halaman 16)
ata-kata sang ibu di atas membuktikan bahwa kematian sang ayah membuat Nayla terpukul dan ia mengambil jalan untuk melawan semua nilai-nilai yang sebelumnya ditanam oleh sang ibu yaitu dengan jalan mabuk dan memakai obat-obatan hingga akhirnya ia mendapat hukuman atas perbuatannya dan dijebloskan ke rumah perawatan anak-anak nakal.
b. Reaksi Menghindar (Withdrawal Reaction)
Reaksi menghindar dibagi menjadi repression, fantasy, dan regression.
- Repression
Represi adalah proses peminggiran dari kesadaran, pikiran maupun perasaan yang menimbulkan kepedihan, rasa malu, atau bersalah.
Hal ini terlihat dalam penggalan kata-kata Nayla:
Setiap pertemuan akan ada perpisahan, say tak mau menerima yang pertama. Saya harus siap dengan kemungkinan yang kedua. Saya akan membuka hati hanya untuk terluka saja. (halaman 58)
- Imajinasi (Fantasy)
Ketika hasrat terganjal oleh realita, orang itu boleh jadi lari ke dunia khayal yang bisa memuaskan keinginanya yang terhalang.
Nayla mengalami hal yang demikian saat ia berangan-angan untuk bisa menjadi seorang penulis saja seperti ayahnya, tidak seperti ibu, sebagai model.
- Kemunduran Pemikiran (Regression)
Di dalam regresi seseorang melarikan diri dari realita yang menyakitkan dan dari tanggung jawab yang diembannya menuju kearah masa kanak-kanaknya yang terlindungi. Orang itu kembali ke kebiasaan lamanya dalam upaya penyesuaian diri agar terlepas dari kepenatan batinnya seperti; menangis, mencibirkan bibir seperti yang biasa anak-anak lakukan, perilaku yang minta diperhatikan, dan lain-lain yang dulu pernah dikerjakan pada masa kanak-kanak.
Keadaan seperti itu dialami Nayla saat berada di dalam rumah perawatan anak nakal.
Sudah seminggu ia disini. Di kala senggang kerjanya hanya tertawa-tawa sendiri, memilin-milin ujung rambut, dan menggigit ujung jari. (halaman 18)
Selain itu, regresi juga terjadi pada diri Nayla saat dia diperkosa oleh laki-laki teman kencan ibunya sendiri
Saya tak merasakan apa-apa. Vagina saya sudah terbiasa dengan tusukan peniti ibu dulu. Yang walaupun lebih kecil namun lebih tajam dan tidak dmaksudkan pada tempatnya sehingga sakitnya melebihi penis Om Indra yang merasuk kuat ke dalam lubang vagina saya.(halaman 113)
Konsep lain dari reaksi menghindar adalah nomadism, yaitu terkait dengan reaksi seseorang yang terus menerus berkelana dari satu tempat ke tempat lain, selalu berpindah-pindah, meskipun tidak diperoleh hasil yang nyata. Nayla merealisasikan hal ini dengan hidupnya yang tidak menetap semenjak melarikan diri dari rumah perawatan anak nakal, juga hubungan seksualnya dengan sesama Jenis (Juli) hingga gubungannya dengan lelaki bernama Ben.
c. Reaksi kompromistis (Compromise Reactions)
Di sini individu harus menyerah kepada suasana yang mengancam atau tidak menyenangkkan akibat frustasi, tetapi tanpa harus menyerah total sehingga tujuan yang diimpikan tetap bisa terealisasi.
Nayla butuh pilihan. Tapi apa yang bisa ia pilih ketika ia sama sekali tak punya pilihan ? hanya untuk semua inikah ia dilahirkan ? Terlahir, terluka, dan disia-siakan ? sampai matikah ia akan seperti ini ? (halaman 76)
Mendadak ia seperti mendapat kekuatan. Pada saat itu Nayla sadar kalau ia pasti bisa bertahan selama punya akal dan mental. Selama ia masih bisa peka terhadap hal-hal yang diangap tak berarti oleh kebanyakan orang dan menjadikannya sebuah nilai. (halaman 76)
Cuplikan tersebut cukup menerangkan reaksi kompromi yang terjadi pada diri Nayla.
2. Reaksi Diri (Self Defence)
Fungsi self defence adalah menjaga diri agar tidak terpuruk dan pada saat yang sama ia berfungsi menyembunyikan wataknya ketika image diri terganggu. Adalah ciri setiap individu untuk mempertahankan diri terhadap perubahan, tekanan, yang berasal dari individu itu sendiri atau dari kelompok yang berupa kegagalan, kritik, celaan dan sebagainya.
Wujud reaksi diri yang terjadi pada Nayla atau fungsi penyesuaian dirinya terletak pada bagaimana ia mengatasi kelemahan, keterbatasan, dan kekalahan dengan jalan menarik perhatian pada sisi kelebihan yang ia miliki.
Nayla menatap Ben dengan pandangan tak percaya, dipecahkannya botol bir dan dihujamkannya ke arah Ben. Tidak dengan sungguh-sungguh tentunya. Tapi tetap saja ujung pecahan botol itu menggores dada Ben. Mengoyak bajunya. Membuat Ben balik menatap Nayla dengan pandangan tak percaya. (halaman 151)
Keadaan Nayla yang merasa takut dipojokkan oleh laki-laki, memaksanya untuk memunculkan sisi kuat dari dalam dirinya, dengan harapan agar menutupi kelemahannya sebagai perempuan, tentunya Nayla tidak ingin dikatakan sebagai perempuan lemah.
D. Penutup
Dari beberapa uraian di atas, maka dapat dibenarkan pendapat Erich Fromm yang dikutip oleh Zainuddin Fananie (2002:178) bahwa kesadaran diri, penalaran dan imajinasi ternyata telah merobek keharmonisan hidup dan menyebabkan manusia menjadi menyimpang dan menjadi aneh. Padahal manusia sebenarnya adalah bagian dari alam, ia adalah perangkat dari being yang secara fisikal dan mekanistis tidak dapat diubah.
Di sinilah psikoanalisis mengkaji apakah sistem berfikir bersifat ekspresif bagi perasaan yang ia tampilkan atau hanya merupakan sebuah rasionalisasi yang tersembunyi dibalik sikap-sikapnya (Erich From, 1988:57, dalam Zainudin Fanani, 2002:180)
Setidaknya Manifestasi teori-teori psikologi dalam novel “Nayla” karya Djenar Maesa Ayu ini dapat membuktikan adanya kaitan / hubungan teori psikologi sebagai salah satu pendekatan karya sastra. Selain itu juga semakin memperjelas bahwa Djenar dengan gejala slip of the tounge penganut aliran ilmu jiwa Freudian bahwa manusia tidak selalu mengerti apa yang disampaikan dan tidak selalu menyampaikan apa yang dia mengerti ada benarnya.
an tawa saya semakin mengeras lagi, perut saya semakin kram, ketika menyadari saya tetap tak dapat mengambil keputusan untuk mati walaupun kepala sudah dipenuhi berbagai teori, tentang kematian maupun cinta.(halaman 107)
Penggalan kata-kata yang terdapat dalam novel “Nayla” karya Djenar di atas juga dapat dijadikan bukti bahwa Djenar memang memiliki kedekatan dengan teori-teori kejiwaan Freud. Berdasarkan kalimat terakhir “tentang kematian maupun cinta” di atas ada hubungannya dengan salah satu teori Freud mengenai naluri kematian dan kehidupan bahwa kita harus menerima dua macam naluri: di satu pihak naluri-naluri kehidupan atau dengan nama lain libido atau eros dan di pihak lain naluri-naluri kematian atau dengan nama lain Thanatos. (Dr. K. Bertens, 1979:XXXI ) Sedangkan istilah “eros” dan “Thanatos” sendiri adalah kata-kata Yunani yang berarti “cinta” dan “kematian”
DAFTAR RUJUKAN
Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta : Muhammadiyah University Press.
Bertens, K. 1979. Memperkenalkan Psikoanalisa Sigmund Freud. Jakarta : Gramedia.
Djenar, Maesa Ayu. 2005. Nayla. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra Analisis Psikologis. Surakarta : Muhammadiyah University Press.
Analisis Novel “Nayla” karya Djenar Maesa Ayu :
sebuah tinjauan Psikoanalisa
akhmad Adhi Hartyanto / 042074017
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar