Sabtu, 31 Oktober 2009

Awas, Pemuda Palestina Bosan dengan Kebuntuan Politik


Sabtu, 31 Oktober 2009 | 16:26 WIB

BETHLEHEM, KOMPAS.com - Keretakan antara dua kelompok besar Palestina makin meluas. Sementara, banyak pemuda di Tepi Barat, yang selama berpuluh tahun mengejutkan tentara dengan gerakan nasional mereka, kian meningkat kekecewaannya terhadap para pemimpin mereka.
   
Jumlah keanggotaan mereka sulit bertambah, namun puluhan wawancara yang dilakukan dengan para mahasiswa di universitas seluruh Tepi Barat justru menumbuhkan kebencian atas kegagalan para pemimpin Palestina untuk menghentikan pendudukan Israel, atau bahkan membentuk fron persatuan untuk menentangnya.
   
Mohammed Abu Latifa, seorang mahasiswa dari Universitas Bethlehem mengatakan, dia kehilangan kepercayaan terhadap partai Fatah yang dipimpin Presiden Mahmud Abbas yang didukung negara-negara Barat, karena dia gagal menghentikan perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat.
   
"Presiden Abbas mengatakan dia tidak akan berunding tentang pemukiman, sementara pembangunan pemukiman Yahudi terus berlangsung, dan perundinganpun terus berlangsung," katanya.
   
Mereka merujuk pada upaya-upaya AS untuk meluncurkan kembali perundingan-perundingan antara kedua pihak.
   
Namun, mahasiswa berumur 21 tahun itu lebih mendukung gerakan Hamas, yang telah menguasai Jalur Gaza pada Juni 2007, dan berjanji akan melenyapkan negara Yahudi tersebut. "Hamas tidak berinteraksi dengan kami, meskipun kami memahami mengenai segalanya, namun sebaliknya mereka memainkan emosi kami dan menghasut kami," katanya.
   
Emad Ghiyada, profesor pada Universitas Birzeit yang mengkhususkan diri pada gerakan mahasiswa, mengatakan pertikaian antarkelompok dan macetnya proses perdamaian itu telah menyebabkan kedua faksi tersebut berusaha mengajak para pemuda.
   
Tetapi, partai-partai itu gagal mewujudkan tujuan-tujuan mereka, apakah dengan perjuangan senjata atau dengan pemberontakan, atau dengan cara damai.
   
Pada awal bulan ini Birzeit menyelenggarakan acara untuk memprotes ancaman-ancaman Israel terhadap masjid suci Al-Aqsa, yang juga disucikan oleh kaum Yahudi, sebagai pusat pemberontakan bangsa Palestina pada tahun 2000.  
   
Polisi Israel bentrok dengan para pemrotes Palestina persis di luar mesjid tersebut beberapa hari sebelumnya, dan pihak penyelenggara memperkirakan sekitar 9.000 mahasiswa datang untuk menyampaikan kemarahannya.
   
Dalam survei baru-baru ini yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan dan Riset Palestina didapati, 27 persen pemuda tidak mendukung partai politik.
   
Nader Said, seorang profesor sosiologi pada Universitas Birzeit juga mengatakan, perbedaan antara para pemimpin partai dan para mahasiswa itu telah dia pelajari. "Pemimpin Palestina dari semua kelompok kini menyanyi di lembah dan para mahasiswa menyanyi di lembah yang lain pula," ujarnya.

Tidak ada komentar: