Kehidupan kita telah berubah tetapi mengapa dunia sastra tetap saja sekarang terasa hampa tanpa kehadiran pertentangan penganut sastra realisme dengan penganut sastra behavorisme yang sebenarnya sesuatu yang kita butuhkan. Karena dari pertentangan itu timbulah karya sastra dan sastrawan yang bermutu walau jaman sekarang karya sastra juga bisa dikatakan bermutu dengan tidak adanya pertentangan maka satra sendiri tidak terangkat. Bandingkan apabila penulis terkenal dengan penyanyi yang datang maka minat masyarakat yang lebih besar adalah pemusik. Dengan hal ini bisa dikatakan bahwa dunia sastra adalah dunia sebagian kecil masyarakat kita. Bila kita melihat masa yang lalu kekuatan politik penguasa sangat kuat. Terutama pada masa presiden soekarno Pada waktu itu kondisi politik sangat tergantung dengan pusat, dengan pengolongan dunia politik yang berimbas juga pada dunia sastra. Pada masa jaman penjajahan kita bila melihat karya sastra yang masih ada sampai sekarang adalah hanya bisa menikmati karya sastra yang seadanya karena banyak sastrawan yang dicekal karyanya dan hasilnya karya sastra itu cenderung hanya untuk memberikan hiburan belaka di masa sekarang di masa yang kebebasan di dengung dengungkan. Kita harus melakukan penyesuaian dalam pembuatan karya sastra kritik-kritik sosial harus kita hidupkan dalam karya sastra.
Pemakain konsep tentang kehidupan yang sedang terjadi masyarkat melalui sebuah teks yang bisa di baca orang bayak ataupun sebuah pertunjukan karya drama yang mengangkat moral para penikmatnya. Dalam kehidupan ini sebuah karya sastra bisa menjadi penumbuh semangat bagi setiap pembacanya, karya sastra realisme berguna untuk memperkuat kesadaran politik, masyarakat harus mengetahui musuh-musuhnya yang menghisap dalam hidupnya.
Kita harus membagunkan mereka dengan karya kita buka memberikan mimpi-mimpi indah yang tidak mungkin dicapai hanya dengan agan-angan. Kita harus membuat mereka kembali berpikir, kembali mempunyai semangat hidup, mau berkeringat demi perjuangan hidupnya, hingga memberikan segenap kemampuanya demi mengubah dunia kita ini melalui mengubah cara hidupnya .
Makanya kita harus melawan karya seni yang hanya bisa dimengerti oleh para seniman ataupun sastrawan karena seni sebenarnya memiliki dua fungsi utama yaitu mengibur dan memberikan suatu manfaat yang dapat diambil. Bagaimana sebuah karya sastra bisa memberikan manfaat jika masyarakat yang memilikinya tidak mengerti sama sekali yang dinginkan oleh seniman ataupun sastrawan.
Pramudya membuka karya sastra dengan karya-karyanya yang memberikan perlawanan tentang dirinya yang selalu ditekan kreatifitasnya baik itu melalui melalui fisik yakni dipenjara di pulau buru juga larangan keluar negeri dan juga sampai tahun 2000 tiap minggu wajib melapor ke polisi setempat. Juga yang mematikan kretifitasnya dalam pemikiran adalah pelarangan penerbita tetra logi nya juga penahanan tanpa pemeriksaan bagi yang mempunyai tetralogi Pramudia.
Tetapi karya pram juga bisa dimasukan dalam poskolonialisme karena mengungkapkan bagaimana penindalam penguasa terhadapap rahyatnya atau orang yang dibawahnya. Dibuktikan dengan dalam pemikiran karyanya yang ingin mengahapus bahasa Jawa yang sitem pemakaianya berdasarkan golongan-golongan berbeda dengan bahasa melayu yang tanpa perbedaan pemakain.
Pandanganya secara umum hampir tidak berubah pada awal ia berkarya hingga ia tutup usia, mungkin perbedaanya adalah hanyalah periode gerak perkembangan dalam katifitas karya sastranya. Yang di bagi dalam tiga periode yakni adalah periode sebelum lekra, di masa ini pramudya sebagai pejuang kemanusiaan dan keadilan bisa dikatakan masa yang polos. Ungkapan politisnya lebih banyak mucul sebagai produk kekecewaan atas dunia. Periode dua peride sesudah dia masuk lekra yang dimulai dengan dia pergi ke Cina yang mengakibatkan ia terpengaruh politik sastra di sana yang membawanya menjadi pribadi yang keras kepala, galak, polemis, dan tak mau berkompromi. Yang dikaakan dengan bergabungnya dengan lentera dan berkofontrasi dengan selain diluar pemikiranya atau yang menentang pemikiranya, masa yang ketiga adalah masa setelah lekra di basmi bersama segala sesuatu yang berhubungan dengan politik komunis yang membawa Pramudya mampu mengahsilakan karya sastra yang bermutu tinggi yang dapat dipertangungjawapkan secara moral dan kreatifitas seni.
Pemakain konsep tentang kehidupan yang sedang terjadi masyarkat melalui sebuah teks yang bisa di baca orang bayak ataupun sebuah pertunjukan karya drama yang mengangkat moral para penikmatnya. Dalam kehidupan ini sebuah karya sastra bisa menjadi penumbuh semangat bagi setiap pembacanya, karya sastra realisme berguna untuk memperkuat kesadaran politik, masyarakat harus mengetahui musuh-musuhnya yang menghisap dalam hidupnya.
Kita harus membagunkan mereka dengan karya kita buka memberikan mimpi-mimpi indah yang tidak mungkin dicapai hanya dengan agan-angan. Kita harus membuat mereka kembali berpikir, kembali mempunyai semangat hidup, mau berkeringat demi perjuangan hidupnya, hingga memberikan segenap kemampuanya demi mengubah dunia kita ini melalui mengubah cara hidupnya .
Makanya kita harus melawan karya seni yang hanya bisa dimengerti oleh para seniman ataupun sastrawan karena seni sebenarnya memiliki dua fungsi utama yaitu mengibur dan memberikan suatu manfaat yang dapat diambil. Bagaimana sebuah karya sastra bisa memberikan manfaat jika masyarakat yang memilikinya tidak mengerti sama sekali yang dinginkan oleh seniman ataupun sastrawan.
Pramudya membuka karya sastra dengan karya-karyanya yang memberikan perlawanan tentang dirinya yang selalu ditekan kreatifitasnya baik itu melalui melalui fisik yakni dipenjara di pulau buru juga larangan keluar negeri dan juga sampai tahun 2000 tiap minggu wajib melapor ke polisi setempat. Juga yang mematikan kretifitasnya dalam pemikiran adalah pelarangan penerbita tetra logi nya juga penahanan tanpa pemeriksaan bagi yang mempunyai tetralogi Pramudia.
Tetapi karya pram juga bisa dimasukan dalam poskolonialisme karena mengungkapkan bagaimana penindalam penguasa terhadapap rahyatnya atau orang yang dibawahnya. Dibuktikan dengan dalam pemikiran karyanya yang ingin mengahapus bahasa Jawa yang sitem pemakaianya berdasarkan golongan-golongan berbeda dengan bahasa melayu yang tanpa perbedaan pemakain.
Pandanganya secara umum hampir tidak berubah pada awal ia berkarya hingga ia tutup usia, mungkin perbedaanya adalah hanyalah periode gerak perkembangan dalam katifitas karya sastranya. Yang di bagi dalam tiga periode yakni adalah periode sebelum lekra, di masa ini pramudya sebagai pejuang kemanusiaan dan keadilan bisa dikatakan masa yang polos. Ungkapan politisnya lebih banyak mucul sebagai produk kekecewaan atas dunia. Periode dua peride sesudah dia masuk lekra yang dimulai dengan dia pergi ke Cina yang mengakibatkan ia terpengaruh politik sastra di sana yang membawanya menjadi pribadi yang keras kepala, galak, polemis, dan tak mau berkompromi. Yang dikaakan dengan bergabungnya dengan lentera dan berkofontrasi dengan selain diluar pemikiranya atau yang menentang pemikiranya, masa yang ketiga adalah masa setelah lekra di basmi bersama segala sesuatu yang berhubungan dengan politik komunis yang membawa Pramudya mampu mengahsilakan karya sastra yang bermutu tinggi yang dapat dipertangungjawapkan secara moral dan kreatifitas seni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar