Selasa, 22 April 2008

mall adalah simbol hedonisme kehidupan kita

Mall dalam simbol hedonisme dan kapitalisme
Di kehidupan yang sekarang ini kehidupan memang tidak terlepas dari uang karena dalam sistem yang ada uang tak lagi berfungsi sebagai apa yang disebut Marx sebagai sistem representasi nilai ekonomi, melainkan sebagai sebuah sistem penampakan yang tampak makna, yang merupakan perpanjangan tangan dari system ekonomi masyarakat komsumer.
Ekonomi disemarakan dengan gairah-gairah, keterpesonaan, dan ekstasi demi kelancaran mengalirnya perputaran uang. Setiap orang dapat menikmati ampas akomoditi berupa barang-barang konsumsi. Barang itu secara umum dapat kita sebutkan menjadi tiga yaitu makanan, sandang dan hobi. Ketiga hal tersebut secara umum dapat kita temukan dalam setiap kegiatan untuk menghasilkan uang dengan hiburan yang dapat kita temukan dalam mall. Makanan memang sumber kebutuhan dasar manusia untuk mendapatkan energy makanya dalam setiap mall akan selalu kita temukan beraneka macam makanan yang selalu saja dapat kita temukan baik itu makanan lokal ialah kuliner umum yang bisa ditemukan di warung atau makanan oriental yang memang menjadi pangsa pasar untuk kalangan tingkat menengah dan atas. Makanan kontinental atau yang lebih tepat makanan modern dapat diwakili muara laba fast food seperti KFC, Mc Donald, Pizza Hut dal banyak merek lain lagi mereka adalah symbol kapitalisme dan hedonisme yang masuk di Indonesia.
Dengan memmanfaatkan merek dagang yang berasal dari luar negeri mereka mencoba memasukan makanan itu dalam menu kita seperti sebuah produk yang mengadakan paket hemat lima ribuan dari hari senin sampai jumat untuk menarik minat konsumen. Kecepatan berlihnya minat masyarakat kita ke makanan yang bersifat modern hal ini dipengaruhi juga oleh budaya masyarakat kita yang mengagungkan atau mendewakan segala yang berasal dari luar negeri. Mudah tertarik masyarakat kita apalagi yang berasal dari luar negeri dimanfaatkan untuk mencari pasar laba. Dan pameo yang membuat percaya masayarakat kita yaitu apabila kita ingin menjadi modern kita harus melakukan suatu yang modern yaitu memanfaatkan waktu yang sebaiknya kemudian di jawap dengan Fast food. Memang hal ini jadi hal yang menyenangkan apabila kita makan tidak membutuhkan waktu yang lama dan makananya pasti enak walaupun dengan itu kita harus mengorbankan uang yang lebih dibandingkan membeli makanan di warung karena lebih memuaskan. Itulah yang dicoba masukan dalam pemikiran kita.
Apabila dahulu kita makan agar kenyang sekarang hal itu telah berubah Karena makanan bukan sekedar lagi untuk memenuhi kebutuhan kalori kita tetapi sebagai kebutuhan gaya hidup. Untuk memenuhi hal itu makanya di mall disediakan tempat makan yang sudah memiliki merk baik nasional maupun internasional.
Sisi yang kedua yaitu pakaian, apabila kita pergi ke mall maka kita akan menemukan orang-orang yang memakai pakaian yang lagi ngetren sekarang ini. Kita memang bisa menemukan tren yang sekarang lagi popular melalui majalah mode atau majalah wanita pasti kita akan menemukanya bahkan sekadar Koran harian pakaian kita pasti menemukanya baik secara tanpak dengan ulasan mode ataupun tak tampak dengan artis kita yang mode pakaianya yang begitu wah !, hal ini disebabkan pakaian bukan sekedar lagi hanya utuk menutupi bagian pribadi kita ataupun untuk melindungi dari cuaca tetapi simbol dari diri kita siapa kah sebenarnya kita karena pakaian akan menujukan sifat orang yang memakainya.
Yang ketiga bentuk pemanfaatan kapitalisme dalam mall adalah bagaimana mereka memanfaatkan hobi yang merupakan kesenangan orang secara umum. Manusia memang mahluk dengan human interest yang tinggi karena itu keinginan menreka akan kesenangan pada sesuatu akan mudah di manfaatkan. Kita akan mudah bergaul dengan seseorang apabila memiliki hobi atau kesenangan yang sama hal inai terjadi pada kita secara umum dan tidak kita sadari dan di anggap sebagai kebutuhan kita untuk menyenangkan diri kita, bukan sebagai usaha kapitalisme sebagai cara untuk menarik minat konsumen. Karena masyarakat global kita ditandai dengan oleh beberapa perubahan mendasar yang meresapi dan mengkontaminasi berbagai bentuk diskursus, baik secara local ataupun , regional, maupun global. Berbagai macam diskursus kini dalam krissi identitas, yaitu ketidak mampuan diskursus tersebut mempertahankan struktur alamia dan normatifnya sebagai akibat dari berbagai kontaminasi yang mengenainya *karena itu dalam memasukan budaya asing dalam budaya kita mula-mula pakaian yang kita gunakan bukan lagi pakaian yang sebenarnya kita inginkan tetapi sudah mengikuti tren yang berlangsung sekarang ini agar tidak diangap ketingalan jaman.
Uang sebagai sarana utama untuk menikmati segala fasilitas dalam mall adalah pokok utama yang dicari dan yang menjadi aktor utama keberlangsungan sistem. Perputaran uang sangat cepat dan yang yang tidak kalah mengejutkanya adalah bagaimana orang mencari uang dan menghabiskanya di mall, bagi orang yang mampu belanja di mall memang menjadi hal biasa bila dalam seminggu menghabiskan uang sampai puluhan juta rupiah juga hal ini dipermudah dengan hadirnya kartu ktedit atau dengan kartu ATM yang sudah banya digunakan masyarakat kita.
Ini sebenarnya adalah politik pencurian uang dan budaya kita dengan memakai budaya asing, tetapi imbas yang paling negative adalah penyalah gunaan kebutuhan akan hedonisme sebagai sikap komsumtif yang berlebihan. Makanya tidak jarang kalau kita mendengar atau bahkan melihat sendiri fenomena anak sekolahan atau mahasiswa yang menjajahkan diri pada pria, kebutuhan mereka akan tren pakaian atau untuk memenuhi kesenagan mereka dipenuhi karena secara materi tidak mampu hanya mengandalkan uang dari orang tua dan belum memiliki perkerjaan maka dengan cara itu mereka memenuhi kebutuhanya.




* amir pialang, Yasraf. Dunia yang Dilipat : 164
Diskursus : cara menghasilkan penegetahuan, berserta pratik sosialnya yang menyertai

Tidak ada komentar: