Kamis, 08 Januari 2009

MOTIF ORNAMEN CANDI PRAMBANAN


 

Motif ornamen yang dipahatkan di Candi Prambanan adalah sangat mewah dan beraneka ragam. Motif ini dikelompokkan menjadi: Motif Prambanan, flora, fauna.

MOTIF PRAMBANAN
Terletak di antara bingkai bawah dan atas pagar langkan bagian luar kaki candi atau dinding luar kaki candi. Motif ini salah satu keistimewaan terdapat di Candi Prambanan, dan tak ada duanya pada candi-candi lain di Indonesia.

Pahatan dengan tingkat kehalusan yang tinggi dan imajinasi yang luar biasa berjumlah 135 panel, mengelilingi masing-masing pagar langkan di setiap bangunan candi yang ada di halaman pusat:
 
  

• Candi Siwa - 32 panel
• Candi Brahma - 23 panel
• Candi Wisnu - 23 panel
• Candi Nandi - 19 panel
• Candi A (Garuda ?) - 19 panel
• Candi B (Angsa ?) - 19 panel

Di dalam satu motif Prambanan terdapat 3 relung berisi tokoh singa dalam posisi duduk diapit 2 pohon Kalpataru. Unsur baku motif ini dibagi menjadi 2:
relung berisi ornamen Kalpataru dan pelengkapnya,
dan relung berisi singa dalam posisi duduk.

MOTIF FLORA
Motif dunia tumbuhan banyak terdapat di kaki maupun tubuh bangunan Candi Prambanan berupa daun pepohonan dalam gaya naturalis, yang dibagi dalam:

Sulur-suluran, motif ini adalah hasil penggayaan daun padma. Bagian daun distilasi dan dibelah sehingga menjadi bentuk ikal dan ujungnya berbalik ke arah berlawanan. Ada 3 variasi sulur-suluran:

  * Sulur yang keluar dari jambangan menjulur dan melingkar ke kanan kiri, banyak terdapat di dinding kaki Candi Siwa bagian dalam, dinding luar kaki Candi Wahana, Candi Apit dan Candi Perwara.
  * Sulur yang keluar dari binatang, yakni dari mulut singa yang terbuka agak lebar, bentuknya menjulur melingkar-lingkar banyak terdapat di pipi tangga masuk bagian luar Candi Brahma, Candi Wisnu dan Candi Apit. Singa dalam posisi duduk. Sedangkan sulur lain adalah sulur yang keluar dari atas kepala rusa, melingkar-lingkar memenuhi pintu penampil Candi Siwa. Rusa dalam posisi berbaring dengan keempat kakinya ditekuk.
  * Sulur yang keluar dari padmamula yang menyerupai bonggol, bentuknya lingkaran-lingkaran ke atas yang terdapat di dinding bilik pintu dan tubuh Candi Siwa. Sulur ini menciptakan kesan bangunan kelihatan langsing.


Ceplok Bunga, relief bunga mekar dengan kelopak secara utuh. Mahkota bunga berbentuk bulat dengan garis petak-petak di dalamnya. Motif ini biasanya menghiasi bidang tegak maupun pelengkap pada motif yang berdiri sendiri seperti motif Prambanan. Banyak terdapat di bagian kaki dan tubuh Candi Siwa, Brahma dan Wisnu.

Kertas Tempel atau sering disebut motif permadani. Bentuknya merupakan hasil penggayaan dari bunga teratai sehingga berbentuk subang. Keteraturan penyusunan dan keseimbangan antara jarak masing-masing motif ini memberi kesan indah pada bidang bujur sangkar. Motif ini terdapat di pintu bagian kanan kiri Candi Siwa.

Bunga Teratai terdiri dari 3 variasi, yakni: teratai merah (padma), teratai biru (utpala) dan teratai putih (kumuda). Motif ini tidak berdiri sendiri di satu panel, melainkan selalu terkait dengan relief atau adegan lain, misal bunga teratai lambang Dewi Sita, Dewa Lokapala dan motif Prambanan. Seorang ahli dari negeri Belanda, van der Hoop menguraikan ketiga variasi itu.

MOTIF FAUNA
  

Motif binatang hanya terdapat di kaki Candi Siwa, Wisnu, Brahma, Wahana dan Apit. Motif ini dalam gaya naturalis sebagai pelengkap dan pendukung motif lain seperti motif sulur-suluran dan relief Ramayana, untuk jenis binatang: angsa, anjing, ayam, bajing, buaya, elang, gajah, ikan, harimau, kadal, kakak tua, kalajengking, katak,

kera, keledai, keong, gagak, kepiting, kuda, merpati, burung nuri, rusa, sapi, tikus, singa, dan ular.



 

Candi siwa
Sebagaimana filosofi agama Hindu, Dewa Siwa adalah dewa perusak yang sangat ditakuti, maka Candi Siwa adalah candi terbesar dan terpenting di dalam kompleks Candi Prambanan, yang letaknya berada di tengah-tengah antara Candi Brahma dan Candi Wisnu berhadapan dengan candi Nandi, kendaraannya, di halaman I dengan luas dasar 34 m² dan ketinggian 47 meter.
Tokoh-tokoh arca dewa yang terdapat di Candi Siwa adalah: arca Siwa Mahadewa di dalam bilik yang menghadap ke timur atau pintu utama, arca Agastya atau Siwa Mahaguru di dalam bilik yang menghadap ke selatan, arca Ganesha di dalam bilik yang menghadap ke barat, dan arca istri Siwa, Dewi Durga Mahisasuramardhini atau Rara Jonggrang di dalam bilik yang menghadap ke utara. Ada pula arca dewa Mahakala, Nandiswara, arca Dikpalaka atau Lokapala, arca Penari dan Pemusik. Secara pradaksina atau berjalan menganankan candi dari pintu utama, dapat diikuti kisah Ramayana yang termashur berupa peziarahan Rama di dunia sebagai jelmaan Dewa Wisnu (Ramachandra avatara). Relief ini diukir indah di dinding langkan sebelah dalam. Urutan kisah selanjutnya dipahatkan di Candi Brahma, sisi selatan Candi Siwa. Sebagai candi Hindu terindah dan termegah, Candi Siwa memaparkan pahatan relief ragam hias dekoratif dalam berbagai motif di dinding-dinding dan kakinya.

 

Candi brahma
Letaknya di sisi selatan Candi Siwa menghadap ke timur. Luas dasar 20 m² dan tinggi 37 m. Secara pradaksina atau berjalan menganankan candi dari pintu utama, dapat diikuti lanjutan kisah Ramayana yang termashur berupa peziarahan Rama di dunia sebagai jelmaan Dewa Wisnu (Ramachandra avatara), cerita yang bermula di Candi Siwa. Relief ini diukir indah di dinding langkan sebelah dalam. Di dalam bilik satu-satunya terdapat arca Dewa Brahma, atau yang sering disebut Svayambhu, dewa pencipta dunia (uttpati). Istri atau sakti-nya bernama Saraswati, dewi kecantikan dan kesenian. Data arkeolog menerangkan bahwa arca Brahma tidak banyak ditemukan, hal ini membuktikan bahwa Dewa Brahma tidak banyak penganutnya di dalam masyarakat Jawa Kuno.

Karena kedudukannya sebagai pencipta dunia, dipandang pekerjaannya sudah selesai maka Dewa Brahma tidak ditakuti sebagaimana Dewa Siwa. Kendaraannya adalah seekor angsa. Memiliki empat wajah dengan roman muka bahagia dan penuh kedamaian, mata tertutup sebagai gambaran dalam suasana meditasi. Keempat wajahnya menunjukkan ke-empat Weda yang terdapat dalam kitab agama Hindu:

  * Rig Weda - menghadap ke timur
  * Yajur Weda - menghadap ke selatan
  * Sama Weda - menghadap ke barat
  * Atharwa Weda -menghadap ke utara

Sebagai komponen candi Hindu terindah dan termegah di kompleks Candi Prambanan, Candi Brahma memaparkan pahatan relief ragam hias dekoratif dalam berbagai motif di dinding dan kakinya.



Candi wisnu
Letaknya di sebelah utara Candi Siwa menghadap ke timur. Luas dasarnya 20 m² dan tinggi 37 m. Sebagai komponen candi Hindu terindah dan termegah, Candi Wisnu memaparkan pahatan relief ragam hias dekoratif dalam berbagai motif di dinding-dinding dan kakinya. Hiasan dinding luarnya sama dengan Candi Brahma. Kendaraannya adalah burung garuda bernama, Suparna. Di dalam Kitab Rig Weda, Suparna adalah atribut matahari, yang menunjukkan asal-usul Wisnu sebagai Dewa Matahari, mempunyai istri atau sakti, Laksmi atau Dewi Sri (Dewi Kebahagiaan). Dewa Wisnu sebagai Dewa pemelihara, penyelenggara dan pelindung dunia ia digambarkan selalu siap menghadapi marabahaya. Upaya pemberantasan kejahatan yang akan menghancurkan dunia, Wisnu selalu turun ke dunia dalam bentuk penjelmaan (avatara) sesuai dengan jenis marabahayanya. Menurut Kitab Bagawatapurana terdapat dua puluh dua avatara Wisnu, sedangkan dalam naskah lain disebutkan ada dua puluh empat avatara (caturvimçatimarttayah). Namun, dari berbagai versi pada umumnya dikenal sepuluh avatara (daçaavatara) Wisnu yang dipandang penting dari sekian banyak avatara. Konon, sembilan dari daçaavatara itu telah terjadi, sedangkan avatara yang kesepuluh belum terjadi.

  * Matsya avatara, menjelma sebagai ikan (matsya) menolong Manu, manusia pertama, untuk menghindarkan diri dari air bah yang akan menelan dunia.
  * Kurma avatara, menjelma sebagi kura-kura (kurma) yang berdiri di atas laut sebagai alas gunung Mandara yang dipakai para dewa mengaduk laut dalam usaha mencari air amerta.
  * Waraha avatara, menjelma menjadi babi hutan (waraha) untuk mengangkat dunia kembali ke tempat semula, karena telah tertelan laut dan ditarik ke dalam kegelapan patala (dunia bawah).
  * Narasimha avatara, menjelma menjadi manusia berkepala singa (narasimha) untuk mengalahkan raksasa Hiranyakasipu yang sangat sakti dan rakus untuk menguasai dunia. Raksasa itu tidak dapat mati baik itu siang atau malam hari. Narasimha membunuhnya pada saat senja hari.
  * Wamana avatara, menjelma menjadi orang kerdil (wamana) menghadap kepada raja Daitya Bali, penguasa dunia yang sangat bengis, untuk meminta tanah seluas 3 langkah. Ketika permintaannya dikabulkan, maka dengan 3 langkah (triwikrama) ia menguasai dunia, angkasa dan surga. Tampaklah bahwa Wisnu sebagai dewa matahari yang menguasai dunia dengan 3 langkahnya, waktu terbit, tengah hari dan waktu terbenam.
  * Parasurama avatara, menjelma sebagai Rama bersenjatakan kapak (parasu) untuk menggempur golongan kesatria sebagai balas dendam terhadap penghinaan yang dialami ayahnya yang juga kesatria keturunan raja.
  * Rama avatara, menjelma sebagai Rama yang terkenal dengan kisah Ramayana untuk memberantas keangkara-murkaan Rahwana atau Dasamuka.
  * Kresna avatara, menjelma sebagai Kresna yang terkenal dalam cerita Mahabarata untuk membantu Pandawa menuntut keadilan atas Kurawa.
  * Buddha avatara, menitis sebagai Buddha untuk menyiarkan agama palsu, agar menyesatkan dan melemahkan manusia yang memusuhi para dewa.
  * Kalki avatara, dikisahkan dunia akan mengalami kekacauan tanpa dapat diatasi sehingga keselamatan dunia terancam musnah. Dalam hal ini Wisnu akan menjelma sebagai Kalki, dengan mengendarai kuda putih bersenjatakan pedang terhunus. Kemudian Kalki dengan segala kemampuannya menyelamatkan, menegakkan kembali keadilan dan kesejahteraan dunia beserta isinya.

Secara pradaksina atau berjalan menganankan candi dari pintu utama Candi Wisnu, dapat diikuti kisah Kresnayana atau Kresna avatara, berupa peziarahan Kresna di dunia sebagai jelmaan Dewa Wisnu. Relief ini diukir indah di dinding langkan sebelah dalam.



 
Candi nandi
Memiliki satu ruangan berisi Arca Nandi menghadap arah Candi Siwa. Posisi arca Nandi (lembu jantan) panjang ± 2 m berbaring di atas umpak berbentuk empat persegi panjang. Jumlah kakinya empat, sedangkan posisi kepala menghadap ke depan.

Di belakang kiri arca Nandi terdapat arca Dewa Candra naik kereta ditarik 10 ekor kuda, di belakang kanan terdapat arca Dewa Surya naik kereta ditarik 7 ekor kuda. Denah ukurannya 16,71 meter x 15,21 meter dan tinggi bangunan 27,06 meter.



Candi wahana 
Di komplek Candi Rara Jonggrang terdapat Candi Wahana yang letaknya berhadapan dengan candi induknya.

• Candi Nandi
Memiliki satu ruangan berisi Arca Nandi menghadap arah Candi Siwa.

• Candi Wahana A (Garuda ?)
Memiliki satu ruangan kosong, yang diyakini berisi sebuah arca. Denah ukurannya 14,37 meter x 14,37 meter dan tinggi bangunan 24,53 meter, berhadapan dengan Candi Wisnu, di sisi utara.

• Candi Wahana B (Angsa ?)
Memiliki satu ruangan kosong. yang diyakini berisi sebuah arca. Denah ukurannya 14,41 meter x 14,37 meter dan tinggi bangunan 24,36 meter, berhadapan dengan Candi Brahma di sisi selatan.


Candi Apit
Luas dasarnya 6 m² dan tinggi 16 m, berbilik kosong. Kemungkinan candi ini dipergunakan untuk bersamadi sebelum memasuki candi-candi induk.

Candi Kelir
Luas dasarnya 1,55 m² dan tinggi 4,1 m. Tanpa fasilitas tangga masuk. Fungsinya sebagai tolak bala.

Candi Sudut
Ukuran luas dan ketinggian sama dengan Candi Kelir, luas dasarnya 1,55 m² dan tinggi 4,1 m. Fungsinya sebagai batas atau pathok.






 
Relief ramayana
Relief kisah Ramayana terdiri dari 54 panel diukir indah pada dinding langkan dalam Candi Siwa dan dilanjutkan di Candi Brahma. klik untuk detail setiap panel
 
  Gambar tanggalan

Panel pertama mulai dari selatan pintu masuk secara pradaksina, atau berjalan menganankan candi Siwa hingga panel ke-24. Panel ke-25 hingga ke-54 berada di dinding langkan dalam Candi Brahma.

Kisah ini berasal dari Kitab Ramayana karangan Walmiki sekitar awal tarikh Masehi, terdiri atas tujuh jilid atau kanda, dan digubah ke dalam bentuk syair sebanyak 24.000 çloka. Ketujuh kanda itu adalah:

1. Bala – kanda
Di negeri Kosala dengan ibu kotanya Ayodhya, berkuasalah raja Daçaratha. Ia mempunyai 3 orang istri: Kausalya beranak Rama (anak tertua), Kaikeyi beranak Bharata, dan Sumitra beranak Laksmana, dan Çatrughna. Dalam swayamwara di Wideha Rama berhasil memperoleh Sita, anak raja Janaka, sebagai istri.

2. Ayodhya – kanda
Daçaratha merasa sudah tua. Maka ia bermaksud menyerahkan mahkotanya kepada Rama, datanglah Kaikeyi mengingatkan Daçaratha bahwa ia berhak atas dua permintaan yang harus dikabulkan raja. Permintaan pertama, Bharatalah yang harus naik takhta kerajaan, bukan Rama. Permintaan kedua, agar Rama dibuang ke hutan selama 14 tahun. Daçaratha terikat janji. Sebagai raja tak mungkin ia ingkar janji dengan menolak permintaan istrinya itu. Ia sangat bersedih hati. Sebaliknya Rama dengan ikhlas hati melepas haknya atas takhta kerajaan dan pergi ke hutan selama 14 tahun dengan diikuti istrinya, Sita, dan adiknya, Laksmana, pergi meninggalkan Ayodhya. Tidak lama kemudian Daçaratha wafat. Bharata menolak dinobatkan menjadi raja. Ia ke hutan mencari Rama. Bharata membujuk kakaknya, namun Rama tetap dengan pendiriannya mengembara di hutan hingga 14 tahun. Pulanglah Bharata ke Ayodhya membawa terompah Rama. Terompah diletakkan di singgasana sebagai lambang bahwa Rama adalah raja yang sah, dan ia memerintah Ayodhya atas nama Rama.

3. Aranya – kanda
Di hutan, Rama selalu membantu para pertapa yang sering diganggu raksasa. Suatu ketika Rama berjumpa raksasa perempuan, Çurpanakha, yang kemudian jatuh cinta pada Rama. Oleh Laksmana, Çurpanakha dipotong telinga dan hidungnya. Çurpanakha terhina dan mengadu kepada kakaknya, Rawana, raja raksasa berkepala sepuluh dan memerintah di Langka, disamping itu Çurpanakha menceritakan tentang betapa cantiknya istri Rama. Rawana mendatangi tempat tinggal Rama di hutan dengan maksud menculik Sita sebagai pembalasan atas penghinaan terhadap adiknya.
Marica, raksasa teman Rawana, menjelma menjadi seekor kijang emas berlari-lari kecil di depan perkemahan Rama. Sita sangat tertarik dan meminta Rama supaya menangkap kijang itu. Ternyata kijang itu tidak sejinak yang disangka, Rama makin lama makin jauh mengejarnya. Akhirnya kijang itu dipanah, seketika berubah menjadi raksasa dan menjerit keras-keras. Jeritan itu dikira Sita jeritan suaminya, Rama. Maka disuruhnyalah Laksmana untuk segera memberi pertolongan. Sebelum Laksmana pergi, ia buat lingkaran di tanah sebagai garis batas pelindung Sita dari marabahaya. Tinggalah Sita sendirian di dalam lingkaran pembatas itu. Tiba-tiba datanglah seorang brahmana mendekati Sita meminta sedekah makan. Sita mengingatkan sang brahmana untuk tidak melampaui lingkaran pembatas dari pada dirinya mendapat celaka, maka ketika Sita mengulurkan tangannya saat memberikan sedekah makanan, direnggutlah tangan itu oleh sang brahmana yang ternyata jelmaan Rawana, yang kemudian Sita dibawanya terbang. Ketika Rama dan adiknya kembali ke perkemahan, keadaan sepi dan kosong. Mereka bersedih hati dan berusaha mencari jejak Sita. Dalam pencarian yang tidak menentu itu, mereka menjumpai Burung Jatayu yang tengah terpuruk kesakitan. Burung itu kawan baik raja Daçaratha, menceritakan baru saja menghalangi Rawana yang menculik Sita, tetapi ia kalah dalam pertempuran. Sayap-sayapnya dipatahkan Rawana dan jatuh tak berdaya. Setelah memberikan penjelasan kepada Rama, sang Jatayu mati.

4. Kiskindha – kanda
Rama bertemu Sugriwa, raja kera, yang kerajaan dan istrinya direbut saudaranya sendiri bernama, Walin. Rama membantu Sugriwa mendapatkan kembali kerajaan dan istrinya. Kiskindha digempur, Walin mati dipanah Rama. Sugriwa kembali menjadi raja Kiskindha. Anggada, anak Walin diangkat menjadi yuwaraja (putera mahkota).
Pasukan kera berangkat ke Langka. Di tepi pantai, selat antara Langka dan India, pasukan kera itu berhenti dan mencari akal bagaimana dapat menyeberangi selat itu.

5. Sundara – kanda
Seekor kera putih anak Dewa Angin, Hanuman, kera kepercayaan Sugriwa mendaki gunung Mahendra dan melompat menyeberangi selat hingga kerajaan Langka. Ia jelajahi Langka hingga masuk ke istana Rawana. Ia menjumpai Sita. Kepadanya Hanuman menjelaskan bahwa tidak lama lagi Rama akan menjemputnya. Hanuman ditawan tentara Langka. Ia diikat dan kemudian dibakar. Loncatlah Hanuman ke atap rumah-rumah, dengan ekornya yang menyala ia menimbulkan kebakaran seluruh kota. Kemudian Hanuman melesat melompati selat menghadap Rama untuk melaporkan keadaan Langka.

6. Yuddha – kanda
Dengan bantuan Dewa laut pasukan kera membangun jembatan ke Langka. Rawana mengetahui negaranya terancam musuh. Wibhisana, adik Rawana, menasehatkan agar Sita dikembalikan saja kepada Rama dan tidak perlu berperang. Rawana murka mendengarnya maka Wibhisana diusir dari Langka kemudian ia bergabung dengan Rama. Pertempuran berlangsung sengit. Indrajit dan Kumbhakarna gugur, Rawana terjun ke dalam kancah peperangan. Ia mati terbunuh oleh Rama. Usai pertempuran, Wibhisana dinobatkan sebagai raja Langka, Sita bertemu kembali dengan suaminya, Rama. Rama tidak mau menerima kembali Sita, karena ia sudah sekian lama tinggal di istana Langka, dan tidak mungkin ia masih tetap suci. Sita merasa sedih sekali, lalu ia membuat api unggun dan menerjunkan diri ke dalam api. Tampaklah Dewa Agni di dalam api itu yang kemudian menyerahkan Sita kepada Rama.
Rama menjelaskan bahwa ia sama sekali tidak sangsi akan kesetiaan Sita, akan tetapi sebagai pemaisuri ia harus membuktikan kesuciannya di mata rakyat.
Diiring tentara kera, Rama beserta Sita dan adiknya kembali ke Ayodhya. Mereka disambut Bharata, yang kemudian menyerahkan takhta kerajaan kepada Rama.

7. Uttara – kanda
Duapertiga kanda (jilid) ini isinya berbagai cerita yang tidak ada kaitannya dengan riwayat Rama. Sepertiga sisanya baru menceritakan lanjutan riwayat Rama, tetapi agak bertentangan dengan bagian akhir Yuddha – kanda. Ada dugaan kuat bahwa kanda ke-7 ini adalah tambahan kemudian.





 
kresnayana
Relief di Candi Prambanan terdapat 2 dari 10 avatara Wisnu, yaitu Ramachandra avatara dalam kisah Ramayana, dan Kresna avatara dapat dijumpai di dinding dalam pagar langkan Candi Wisnu yang dikenal sebagai Relief Kresnayana. Secara keseluruhan, relief Kresnayana terdiri dari 30 panel yang dibagi menjadi beberapa adegan. klik untuk detail setiap panel
 
  Tanggaln2

Panel pertama mulai dari selatan pintu masuk secara pradaksina, atau berjalan menganankan candi. Pada tiap panel terdapat relief adegan yang cukup lengkap, namun ada beberapa yang sulit dicerna karena kondisi reliefnya sudah aus atau hilang. Satu hal menarik relief ini adalah hubungan yang tidak berurutan antara satu adegan dengan lainnya sehingga menimbulkan pertanyaan dari sumber naskah manakah kisah Kresnayana pada candi ini. Ada beberapa pendapat mengatakan bahwa relief Kresnayana ini bersumber dari Kakawin Kresnayana. Pendapat itu dinyatakan oleh: Van Stein Callenfels (1916), Zoetmulder )(1983), Soewito Santoso (1986), dan Anita Yoenoes (1993).

Secara umum, relief Kresnayana ini mengisahkan masa sebelum Kresna turun ke dunia, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa Kresna.



ARCA SIWA MAHADEWA
Arca Siwa Mahadewa di Candi Prambanan terdapat pada bilik induk Candi Siwa menghadap ke timur atau pintu utama. Posisi arca berdiri tegak di atas alas berbentuk yoni. Siwa sebagai Mahadewa merupakan Siwa berkedudukan paling tinggi, sebagai raja para dewa beristri atau sakti, Dewi Uma, atau Parwati. Dalam Trimurti, Siwa dikenal sebagai dewa perusak dunia atau pralina, biasanya ia berujud Dewa Rudra dengan istri atau sakti, Dewi Durga. Sebagai dewa perusak, Siwa yang berkendaraan nandi atau lembu adalah dewa yang paling ditakuti dan banyak dipuja masyarakat Jawa kuno. Arca ini menjadi satu dengan stela berbentuk lengkung pada bagian atasnya. Di belakang kepala terdapat sirascakra, lambang kedewaan. Jumlah tangannya empat, kedua tangan belakang ditekuk ke atas.
 
  

Tangan kanan depan ditekuk di muka dada, tangan kiri depan ditekuk di muka perut. Tangan kanan belakang memegang tasbih dari untaian manik-manik yang disebut aksamala, tangan kiri belakang memegang kelut atau camara. Telapak tangan kiri depan dalam posisi terbuka menghadap ke arah atas, sedangkan di atas telapak tangan terdapat benda semacam kuncup bunga. Arca Siwa Mahadewa berkepala satu dalam posisi tegak, dengan mata ketiga atau disebut urna di dahinya. Kepala memakai hiasan mahkota berbentuk jatamakuta yang menggambarkan keabsolutan, dan berhiaskan ardhacandrakapala atau tengkorak dan bulan sabit di bagian depan. Hiasan kepala memakai sumping, anting-anting dan kalung bersusun tiga.

Upawita berbentuk ular menjulur dari bahu kiri ke pinggang kanan. Perhiasan lain berupa ikat dada, kelat bahu berhias kala, gelang tangan dan gelang kaki, ditutup dengan kain berupa kulit harimau hingga batas lutut, yang melambangkan nafsu. Ikat pinggangnya ganda, memakai sampur terurai di kanan dan kiri pinggang. Kedua ikat pinggang atau uncal menjulur ke bawah di bawah sampur.

ARCA SIWA MAHAGURU (AGASTYA)
Arca Agasyta atau Siwa Mahaguru terdapat di bilik selatan Candi Siwa, Candi Prambanan, menghadap ke selatan. Agastya menggambarkan seorang resi yang menyebarkan agama Hindu dari India Utara ke India Selatan. Berkat jasanya itu, Agastya dianggap sebagai salah satu aspek Dewa Siwa, dengan sebutan Siwa Mahaguru. Ia anak Dewa Varuna dengan Dewi Urvasi. Arca ini berdiri di atas umpak berbentuk yoni yang dipahatkan menjadi satu dengan stela berbentuk lengkung. Stela pertama memuat tokoh, di muka stela kedua. Di belakang kepala terdapat sirascakra, di dahi terdapat urna. Karakter lain berperut buncit, berkumis berjenggot, bertangan dua, tangan kanan diletakkan di muka dada, tangan kiri di samping pinggul. Atribut tangan kanan berupa aksamala, tangan kiri membawa kendi air amerta atau kamandalu, melambangkan ketiga fungsi dewa, yakni mencipta – memelihara – merusak, dan ketiga guna, yakni sattva – rajas – tamas. Selain itu terdapat kelut atau camara, yang menempel pada bahu kiri. Hiasan kepala berupa jatamakuta, sumping, anting-anting dan kalung. Ikat bahu atau upawita berbentuk untaian tasbih dipakai di atas selempang. Dewa ini dilengkapi kelat bahu ganda, gelang tangan, ikat pinggul, sampur, kain panjang, uncal dan gelang kaki.
(

ARCA GANSEHA
  
Terdapat di bilik barat Candi Siwa menghadap ke barat. Ia dipuja sebgai dewa ilmu pengetahuan dan penolak marabahaya. Oleh karena itu Ganesha selalu disebut pertama kali dalam setiap upacara keagamaan dan kurban.

Ganesha adalah anak Dewa Siwa dengan Dewi Uma atau Parwati, yang memiliki banyak nama,yaitu: Ganapati, Lambodara, Surpakarna dan Ikadanta dan berkendaraan tikus. Arca ini berkepala gajah, tubuhnya seperti orang kerdil, berperut buncit, dan bersila di atas padmasana dengan kedua telapak kakinya saling bertemu.

Arca Ganesha ini dipahatkan di stela berbentuk lengkung, bersandar pada stela kedua. Di Kanan kiri stela belakang bagian bawah ada hiasan makara. Di bawah padmasana berupa umpak berbentuk yoni dengan hiasan sulur gelung di sisi depan. Berkepala satu berhiaskan sirascakra dan memiliki mata ketiga atau urna. Ujung belalai berada di dalam tempurung yang disangga dengan tangan kirinya. Ia bertangan empat, kedua tangan depan ditekuk ke muka di atas lutut, tangan kiri menyangga tempurung. Sedangkan kedua tangan belakang ditekuk ke atas, tangan kanan memegang aksamala, tangan kiri memegang kapak perang atau parasu. Kepala memakai jatamakuta berhiaskan ardhacandrakapala. Upawita berbentuk ular, memakai ikat dada, kalung ganda, kain panjang, ikat pinggang, uncal, sampur, kelat bahu ganda, gelang tangan dan kaki.

ARCA RARA JONGGRANG (DURGA MAHISASURAMARDHINI)
  
Arca Durga atau Rara Jonggrang berada di bilik sisi utara Candi Siwa menghadap ke utara. Berkepala satu memiliki mata ketiga atau urna pada dahinya, berdiri di atas seekor lembu dengan latar belakang dua buah stela, dan bertangan delapan. Empat tangan kanannya, yang pertama memegang cakra melambangkan perputaran dunia atau roda dharma, yang kedua memegang pedang atau khadga sebagai simbol penerangan akal budi, yang ketiga memegang bana atau anak panah, dan yang keempat memegang ekor Mahisa. Empat tangan kirinya, yang pertama memegang terompet dari kerang atau disebut cangka, yang kedua memegang perisai atau khetaka yang menggambarkan dharma, yang

ketiga memegang busur atau dhanus, dan yang keempat memegang rambut asura.Di dalam bilik tersebut terdapat juga raksasa memegang gada berdiri di atas kepala Mahisa. Di belakang kepala berhiaskan sirascakra. Sedangkan hiasan kepala berupa jatamakuta dengan jamang tunggal, sumping, anting-anting, dan kalung ganda. Upawita berupa untaian manik-manik berpilin, di bawahnya terdapat untaian permata sebagai ikat dada, berkain panjang mulai di pinggang hingga pergelangan kaki, ikat pinggang, ikat pinggul untaian permta, sampur bersusun dua, salah satunya di atas uncal, berkelat bahu berbentuk simbar, gelang tangan dan kaki.

ARCA MAHAKALA dan NANDISWARA
  
Kedua arca ini berada di bagian bilik kanan kiri pintu masuk Candi Siwa sebagai dewa penjaga pintu atau dwarapala. Mahakala berada di bilik kanan pintu masuk. Arca ini sebagai aspek Dewa Siwa dalam bentuk krodha. Roman mukanya berujud raksasa dengan senjata gada di tangan kanannya, berdiri di atas padmasana dan bersandarkan stela. Belakang kepala terdapat sirascakra. Hiasan kepala berupa mahkota, anting-anting dan kalung.
Mahakala adalah simbol penguasa dewa waktu. Nandiswara atau sering disebut Nandikesvara ada di bilik kiri pintu masuk sebagai pengiring Dewa Siwa, atau duplikat Dewa Siwa yang bergelar Adhikaranandin.

Nandiswara atau sering disebut Nandikesvara ada di bilik kiri pintu masuk sebagai pengiring Dewa Siwa, atau duplikat Dewa Siwa yang bergelar Adhikaranandin. Berdiri di atas padmasana, bersandarkan stela. Belakang kepala terdapat sirascakra. Jumlah tangannya dua, telapak tangan kanan terbuka menghadap ke depan yang di atasnya terdapat benda semacam bunga. Tangan kiri memegang kelut atau camara. Perhiasan kepala berupa jatamakuta, anting-anting dan kalung.

LOKAPALA
Arca-arca Lokapala atau Dikpalaka adalah dewa-dewa penjaga mata angin. Dipahatkan di dinding kaki Candi Siwa di tingkat satu semua penjuru mata angin. Jumlahnya 24 buah, secara garis besar nama dewa dan posisi mata angin adalah sebagai berikut:

Lokapala Laksana / Simbol Tangan Arah
Indra wajra & teratai 2 timur
Agni trisula, waramudra 2 tenggara
Yama kumuda 2 selatan
Niruti kumuda 2 barat daya
Baruna pasa & teratai 2 barat
Bayu trisula 2 barat laut
Kuwera padma, cangka & pundi-pundi 2 utara
Isana trisula, padma & tengkorak 2 timur laut

Mitologi Hindu menyebutkan bahwa matahari terbit dari timur merupakan sumber kekuatan, oleh karena itu para dewa tinggal di sebelah timur, dan Dewa Indra sebagai penguasa arah timur. Arah selatan dipandang sebagai tempat kemalangan. Kematian adalah kemalangan terbesar, oleh karena itu Yama sebagai dewa kematian menjadi pengawal arah selatan. Baruna, dewa air menjadi pengawal arah barat karena barat dianggap lautan luas dan dalam. Para Yaksha dianggap bermukim di utara, oleh karena itu penjaga utara adalah Dewa Kuwera.

ARCA PENARI dan PEMUSIK
Letaknya di bawah ratna pagar langkan Candi Siwa dinding luar. Panel arca penari dan pemusik berjumlah 132 buah disusun berjajar mengelilingi langkan Candi Siwa. Ekspresi penari yang lemah gemulai dan dinamis menampilkan tarian: samabhanga, abhanga, tribhanga, alidha dan patyalidha. Peralatan musik sebagai iringan, antara lain: seruling, kecrek, kendang dan kecapi.

ARCA DEWA BRAHMA
  
Arca Brahma berdiri di atas umpak berbentuk yoni di dalam bilik Candi Brahma. Jumlah tangannya 4 lengan menggambarkan arah mata angin, utara, timur, selatan, dan barat. Kedua tangan belakang ditekuk ke atas tanpa atribut, kedua tangan depan dalam posisi sedikit ditekuk ke muka di kanan kiri pinggul. Tangan kanan depan membawa semacam bunga, tangan kiri depan membawa kamandalu. Mata ketiga atau urna pada dahinya yang menghadap ke depan. Aksesori kepala berupa jatamakuta, anting-anting panjang, kalung ganda, upawita berupa untaian permata, ikat dada, kelat bahu ganda, gelang tangan, berkain panjang hingga pergelangan kaki, dilengkapi ikat pinggul, sampur ganda, uncal dan gelang kaki.

 

ARCA BRAHMA SEBAGAI RESI
Berada di atas pagar langkan atau di bawah ratna Candi Brahma. Panel-panel arca di dalam relung disusun berjajar mengelilingi langkan candi dinding luar. Arca Brahma sebagai resi dengan sikap duduk bersila sejumlah 76 buah, mencerminkan wajah yang tenang tanpa beban keduniawian.

ARCA DEWA WISNU
Di dalam bilik Candi Wisnu kompleks Candi Rara Jonggrang sisi utara terdapat satu-satunya arca Dewa Wisnu, dewa pemelihara atau sthiti yang melangsungkan kehidupan alam semesta. Arca ini berdiri di atas umpak batu berbentuk yoni, bersandarkan pada stela berbentuk melengkung bagian atasnya. Bertangan 4 lengan, kedua tangan belakang ditekuk ke atas, kedua tangan depan berada di kanan kiri pinggul, sedikit ditekuk ke depan.Tangan kanan belakang membawa cakra, tangan kirinya memegang cangka bersayap yang menggambarkan langit. Tangan kanan depan membawa gada, tangan kirinya memegang kuncup teratai.Berkepala satu dengan hiasan jatamakuta, jamang bersimbar lima, sumping, anting yang menjulur ke bahu, kalung bersusun dua, ikat dada, upawita berupa untaian berpilin, berkain panjang sampai pergelangan kaki, dilengkapi ikat pinggang ganda, sampur ganda, uncal dan gelang kaki.

ARCA WISNU SEBAGAI PENDETA
Arca ini berada di pagar langkan dinding luar Candi Wisnu sebanyak 72 buah. Posisi duduk bersila, bermahkota dan masing-masing arca memakai atribut bunga padma, tasbih, dan cakra.

ARCA GANA
Arca yang terdapat di pilar pintu masuk gapura Candi Siwa, Wisnu, Brahma dan Apit dengan bentuk tubuh gemuk, pendek dan berperut gendut, kadang arca ini dengan roman muka seperti raksasa. Selain itu terdapat pula di sekeliling atap candi di bawah ratna dengan posisi jongkok menyangga ratna , berambut lurus, dan berwajah tenang. Arca Gana dikenal sebagai pengiring atau pelayan Dewa Siwa, dan sering disebut sebagai Siwaduta.

Tidak ada komentar: