Selasa, 16 Desember 2008

Hastuti, Sri. 1985. Ringkasan Sejarah Sastra Indonesia. Yogyakarta: Intan Pariwara. A.Asal-Usul Bahasa Indonesia

Hastuti, Sri. 1985. Ringkasan Sejarah Sastra Indonesia. Yogyakarta: Intan Pariwara.
A.Asal-Usul Bahasa Indonesia
  Telah kita ketahui bersama bahwa dasar bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Dalam perkembangan selanjutnya bahasa Indonesia menyesuaiakan diri dengan para penutur bahasa yang mengunakanya.
1.Sejarah bahasa Melayu mulai dikenal kurang lebih pada tahun 680 M, bahasa Melayu yang menjadi dasar bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa Melayu-johor.
2.Pada pertengahan abad-7, Melayu dibawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya ibukotanya di sekitar Palembang
3.Informasi ini dipeloreh dari berbagai sumber, buk sejarah negeri Cina.
4.Bermacam-macam piagam: Piagam di Palembang, yang ditemukan di kedukan Bukit(tahun 604 tarikh syaka atau tahun 683 tarikh Masehi)
5.Pada tahun 1788 bahasa Portugis masih menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah rumah miskin di Jakarta. Percobaan menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar gagal.
6.Pemakaian Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi mula-mula oleh VOC, kemudian oleh Gubenur Hindia Belanda; baik dalam surat menyurat maupun komunikasi dengan pemimpin rahyat di nusantara.
7.Pada tahun 1731-1733 bahasa Melayu di Ambon menjadi bahasa pengantar antar sekolah-sekolah agama Kristen.
8.Salinan Bijbel oleh Leydekker mengunakan bahasa Melayu dan sangat terkenal.
 Pada tanggal 28 oktober 1928, kongres Pemuda di Jakarta telah mencetuskan Sumpah Pemuda yang isinya;
Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu- Tanah Indonesia.
Kami putra-putri Indonesia emngaku berbangsa satu- Bangsa Indonesia.
Kami putra-putri Indonesia menjujung bahasa persatuan-Bahasa Indonesia.  
9.Bahasa indonesia ialah; bahasa pengantar Lingua Farca bagi nusantara.  
B.Balai Pustaka
Usaha dan perkembanganya
 Kemenangan kaum Replublik Eropa ikut berpengaruh di Indonesia. Sejak tahun 1848 timbul politik etik yang diantaranya mendirikan sekolah-sekolah untuk mendidik rahyat. Tetapi akibat politik ini bbanyak orang Indonesia yang pandai, dan seperti koloni Inggris di India terjadi juga di Indonesia maka karena itu melalui Dr. Rinkes mengajukan surat kepada Ratu Wilhelmina menerangkan kekewatiranya. 
 Pada tanggal 14 September 1908 dibentuk sebuah komisi( Commisie Vocrhet Volkslectuuur) yang dipimpin oleh Drs. G.A.J. Hazeu, yang mempunyai tugas antara lain;
1.Memberikan pertimbangan kepada Kepala Pengajaran dalam hal memilih karangan dan buku yang baik bagi bumiputra.
2.Mengadakan bacaan yang bersifat membangun dengan corak yang membentuk budi perkerti dan membawa pada kecerdasan.
3.Pada tahun 1917 kemudia badan tersebut berubah menjadi Balai Pustaka yang dipimpin oleh; yang pertama Dr. D.A. Rinkes, yang kedua Dr. G.W.J. Drewes, yang ketiga oleh Dr. K.A.H. Hidding.
Tujuan Balai pustaka, selain memberikan bacaan pada rahyat dalam penerbitan buku sastra Balai Pustaka juga berperan, tetapi memiliki syarat agar bukunya layak diterbitkan.
Syarat-syarat Nota Rinkes
a.Netral dari agama
b.Tak boleh mengandung politik
c.Tak boleh menyingung kesusilaan.
Keuntungan Berdirinya Balai Pustaka bagi kesustraan Indonesia:
1.Memberikan tempat kepada mereka yang berbekat sastra untuk menulis.
2.Dengan penyiaran buku-buku oleh Balai Pustaka, terjalinlah hubungan antara penulis dengan masyarakat.
3.Masayarakat mendapatkan bahan bacaan, ikut serta mengembangkan bahasa Melayu.
4.Menimbulkan kegemaran membaca di kalangan rahyat.
5.Cerita lama dapat hidup terus.
6.Memperkenalkan cerita bangsa sendiri. Sebelumnya sastra Melayu ada di Malaka buku terbitanya memakai bahasa Arap. Setelah terbit Balai Pustaka kesustraan pindah ke Batavia aau Jakarta dan penerbitanya mengunakan tulisan Latin.
Kerugian Berdirinya Balai Pustaka Bagi Kesustraan Indonesia:
1.Dengan adanya Nota Rinkes, maka tidak ada kebebasan pengarang untuk menciptakan karya sastra, hal ini merupakan keluhan Sanusi pane
2.Adanya sensor yang ketat, terhadap terbitan suatu buku terutama karya sastra. Seperti Belenggu yang tidak lulus sensor yang tidak bisa diterbitkan melalui Balai Pustaka. Kemudian Salah Asuhan yang isinya sebagian besar telah berubah, karena tuntutan Nota Rinkes.
Puncak Karya Sastra pada Balai Pustaka
1.Siti Nurbaya (1922), dilihat dari bentuk ceritanya sudah berbeda dari cerita yang ada pada jamanya. Bukan lagi cerita yang fantastis, tetapi ceritanya bisa saja terjadi di dalam masyarakat.
2.Salah Asuhan (1928), isinya juga menyingung adat tetapi pendidikan lebih diutamakan dalam cerita ini, bagaimana seorang meningalakan adat yang mengakibatkan dia hidup sengsara.
3.Layar Terkembang (1936), isinya tentang perjuangan yang dilakukan masyrakat merdeka dan masyarakat pada waktu itu. Perjuangan terhadap bangsanya dan emasipasi wanita.
4.Belenggu (1940), isinya adalah perjuangan yang dilakukan manusia dan dalam kehidupanya dan dipandang oleh pengarang itu terlepas dari masyrakat.
Ciri-Ciri Karangan Balai Pustaka
1.Bersifat mendidik dan masyarakat yang membacanya; hal ini sesuai dengan tujuan Balai Pustaka, misalnya pada karya Azap dan Sengsara dan Pertemuan jodoh.
2.Persoalan cerita umunya adalah mengenai pertenangan antara golongan tua dengan golongan muda, sesuai umur pengarang yang secara umum berusia masih muda. Dan pertenang budaya tradisonal dan barat;.
3.Cara penulisan pengarang masih mengarah ke cerita lama, misalnya pantun, nasihat, klise bahasa yang digunakan.
  Pengarang Balai Pustaka secara umum beraal dari daerah Sumatra, karena bahasa yang digunakan pada buku yang dihasilkan balai pustaka secara umum buku yang mengunakan bahasa Melayu tinggi. Pengarang dari daerah Sumatra antara lain; 
1.Marah Rusli karanganya antara lain: Siti Nurbaya, Anak dan kemenakan, dan lain-lain
2.Merari Siregar karanganya antara lain: Azab dan sengsara, Si Jamin dan Si Johan, dan Binasa Karena Gadis Priagan.
3.Abdul Muis karanganya antara lain: Salah Asuhan, Pertemuan Jodoh, Suropati, dan Robert Anak Suropati.
4.Nur Sutan Iskandar, buah penanya adalah Hulubalang Raja, Katak Hendak Jadi Lembu, Salah Pilih, dan lain-lain.
C.Pujangga Baru
  Pada tahun 1932, STA dengan teman-temanya bersama-sama mendirikan majalah bulanan kebudayaan yang maksudnya menjadi tempat pertemuan penulis muda. Modal yang menjadi utama adalah antusiasisme, pada tahun 1933 ditemukan sebuah propektus yang berisi:
1.Cita-cita Pujangga Baru, membimbing semangat baru yang dinamik untuk membentuk kebudayaan.
2.Aksi Masyarakat terhadap Pujangga Baru, kehadiran Pujangga Baru disambut hangat oleh masyarakat, meskipun kritik yang pedas terutama dari golongan lama. Antara lain; Linea Recta(surat kabar Suara Umum di Surabaya) mengatakan bahwa Pujangga Baru tak akan hidup lama sebab pendukungnya hanyalah anak muda yang terkenal.
3.Sambutan Armyn Pane terhadap pendapat itu, syair dan pantun sudah tidak sesuai dengan jiwa angkatan baru, jiwa harus menciptakan bentuk-bentuk yang sesuai. Indonesia tidak usah malu terhadap bentuk yang berdasarkan asli Indonesia dengan pengaruh Barat.
4.Aksi beberapa politisi, Pujangga Baru akan melemahkan perjuangan dan hanya merupakan perwujudan semangat muda saja.
5.Pendapat H. Jayadiningrat, Pujangga Baru adalah suatu perjuangan untuk memajukan kesustraan baru sebagai kader kebudayaan baru yang sesuai dengan jiwa Indonesia.
6.Arah penerbitan majalah Pujangga Baru, Pujangga Baru nomor I terbit 29 Juli 1933. sembilan tahun kemudian Pujangga Baru mati. Perkembangan Pujangga Baru dapat dilihat dari tulisan kulit Pujangga Baru .
Pujangga Baru  
Setiap generasi membawa perbedaan visi yang dibawanya, begitu juga dengan Pujangga Baru dengan angkatan Balai Pustaka. Perbedaan itu antara lain:
1.Pujangga Baru sudah ada cita-cita yang di dukung bersama membentuk kebudayaan persatuan Indonesia yang baru, sedangkan Balai Pustaka belum mempunyai cita-cita yang di dukung bersama. Hanya punya cita-cita organisasi yaitu memberi bacaan bagi rahyat.
2.Pujangga Baru, belum ada esei, puisinya ada perkembangan: soneta prosa liris. Sedangkan Balai Pustaka, belum ada esei, puisi bentuknya adalah puisi lama.
3.Pujangga Baru sudah ada drama sedangkan Balai Pustaka belum ada drama, tetapi kemudian ada Bebasari.
4.Pujangga Baru sastra yang dihasilkan sudah bermutu sebagai sastra, tapi Balai Pustaka mutu sastranya masih rendah.
5.Pujangga Baru sudah ada kesadaran berbahasa Indonesia, sedangkan Balai Pustaka belum ada masih mengunakan bahasa melayu tinggi.
6.Berdirinya Pujangga Baru oleh swasta, sedangkan Balai Pustaka oleh pemerintahan kolonial.
Pujangga Baru dan Angkatan 88 belanda
 Keduanya menentang Angakatan Lama. Di negara Belanda Angakatan Lama disebut kesustraan pendeta.
Angkatan 88 menentang agama karena yang di puja keindahan.
Angkatan 88 bersifat individual, jauh dari masyarakat.
Angakatan Pujangga Baru bersifat masyarakatan dan kolektif.
Angakatan 88 menjujung seni bertendes.
Tokoh-tokoh Pujangga Baru 
1.Sutan Takdir Alisyabana (STA)
2.Amir Hamzah
3.Armyn Pane
4.Sanusi Pane
5.Y.E. Tatengka
6.Muh. Yamin
7.Rustam Efendi
8.Ali Hasyim(Hasymi)
9.Intoyono
D.Kesustraan pada Masa Jepang
 Pada masa penjajahan Jepang, surat kabar, majalah dan buku-buku harus disensor oleh badan sensor yang didirikan oleh Jepang. Yang disebut sebagai Jawa Shinbun Kai.
 Segala bentuk perkumpulan dilarang dan sebagai gantinya didirikan perkumpulan 3A yang masuk dari perkumpulan tersebut untuk mengalang sinpati kepada Jepang dengan slogan 3A;
1.Nippon pemimpin Asia
2.Nippon pelindung Asia
3.Nippon cahaya Asia
 Setiap periode merupakan kesatuan yang khas isinya, dan tak dapat disamakan nilainya dengan periode lain. Kekhususan ini di wujudkan oleh jenis prosa dan puisi.
 Penyusunan sejarah sastra harus memahami alam pikiran dan sikap dimasa lampau serta menerima norma-norma mereka dan mencegah masuknya sejarah atau pikiran sekarang. Pendapat ini disebut sebagai misterisme, berkembang di Jerman pada abad ke-19 meskipun mendapat kritikan dari Erst-Traesch. Yang mengatakan bahwa sejarah sastra adalah rekonstruksi yang dimaksud pengarang.
  Perkumpulan 3A merupakan Pusat Tenaga Rahyat (Putera) atau yang disebut Jawa Hokaido. Pada waktu majalah Puajangga Baru mati. Pada tanggal 1 April 1943 lahirlah Keimin Bunka Shidosho-Kantor Pusat Kebudayaan itu di pimpin oleh:
1.Sakai ( orang Jepang sebagai penasihat)
2.Armyn Pane (Ketua)
3.Usmar Ismail(anggota)
4.Sutomo Johar(anggota)
5.Inukertapati (anggota)
 Tugas dari Kanto Pusat Kebudayaan adalah sebagai alat propaganda Jepang untuk menindas perkembangan kebudayaan Indonesia. Sebagian besar sajak Chairil Anwar ditolak karena bernuansa pemberontakan dan Barat dan individualis, tulisan Idrus corat-coret tidak diterbitkan karena membahayakan jiwanya.
Angkatan 45
  Pendapat umum tentang Angkatan 45:
1.Angkatan 45 ialah suatu angkatan( kumpulan sastrawan) yang timbul di Indonesia sejak masa sesudah Perang Dunia II. Pelopornya adalah Chairil Anwar
2.Nama Angkatan 45 ini menjadi pertentangan, karena adanya pihak yang setuju dengan pihak yang tidak setuju. Yang setuju beralasan: Bahwa tahun tersebut adalah tahun yang mulia bagi sejarah kebangsan Indonesia meskipun banyak terjadi kekisruan. Sebab kalau tidak terjadi demikian maka tidak ada kemerdekaan.
3.Yang tidak setuju beralasan bahwa tahun 1945 tidak dapat dianggap sebagai tahun yang baik, karena kejadian dan peristiwa yang terjadi pada tahun tersebut banyak hal yang bertentangan dengan kebaikan misalnya; pembunuhan, korupsi, aglitasi, fasisme, perampokan dan sebagainya.
4.Nama tersebut diresmikan oleh Rosihan Anwar pada tanggal 9 Januari 1949 dalam majalah Siasat.
5.Nama yang perna digunakan sebelumnya adalah; Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Perang, Generasi Gelanggang, Angkatan sesudah Pujangga Baru, dan Angkatan Pembebasan.
6.Angakatan 45 muncul karena mereka merasa berbeda dengan Pujangga Baru. Dalam pandangan sikap hidup, perasaan dan serta cara pengucapan.
Perbedaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 45
Pujangga Baru Angkatan 45
1.Bergaya Impresi. 1. Ekspresi dan revolusioner. 
2.Bercorak romantis idealis. 2. Romantis realis.
3.Bertujuan Nasionali. 3. Universal nasionalis.
4.Bersifat teoritis. 4. Praktis.
5.sikap hidup dan visi hidup 5. Segalanya baru.
 yang baru. 6. Pengolahan kehidupan berdarah-darah.
6. Tidak adanya Kelompok. 7. Tidak berteriak, tetapi melaksanakan.
  8. Berelan.

Tidak ada komentar: