Minggu, 25 Mei 2008

penyerbuan kampus unas

Redaksi Jawa Pos
Graha Pena Lt. 4
Jl. A. Yani 88 Surabaya
Telp. :+62-31-8202216
Fax. :+62-31-8285555
editor@jawapos.co.id /
editor@jawapos.com

Minggu, 25 Mei 2008,
Polisi Serbu Kampus Unas

Demo Tolak Naik BBM, Tangkap 141 Mahasiswa
JAKARTA - Demo penolakan kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) berakhir
anarkis di ibu kota. Polisi menyerbu kampus Universitas Nasional (Unas).
Akibatnya, kondisi kampus yang berada di Pejaten, Jaksel, itu rusak berat.
Puluhan mahasiswa terluka parah dan 141 mahasiswa ditangkap ratusan polisi
berpakaian dinas dan preman.

Sejumlah saksi mata menjelaskan, polisi juga membakar posko satpam kampus, lalu
merusak gedung Koperasi Mahasiswa Unas. Selain itu, puluhan mahasiswa dan
mahasiswi yang lari menyelamatkan diri dari serbuan polisi ke lantai empat di
gedung blok III dan IV dikejar dan dihajar sebelum digelandang ke markas Polres
Jaksel. Sejumlah mahasiswa babak belur dan berdarah.

Penyerbuan itu ekor dari aksi demonstrasi mahasiswa Unas yang menentang kenaikan
harga BBM yang digelar malam sebelum pengumuman secara resmi dari pemerintah.
Mahasiswa berunjuk rasa di depan gerbang kampus sambil memblokade Jalan Sawo
Manila yang merupakan jalan warga menuju ke Pasar Minggu dan Warung Buncit.
Polisi berupaya membubarkan aksi itu, namun mahasiswa menentang.

Adam, mahasiswa semester enam FISIP Unas, dan Rosiana, juga dari FISIP Unas,
yang menjadi saksi mata menjelaskan: Awalnya, pada Jumat (23/5) pukul 20.00,
dirinya dan rekan-rekan menggelar aksi damai dalam bentuk happening art di dalam
kampus mereka. Aksi itu digelar dengan tema "detik-detik menjelang kenaikan
harga BBM".

Acara happening art itu berubah menjadi unjuk rasa setelah pemerintah memastikan
kenaikan harga BBM mulai pukul 00.00. Mahasiswa emosi mendengar keputusan
pemerintah itu. "Persis pukul 21.00, kami menggelar aksi di tepi jalan yang ada
di depan gerbang kampus. Beberapa rekan mahasiswa mulai membakari beberapa ban
bekas dan memblokade jalan di depan kampus," terang Adam. Dia berhasil lolos
dari amukan polisi karena bersembunyi di kolong meja kelas yang gelap gulita di
lantai tiga blok empat kampus itu.

Pukul 22.00, sekitar 20 polisi berseragam dan berpakaian preman yang mengaku
dari Polsektro Pasar Minggu mendatangi mahasiswa di depan kampus. Mereka meminta
mahasiswa agar membubarkan diri.

"Saat itu rekan-rekan kami mulai terlibat aksi saling dorong dengan polisi yang
memaksa kami untuk kembali masuk ke kampus. Hanya beberapa menit karena salah
seorang rekan kami terkena pukulan. Maka, aksi saling pukul pun berlangsung
sekitar 15 menit. Mungkin karena kalah jumlah, polisi dari polsek itu mundur ke
arah pertigaan Pejaten atau menjelang toko Circle K sekitar 300 meter. Nah,
waktu itu antara kami dan polisi mulai lempar-lemparan batu," terang Rosiana,
yang berada di lokasi kejadian.

Ketika polisi sudah mundur ke pertigaan Pejaten, mahasiswa meneruskan aksi di
depan gerbang kampus sambil membakari ban-ban bekas dan memblokade jalan.

Sekitar pukul 04.30, polisi dari Polsektro Pasar Minggu mendapat tambahan
pasukan dari Polrestro Jaksel. Jumlahnya ratusan personel. Mereka terkonsentrasi
sepanjang 500-an meter, mulai pertigaan Pejaten atau dekat toko Circle K hingga
sekitar 100 meter menjelang gerbang kampus.

Ratusan aparat itu berupaya membubarkan mahasiswa yang sedang berkumpul di depan
gerbang kampus dengan maksud membubarkan aksi unjuk rasa. "Mereka (polisi, Red)
menembakkan puluhan granat gas air mata, lalu menghujani kampus dengan batu dan
bom molotov. Tapi, kami tetap melawan selama satu jam penuh diserang. Akhirnya
mereka mundur kembali dan kami tetap berorasi menentang kenaikan harga BBM itu,"
papar Adam.

Namun, hal itu tak berlangsung lama. Pukul 06.00, dengan dipimpin Kapolres
Jaksel Kombespol Chaerul Anwar, ratusan polisi yang menggunakan empat truk dan
satu bus ditambah ratusan polisi yang berjalan kaki dan puluhan bersepeda motor
merangsek ke gerbang kampus. Dua truk polisi ikut melintasi gerbang kampus dan
baru berhenti beberapa puluh meter dari gerbang.

"Mereka menyerang sambil menembakkan puluhan granat gas air mata. Karena itu,
kami terpaksa mundur ke dalam kampus. Saat itu kami bertahan di lapangan tengah
kampus yang jaraknya sekitar 200 meter dari gerbang. Saat itu kami terlibat
lempar-lemparan dengan polisi penyerang," tutur Adam.

Bertahan di lapangan tengah, rupanya, hanya 10 menit. Polisi terus merangsek ke
tengah lapangan sehingga tak terbendung lagi oleh mahasiswa. "Kami mundur lagi
ke lapangan bola di bagian belakang kampus. Jaraknya sekitar 300 meter dari
lapangan tengah ke lapangan belakang itu," beber Adam yang masih tampak emosi.

Kali ini polisi juga tak memberikan kesempatan. Ratusan mahasiswa yang lari ke
lapangan belakang tetap dikejar. Ketika mahasiswa sudah terpojok di lapangan
tersebut, polisi menghajar mereka. "Kami sudah duduk semua di lapangan itu
dengan kedua tangan kami angkat. Tapi, mereka tetap tak peduli. Kami dihajar
dengan tangan dan kayu, lalu ditendangi. Jeritan kami yang meminta ?ampun?ampun?
tak dihiraukan. Mereka dengan sadis menedangi kami," ungkapnya, mengenang
peristiwa itu.

Bukan hanya itu, ratusan polisi yang lain mendobrak semua pintu kelas kuliah
sambil memecahkan kaca-kacanya untuk mencari mahasiswa dan mahasiswi yang lari
menyelamatkan diri. Puluhan mahasiswa yang ditemukan di gedung Serbaguna Unas
dan di lantai IV gedung blok III dan IV diseret ke dalam dua truk polisi yang
sudah menunggu di areal kampus.

Selain itu, belasan mahasiswi yang akan mengikuti perkuliahan ikut ditangkap dan
dimasukkan ke bus polisi. Puluhan mahasiswa anggota senat dan pencinta alam yang
sedang tidur di dalam ruang senat dan sekretariat pecinta alam ikut ditangkap.
Sebanyak 121 mahasiswa Unas, 8 mahasiswa dari kampus lain, dan 12 orang warga
sekitar ditangkap polisi.

"Anda lihat saja, darah berceceran di mana-mana, mulai ruang-ruang kuliah di
lantai tiga dan empat yang berada di gedung blok III dan IV, termasuk di gedung
serbaguna," beber Rosiana, kali ini dengan nada memelas.

Bukan hanya itu, puluhan motor dan empat mobil turut hancur saat penyerbuan
polisi tersebut. Termasuk posko satpam yang berlokasi tak jauh dari gerbang
kampus juga terbakar. Sejumlah wartawan juga menjadi korban. "Kepala dan pundak
saya sempat dipukul. Dan, saya diancam akan ditangkap jika berani mengambil
gambar kekerasan itu," terang Andre kemarin petang di lokasi kejadian.

Sweeping polisi berakhir pukul 07.00, atau satu jam setelah polisi menyerbu
kampus. "Mereka pergi sambil membawa rekan-rekan kami yang kondisinya berdarah-darah
dan babak belur," ujar Adam.

Namun, sekitar pukul 10.00, ketika belasan satpam kampus dibantu mahasiswa
bersih-bersih kampus yang porak-poranda usai diserbu polisi, ditemukan dua butir
granat nanas aktif di samping tembok gedung koperasi mahasiswa.

Satpam kampus Iwan Darmawan maupun Adam mengatakan, pihaknya masih menjaga kedua
granat itu berada di posisi semula. "Kami tak tahu granat itu milik siapa. Yang
jelas, granat itu masih terkunci," jelas Iwan.


Kapolda Bantah Menyerang Kampus

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman yang mendatangi Mapolres Jaksel
sekitar pukul 10.00 kemarin menolak adanya tudingan bahwa aparatnya menyerang
kampus. Dia menegaskan, pihaknya mengejar dan mencari para pelaku anarkis dalam
aksi unjuk rasa itu.

"Kalian kan tahu, unjuk rasa di malam hari itu dilarang. Apalagi sambil
memblokade jalan dan mengganggu warga lain. Kalau larangan ini tetap dilanggar,
terpaksa kami tindak tegas," ujar Kapolda yang didampingi Kapolres Jaksel
Kombespol Chaerul Anwar.

Dia juga mengatakan, perusakan yang terjadi di dalam kampus itu bukan sepenuhnya
dilakukan aparatnya, tapi juga warga sekitar yang tidak terima melihat ulah para
mahasiswa itu. "Yang jelas, kami masuk ke kampus untuk mencari para pelaku
anarkis yang melempari anggota kami dengan batu atau bom molotov, maupun yang
merusak rumah dan barang-barang milik warga," ungkap Kapolda lagi.

Dalam jumpa pers yang digelar di Mapolres Jaksel, Adang Firman juga
mengungkapkan, pihaknya menemukan banyak sekali narkoba di dalam kampus.
Rinciannya, dua paket besar ganja kering seberat beberapa ons dan 40 paket kecil
ganja kering beserta timbangannya. Kesemuanya itu terbungkus kertas koran. Daun-daun
ganja itu tersimpan di dalam tas cokelat milik salah seorang mahasiswa.

Selain itu, polisi menyita 17 strip pil koplo atau 170 butir pil koplo dan
puluhan botol minuman keras bermerek Mansion House dan Vodca. Turut disita pula
belasan batu seukuran kepalan tangan orang dewasa, sebilah celurit, beberapa
bilah pisau dapur, dan beberapa botol dan jeriken berisi bensin.

"Silakan Anda melihat barang bukti yang kami temukan di kampus Unas. Ada bahan
bakar yang dipakai untuk membakar ban, ada ganja, bekas botol minuman, ada pil,
dan sebagainya. Masak mahasiswa di dalam kampus membawa ganja dan obat
psikotropika sebanyak itu. Mungkin, mereka berjualan juga narkoba di dalam
kampus," ujar Adang.

Di akhir keterangannya, Adang mengatakan bahwa seluruh mahasiswa yang diamankan
akan diperlakukan sebaik-baiknya tanpa melepaskan proses hukumnya. "Seluruhnya
ada 97 mahasiswa Unas, 26 alumni Unas, dan 13 warga," katanya.


Rektor Menuntut Polisi

Sementara itu, Rektor Unas Umar Basalim yang mendatangi Mapolres Jaksel kemarin
siang sekitar pukul 13.00 dengan didampingi beberapa pejabat kampus sempat
mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya sudah melaporkan kasus tersebut ke
Komnas HAM. Pihaknya juga mengajukan protes keras kepada Kapolri Jenderal Pol
Sutanto dan Presiden SBY atas penyerangan polisi itu ke kampusnya.

"Barusan, saat dilakukan wisuda mahasiswa Unas di Balai Sudirman Tebet, kami
juga sudah mengadukan penyerbuan itu ke Ketua DPR RI Agung Laksono yang
kebetulan hadir dalam wisuda mahasiswa kami. Pak Agung mengutuk keras penyerbuan
itu," terang Umar.

Dia juga mengatakan bahwa kondisi mahasiswanya yang masih ditahan polisi tampak
mengenaskan dengan luka-luka di kepala dan sekujur tubuh. "Kami minta Kapolres
dan pejabat yang terlibat untuk ditindak tegas," katanya.(ind/jpnn)

Tidak ada komentar: